Tag Archives: ulasan

[Review] Samsung Galaxy Tab S6, Tablet High-End Dengan Sensasi ala Laptop

Dampak negatif  dari era keemasan smartphone adalah makin sulitnya menemukan tablet berkualitas. Karena fokus pada ponsel pintar, sejumlah produsen pelan-pelan undur diri dari ranah produksi tablet, dan Samsung ialah satu dari sedikit brand yang hingga kini secara konsisten terus menyediakan perangkat bergerak berlayar lebar itu, meski metode penyajiannya turut bertransformasi.

Sejak Galaxy Tab S3, Samsung perlahan-lahan membenamkan kemampuan ala laptop di lini tablet high-end-nya dan fitur-fiturnya jadi kian matang di model-model selanjutnya. Walaupun tidak menggunakannya terlalu lama, saya cukup terkesan dengan apa yang ditawarkan oleh Galaxy Tab S4. Dan beberapa bulan lalu, perusahaan elektronik asal Korea Selatan meluncurkan penerus sejati perangkat flagship tersebut yang menjanjikan dukungan maksimal terhadap produktivitas.

Segera setelah memperkenankan saya meng-unboxing produk, tim Samsung Indonesia memberikan kesempatan pula untuk menguji Galaxy Tab S6 secara personal. Selama hampir sebulan, saya mencoba menggunakan tablet plus Book Cover Keyboard-nya sebagai pengganti laptop. Di sejumlah aspek, Galaxy Tab S6 memang mengagumkan, tapi tetap ada hal-hal yang masih dapat disempurnakan jika Samsung ingin agar perangkat ini bisa menjadi pengganti notebook konvensional.

Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.

 

Desain

Tak seperti lompatan desain dari Galaxy Note 9 ke Note 10, tak ada perbedaan besar antara Galaxy Tab S4 dengan Tab S6 di sisi penampilan. Meski demikian, Samsung tetap berhasil melakukan pemangkasan pada volume dan bobot. Galaxy Tab S6 beberapa milimeter lebih ramping (244,5×159,5×5,7mm) dan 62-gram lebih ringan dari pendahulunya (berbobot 420g) terlepas dari penggunaan layar berspesifikasi serupa, yaitu Super AMOLED 10,5-inci beresolusi 1600x2560p.

Tab S6 28

Tab S6 23

Layar tersebut lapang, cerah, jernih dan kaya warna berkat pemanfaatan panel tipe Super AMOLED. Mengulik bagian tersebut lebih jauh, display mempunyai kepadatan pixel 287ppi dan rasio ke tubuh sebesar 82,5 persen berkat pemangkasan pada zona bingkai. Jangan cemas, kamera depan untuk selfie maupun video chat tetap berada di lokasi semestinya, yaitu area atas layar.

Tab S6 19

Unit review yang saya dapatkan mempunyai tubuh berwarna rose gold (Samsung menyebutnya rose blush), dan setelah memakainya sejenak, Anda akan segera menyadari konstruksi tablet ini terbuat dari logam. Segala kelengkapan yang ada di Tab S4 hadir lagi ke Galaxy Tab S6, dari mulai connector ke aksesori, port USB type-C, tombol-tombol fisik, slot kartu SIM dan microSD, empat buah speaker di ujungnya, hingga S Pen.

Tab S6 20

Tab S6 21

Perbedaan paling menonjol antara Tab S4 dan Tab S6 ialah pemanfaatan modul dua kamera yang diposisikan di pojok (kamera pada Tab S4 berada di tengah), serta zona menjorok di sisi belakang buat menempelkan S Pen. Kemudian bagian punggung mengusung bahan logam, bukan lagi lapisan kaca – mungkin dibutuhkan untuk menyematkan Book Cover Keyboard serta mengisi ulang S Pen secara wireless (akan dibahas lebih lengkap di bawah).

Tab S6 24

 

Book Cover Keyboard

Galaxy Tab S6 bisa segera Anda gunakan begitu dikeluarkan dari bungkusnya. Namun buat saya, potensi perangkat tak akan terbuka sepenuhnya tanpa Book Cover Keyboard. Aksesori ini mampu mentransformasi fungsi tablet menjadi laptop berkat dukungan papan ketik dan touchpad. Tentu saja, ia juga berperan sebagai pelindung tablet terhadap benturan atau insiden tak disengaja.

Tab S6 43

Book Cover Keyboad memiliki dua komponen terpisah. Bagian pertama ditempelkan ke sisi punggung Galaxy Tab S6, dan siap melindungi area belakang serta mengamankan S Pen. Cover tersebut tertempel ke body via magnet. Bagian kedua adalah keyboard/touchpad-nya, dapat segera aktif begitu disambungkan ke slot connector yang tersedia. Papan ketik juga terpasang dan mengunci ke tubuh tablet menggunakan magnet.

Tab S6 35

Setelah semuanya terpasang, Galaxy Tab S6 bisa digunakan layaknya notebook seperti Microsoft Surface Pro. Silakan buka bagian keyboard, lalu tarik sandaran untuk menyesuaikan kemiringan layar. Perlu diketahui bahwa bobot utama perangkat berada pada unit tablet, lalu karena Tab S6 dan papan ketik tidak tersambung secara kaku, perangkat harus diposisikan di bidang yang rata – tidak nyaman buat dipangku.

Tab S6 29

 

Susunan hardware dan performa

Galaxy Tab S6 diotaki oleh platform mobile tercanggih yang Qualcomm miliki saat ini, lalu ditopang oleh komponen-komponen berspesifikasi cukup tinggi, sehingga menempatkannya sekelas dengan smartphone high-end. Ini dia spesifikasi lengkap dari tablet flagship Samsung tersebut:

  • Sistem operasi Android 9.0 Pie dengan antarmuka One UI
  • System-on-chip Qualcomm Snapdragon 855 7nm
  • CPU octa-core (2,84GHz Kryo 485 plus 3×2,42GHz Kryo 485 dan 4×1,78GHz Kryo 485)
  • GPU Adreno 640
  • Memori RAM 6GB
  • Penyimpanan internal 128GB, dapat diperluas dengan kartu microSD 1TB
  • Kamera belakang 13Mp f/2.0 lensa wide 26mm plus 5Mp f/2.2 lensa ultrawide 12mm
  • Kamera depan 5Mp f/2.0 26mm
  • Baterai non-removable Li-Po 7.040mAh plus fitur fast charging 15W

 

Statistik memang menyenangkan, tapi kadang kala, hasil tes benchmark tidak mewakilkan kinerja perangkat di dunia sesungguhnya. Meski begitu, review tidak akan lengkap tanpanya. Untuk keperluan ini, saya menggunakan aplikasi-aplikasi ‘standar’ seperti PCMark, 3DMark dan AnTuTu (Serta CPU-Z buat mengetahui susunan hardare secara spesifik). Skor terbaiknya bisa Anda lihat di bawah.

 

PCMark

Tab S6 1

 

3DMark (Ice Storm Unlimited & Sling Shot)

Tab S6 3

Tab S6 2

 

AnTuTu

Tab S6 4

Tab S6 16

 

Saya hanya menginstal game Asphalt 9: Legends untuk mengisi waktu luang serta menguji kemampuan grafis Galaxy Tab S6. Sesuai dugaan, permainan berjalan dengan sangat fantastis di sana. Di setting visual tertinggi, saya tidak merasakan adanya penurunan frame rate meskipun game menampilkan seluruh mobil serta efek-efek visual – seperti blur, partikel, asap, pantulan/bayangan dan lens flare. Objek tampil sangat tajam, lalu efek jaggy-nya pun minimal meski permainan dihidangkan di layar lebar.

Satu aspek favorit saya di Galaxy Tab S6 ialah baterai 7.040mAh dengan daya tahannya yang tinggi. Terbiasa menggunakan laptop yang perlu di-charge penuh untuk penggunaan satu hari, perangkat Samsung ini mampu bertahan lebih dari seminggu di mode standby dengan Wi-Fi menyala. Ketika saya ingin gunakan, status baterai masih berada di kisaran 70 persen.

 

Pengalaman penggunaan

 

S Pen

Meskipun kita dapat berinteraksi dengan konten menggunakan sentuhan jari di layar, pengalaman pemakaian Galaxy Tab S6 sulit bisa dipisahkan dari S Pen. Menakar dari penyajiannya, ia merupakan produk yang lebih mendukung aktivitas produktif ketimbang sepupunya, Galaxy Note 10. Ada banyak aplikasi yang kompatibel dengan aksesori ini, namun Anda sudah dapat bersenang-senang cukup berbekal aplikasi Samsung Notes.

Tab S6 33

App bawaan ini punya tiga fungsi utama: mencatat via metode ketikan standar, mengubah tulisan tangan jadi teks digital, serta jadi medium menggambar atau membuat sketsa. Bagi saya, fungsi ilustrasi di Samsung Notes merupakan fitur favorit karena mengekspos semua kecanggihan layar berteknologi WACOM dan akuratnya S Pen. Bergantung dari besarnya tekanan, display merespons ketebalan goresan secara berbeda apapun perkakas yang Anda pilih: pensil, krayon, ataupun spidol.

Tab S6 25

S Pen pendamping Galaxy Tab S6 berukuran sedikit lebih kecil dari Tab S4. Meneliti lebih jauh, struktur pulpen digital ini terbuat dari plastik dengan tekstur doff metalik, tapi ia segera tertempel begitu Anda posisikan di zona wireless charging. Walaupun S Pen-nya lebih kecil, saya tidak merasa kesulitan untuk menggambar ataupun menulis. Pengalamannya bahkan lebih baik dari menggunakan S Pen Note 10 yang terlalu ramping.

Tab S6 27

Saya juga sangat mengapresiasi bagaimana Samsung mencoba menstimulasikan sensasi memakai alat tulis sesungguhnya dengan suara gesekan ketika S Pen Anda goreskan di layar. Mungkin satu keluhan kecil saya pada S Pen adalah kehadiran tombol fisik yang terlalu gampang ditekan. Tombol ini punya fungsi shortcut serta berguna buat mengaktifkan fungsi Air Action. Saat asik menggambar, sering kali saya tak sengaja menekannya.

 

Keyboard dan touchpad

Sempat saya singgung di atas, Book Keyboard Cover merupakan elemen krusial pendukung Tab S6. Konstruksinya terbuat dari kombinasi plastik dan bahan sejenis kain di luar. Ketika dipasang, Anda tak perlu mencemaskan S Pen jadi mudah hilang karena terlindung di dalam cover. Ia juga yang memberikan tablet kapabilitas ala notebook berkat adanya keyboard tenkeyless dan touchpad. Samsung bahkan menerapkan desain ala notebook, lengkap dengan area wrist rest kecil.

Tab S6 32

Keyboard tersebut mempunyai keycap berukuran kecil. Susunannya juga disesuaikan dengan luas papan yang tak begitu besar. Saya butuh sedikit waktu untuk menyesuaikan diri, namun faktor resistensi tombol dan key travel-nya sangat mirip seperti laptop. Tuts sengaja dibuat sedikit membundar demi mengurangi peluang salah ketik. Dan mungkin karena jari saya yang mungil, jarang bagi saya salah menekan tombol.

Tab S6 42

Layaknya laptop, touchpad berfungsi untuk mengendalikan pointer mouse, baik di mode tablet maupun saat DeX dinyalakan. Sekali lagi, ia sanggup membaca hampir seluruh gesture khas touchpad laptop, termasuk fungsi tap buat klik, plus tombol fisik. Kata ‘hampir’ mesti ditekankan di sini karena ada sejumlah hal yang menyadarkan saya bahwa Galaxy Tab S6 tetap bukanlah notebook berbasis Windows atau MacBook.

Tab S6 39

Pertama, ia tidak mempunyai fungsi right-click. Saat browsing di Chrome, kita harus menekan tombol touchpad selama beberapa saat buat mengeluarkan menu ‘open in a new tab‘ atau ‘open in incognito tab‘. Lalu kedua, kursor mouse tidak akan bergerak saat touchpad membaca ada dua jari yang menyentuhnya. Gesture seperti itu malah akan mengaktifkan fungsi pinch to zoom. Tentu saja semua perbedaan ini menuntut proses adaptasi.

Tab S6 41

 

Samsung DeX

DeX merupakan salah satu pilar penting penyajian Galaxy Tab S6. Aktifkan dari shortcut tray, dan DeX akan menyuguhkan Anda tampilan ala desktop, dengan icon-icon app yang tersusun rapi di area kiri, akses mudah ke aplikasi ala taskbar, serta menu kecil mirip toolbar di pojok kanan bawah. Tiga tombol navigasi utama ala perangkat bergerak berbasis Google masih ada, kali ini diposisikan di dekat menu Dex (untuk menonaktifkan mode DeX atau masuk ke Dex Labs) dan kita tetap bisa membuka list app secara lengkap.

Tab S6 11

Mode ‘desktop experience‘ itu tampaknya memang sengaja mengekspos My Files, yaitu fungsi ala Windows Explore’ yang memungkinkan Anda menjelajahi dokumen di penyimpanan internal maupun eksternal, di Samsung Cloud Drive serta Google Drive, serta segala macam file unduhan dan APK instalasi. Sebagai pekerja remote, saya merasa berkewajiban untuk menaruh shortcut app-app penting semisal Slack dan WPS Office di desktop DeX.

Tab S6 14

 

Lain-lain

Setup empat speaker di Galaxy Tab S6 menjadi salah satu aspek esensial pendukung penyajian konten hiburan. Sistem audio ini berkarakteristik stereo, mengusung teknologi Dolby Atmos, dan di-tune up oleh AKG Acoustics – anak perusahaan Harman Kardon yang dipunyai oleh Samsung. Kualitasnya cukup memuaskan. Speaker mampu menghasilkan suara yang kaya serta jernih, cocok buat menikmati film atau video. Sayangnya, bass masih belum terasa menendang kemudian output-nya terdengar kurang lantang.

Tab S6 40

Galaxy Tab S6 juga tidak mempunyai port audio 3,5mm. Aspek konektivitas fisiknya mengandalkan sebuah port USB type-C. Untung saja untuk keperluan transfer file, saya memiliki removable drive PhotoFast iType-C yang dibekali berbagai macam connector, jadi tak sulit memindahkan data dari Tab S6 ke laptop ataupun sebaliknya. Minimnya konektivitas inilah yang menghentikan Galaxy Tab S6 jadi pengganti laptop sejati.

Tab S6 37

 

Kesimpulan

Upaya Samsung untuk menghadirkan pengalaman penggunaan ala PC desktop lewat tablet Galaxy Tab S6 mesti diapreasiasi. Di antara berbagai produk high-end buatan raksasa elektronik Korea Selatan itu, Tab S6 ialah model yang paling siap mendukung aktivitas produktif serta menawarkan faktor portabilitas maksimal. Ia akan memberikan banyak manfaat dan kemudahan bagi para profesional, khususnya mereka yang bekerja di industri kreatif.

Namun perlu digarisbawahi bahwa Galaxy Tab S6 baru akan mengeluarkan seluruh potensinya ketika Anda sudah beradaptasi penuh terhadap fungsi dan tool berbasis Samsung DeX. Bagi saya yang hampir seumur hidup bercengkerama dengan ekosistem Windows, proses penyesuaian diri butuh waktu cukup lama. Beberapa kali saya menyerah, dan kembali beralih ke PC Windows ketika saya harus bekerja cepat.

Tab S6 36

Walaupun begitu, saya lagi-lagi terkesan pada bagaimana tablet ini mampu mensimulasikan bagaimana instrumen tulis sesungguhnya bekerja. Berbekal S Pen, pengalaman menulis dan menggambar di sana terasa sangat intuitif, natural dan tentu saja presisi. Saya cukup yakin, Galaxy Tab S6 mampu memuaskan para penggemar ilustrasi yang paling rewel sekalipun, apalagi dengan adanya beragam app dan tool gambar yang tersedia di Google Play.

Samsung Galaxy Tab S6 dijajakan seharga Rp 12 juta. Book Cover Keyboard dijual secara terpisah, dipatok di harga Rp 2,2 juta.

Tab S6 18

 

Sparks

  • Performa hardware jempolan
  • Kombinasi sempurna antara layar serta S Pen untuk menggambar dan menulis
  • Kualitas layar memuaskan
  • Sistem audio empat speaker siap menunjang penyajian konten hiburan
  • Hampir bisa bekerja seperti laptop berkat bantuan Book Cover Keyboard

Slacks

  • Masih ada banyak hal yang perlu dipoles agar Tab S6 mampu menyajikan pengalaman ala laptop sesungguhnya
  • Konektivitas fisiknya terbilang minim
  • Anda perlu mengeluarkan uang lebih agar Tab S6 dapat bekerja layaknya notebook

[Review] Samsung Galaxy M30, Versi Mumpuni M20, tapi Layakkah jadi Pengganti?

Rentetan smartphone terjangkau dari Tiongkok menyadarkan kita bahwa tak perlu mengeluarkan terlalu banyak uang untuk memiliki perangkat berperforma memuaskan dengan fitur lengkap. Berupaya untuk mempertahankan pangsa pasar mereka, Samsung memutuskan untuk merombak lini produknya, melebur beberapa model sembari memperkenalkan seri baru, dan Galaxy M boleh dikatakan sebagai salah satu kisah suksesnya.

Ada tiga model yang Samsung tawarkan di seri M, dan Galaxy M30 merupakan varian tercanggihnya. Galaxy M30 meluncur di Indonesia pada bulan Juli kemarin, mengedepankan konsep bertajuk ‘3x max’, mengacu pada tiga kapabilitas unggulan di sana: baterai berkapasitas raksasa 5.000mAh, kemampuan fotografi berbasis setup tiga kamera, serta layar berpanel Super AMOLED dengan desain notch Infinity-U.

Samsung mempersilakan saya untuk melakukan pengujian pada Galaxy M30 secara ekstensif. Dalam waktu sebulan ke belakang, ia menjadi rekan pribadi yang cukup andal untuk menemani aktivitas sehari-hari, misalnya berkomunikasi via app massaging, browsing hingga nonton video. Namun menakar lebih jauh dari apa yang disajikannya, Galaxy M30 pada dasarnya ialah versi upgrade  Galaxy M20 – bukan pengganti maupun penerus. Simak ulasan lengkapnya di bawah.

 

Bundel penjualan

Umumnya, efek dari upaya menekan harga adalah paket penjualan yang sederhana dan mayoritas konsumen biasanya tidak masalah dengan kondisi ini. Namun Samsung tampaknya memiliki standar minimal terkait bagaimana mereka menyajikan sebuah perangkat, terlepas dari seberapa ekonomis produk itu ditawarkan. Selain kelengkapan standar seperti kabel dan unit charger, kita juga bisa menemukan earphone bawaan di dalam bungkusnya.

M30 1

 

Penampilan

Jika tak rusak buat apa diperbaiki? Inilah kesan yang saya dapatkan ketika membandingkan Galaxy M30 dengan tipe M20. Smartphone mengusung arahan desain serupa pendahulunya itu. Tubuhnya terbuat dari plastik, dengan bagian pinggir dan ujung membundar agar nyaman ketika digenggam. Galaxy M30 menyuguhkan layar seluas 6,4-inci dan mempunyai dimensi 159×75,1×8,5mm. Efek positif dari pemakaian material bahan plastik adalah bobot jadi relatif ringan, hanya 174g.

M30 16

M30 12

Penerapan upgrade terbilang cukup minimal. Perbedaan paling mencolok antara Galaxy M30 dan M20 terletak pada pemakaian notch berbentuk U (Infinity-U, bukan V), jumlah lensa kamera di sisi belakang (ada tiga plus satu flash), serta pemanfaatan warna gradasi. Selain itu, semuanya terlihat serupa, dari mulai tombol fisik power dan volume di sebelah kanan, sensor sidik jari di punggung sehingga mudah digapai telunjuk, port USB type-C di bawah, dan layarnya tetap menyisakan area ‘dagu’.

M30 15

M30 13

Itu berarti, hal-hal yang Anda suka dan tak sukai dari Galaxy M20 kembali hadir di M30. Saya pribadi tidak keberatan dengan konstruksi plastik, tapi mungkin efek negatifnya adalah, penggunaan material ini menjauhkan smartphone dari kesan premium atau elegan. Dan dalam pemakaian intensif, permukaan glossy Galaxy M30 akan mengumpulkan bekas minyak dan sidik jari, jadi Anda disarankan untuk membersihkannya secara teratur. Kemudian, bahan plastik juga lebih mudah baret.

M30 3

M30 9

 

Layar

Salah satu lompatan terbesar dari M20 ke Galaxy M30 ialah upgrade pada layar. Ketika pendahulunya hanya dibekali TFT, smartphone anyar Samsung memanfaatkan panel Super AMOLED. Ukurannya 0,1-inci lebih lapang, tapi masih mempunyai resolusi serta rasio serupa, yaitu FHD+ (1080x2340p) dan rasio 19,5:9. Layar 6,4-inci di sana membuat M30 jadi perangkat Galaxy M dengan display terlebar.

M30 7

Berkat pemakaian Super AMOLED, layar Galaxy M30 mampu menghidangkan gambar jernih dan cemerlang. Warna-warni pada objek atau background tampil kontras, lalu tingkat kecerahannya juga sangat baik, sangat efektif dalam mengimbangi teriknya sinar matahari (bisa didongkrak manual hingga 641-nits). Lalu brightness juga dapat diredupkan secara signifikan, jika Anda perlu browsing atau membalas pesan sebelum tidur saat lampu kamar sudah dimatikan.

M30 38

Anda dipersilakan pula buat menggunakan fitur adaptive brightness, namun saya tidak melihat adanya sensor ambient light. Kemungkinan, Galaxy M30 mengandalkan kamera depan untuk mengetahui kondisi pencahayaan di sekitarnya. Lalu tersedia pula fungsi filter bluelight demi mengurangi dampak buruk sinar biru pada mata (efeknya ialah membuat output jadi tampak lebih kuning).

 

UI dan pengalaman penggunaan

Sejujurnya, saya belum terlalu familier dengan ekosistem user interface buatan Samsung. Mengulik sedikit sisi software Galaxy M30, smartphone ini sudah dibekali One UI, yaitu desain antar muka ‘yang difokuskan pada hal-hal penting’, menjanjikan pengalaman pemakaian yang intuitif, natural serta memberikan akses mudah ke berbagai berita. Sejak dikeluarkan dari boks, unit review ini telah mengusung sistem operasi Google Android 9 Pie.

M30 4

Tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengan One UI. User interface ini terdiri dari dua lapis menu, yakni tampilan home serta list aplikasi – dapat dibuka lewat gerakan menyapu layar ke atas atau bawah. Seperti biasa, tray shortcut dan notifikasi bisa diakses dengan cara menarik bagian atas layar ke bawah. Di sana Anda akan disuguhkan deretan update info app atau device. Silakan tarik lebih jauh buat mengeluarkan seluruh opsi shortcut.

M30 10

Di setting default, Samsung menampilkan icon aplikasi serta teks berukuran cukup besar agar mudah diindentifikasi serta dibaca. Anda tentu diperkenankan untuk mengubahnya. App-app tersebut juga dapat mudah dimasukkan dalam folder cukup dengan drag-and-drop satu icon ke icon lain, kemudian tinggal tentukan namanya. Untuk mempersingkat waktu pencarian, Anda juga bisa mengetikkan aplikasi yang ingin dibuka via kolom search.

 

Hardware dan performa

Berikut adalah detail spesifikasi dari unit Samsung Galaxy M30 ini:

  • System-on-chip Exynos 7904 (14 nm)
  • CPU octa-core, terdiri dari 2×1,8GHz Cortex-A73 dan 6×1,6GHz Cortex-A53
  • GPU Mali-G71 MP2
  • Memori RAM 4GB
  • Penyimpanan internal 64GB, bisa diekspansi menggunakan kartu microSD hingga 1TB
  • Baterai 5.000mAh yang ditunjang oleh fitur fast charging 15W
  • Kartu dual SIM plus slot microSD

M30 37

Tiga software saya gunakan untuk melakukan benchmark, yaitu AnTuTu, PCMark dan 3DMark Sling Shot dan Ice Storm Unlimited; plus CPU-Z buat mengetahui secara spesifik kompoisisi hardware dari smartphone. Berikut adalah hasil skor terbaik yang diperoleh Galaxy M30 beserta data-data pelengkapnya:

AnTutu

M30 25

 

PCMark

M30 27

 

3DMark

M30 28

M30 26

 

Tentu saja, benchmark tak bisa merepresentasikan kinerja perangkat di dunia nyata. Untuk pemakaian sehari-hari, Galaxy M30 bekerja dengan sangat baik. Saya tidak menemui kendala baik ketika menjelajahi internet lewat Chrome, browsing wall Facebook ataupun platform sosial media lain, chat serta teleconference via Hangouts, hingga menikmati video YouTube. Tapi perlu Anda ingat bahwa smartphone ini bukanlah device kelas flagship.

M30 30

Ada satu kabar gembira lagi buat Anda. Galaxy M30 juga sanggup menangani tugas yang lebih berat – seperti gaming. Untuk kebutuhan ini, saya menggunakan permainan Asphlat 9 Legends, dan sesuai dugaan, perangkat mampu menjalankan game dengan memuaskan. Asphalt 9 bahkan tetap beroperasi mulus ketika preset grafis dipindahkan ke high quality. Saya tidak merasakan adanya penurunan frame rate signifikan walaupun layar menampilkan banyak objek dan efek visual secara berbarengan. Dan sudah pasti, aktivitas gaming membuat temperatur smartphone jadi naik.

M30 33

M30 34

M30 31

M30 35

Sempat saya singgung sebelumnya, kapasitas baterai ialah salah satu fitur primadona dari Galaxy M30, dan konsumsi dayanya jadi lebih irit lagi dibanding M20 berkat efisiensi tinggi panel Super AMOLED. Dalam penggunaan normal, smartphone bisa aktif hampir dua hari – bahkan kadang saya lupa kapan terakhir kali mengisi ulang baterainya. Yang mengagumkannya lagi, M30 dapat melampaui batasan 16 jam di sesi tes video.

Saat mengisi ulang Galaxy M30, Anda sangat disarankan menggunakan unit charger yang telah Samsung sediakan demi mendapatkan durasi sesingkat-singkatnya. Dari kondisi kosong ke penuh, proses charging memakan waktu lebih dari dua jam. Satu hal unik yang saya temukan adalah, tempo pengisian baterai jadi melambat saat mencapai 90 persen.

M30 6

 

Fotografi

Buat kebutuhan fotografi secara umum, Galaxy M30 mengandalkan setup tiga kamera. Di sana ada sensor 13Mp f/1.9 plus fitur PDAF, sensor 5Mp f/2.2 dengan lensa ultrawide 12mm, dan satu lagi sensor kedalaman 5Mp f/2.2. Terlepas dari rangkaian ‘kompleks’ itu, kamera Galaxy M30 punya karakteristik serupa kamera smartphone lain: hasil akan prima jika ditunjang cahaya mencukupi.

M30 11

Tidak ada yang bisa dikeluhkan dari UI aplikasi fotografi bawaan smartphone. Seluruh fungsi dan fitur ditampilkan secara informatif. Untuk menggunakannya, Anda hanya tinggal melakukan tap atau swipe: mode foto, video, flash, panorama, stiker AR, memakai lensa ultrawide serta fungsi live focus buat menciptakan efek blur di latar belakang. Kemudian di menu setting, kita dapat mengutak-atik lebih jauh, seperti mengaktifkan garis grid, tag lokasi, hingga menentukan rasio foto.

M30 5

Anda akan mendapatkan gambar-gambar terbaik di periode golden hour, ketika sinar matahari lebih lembut dan berwarna keemasan. Di waktu ini, Anda bisa menciptakan foto apapun yang diinginkan berbekal tool-tool Galaxy M30. Namun tanpa adanya cahaya matahari (bahkan walaupun dibantu lampu), kamera mulai memperlihatkan kelemahannya. Noise mulai muncul di area-area gelap dan gradasi, serta terlihat pula efek warna seperti cat air.

M30 14

Mendapatkan foto bokeh via live focus juga cukup menantang. Agar fungsi ini bisa beroperasi optimal, objek harus berada di jarak yang tepat serta ditunjang cahaya mencukupi. Di beberapa kejadian, kamera Galaxy M30 kadang kesulitan menentukan objek utama dan background, dan saya harus men-switch ke mode foto standar kemudian mengembalikannya ke live focus untuk me-refresh-nya.

Selain setup tiga lensa di belakang, ada satu kamera 16Mp f/2.0 di depan sebagai sarana utama berswafoto. Kamera tersebut dilengkapi fitur HDR dan mampu merekam video 1080p di 30fps – sama seperti kamera belakangnya.

Ini dia sampel-sampel foto Samsung Galaxy M30:

Dan ini komparasi antara foto standar dan dengan efek bokeh:

 

Kesimpulan

Saya belum sepenuhnya paham strategi Samsung dalam bermain di pasar smartphone kelas menengah hingga entry-level. Raksasa elektronik asal Korea Selatan itu setidaknya punya enam model perangkat dengan harga di bawah Rp 4 juta. Galaxy M30 sendiri ialah varian M ‘tercanggih’, hadir kurang lebih lima bulan setelah M20. Sebagai sebuah smartphone terjangkau, Galaxy M30 menyajikan keseimbangan yang cukup baik antara harga dan kinerja.

M30 8

Namun saya rasa tidak ada alasan kuat untuk membeli Galaxy M30 jika saat ini Anda sudah mempunyai Galaxy M20 atau varian Galaxy A kelas menengah semisal A30 atau A50. Hal lain yang perlu dipertimbangkan ialah, di rentang harga Rp 3 jutaan, kompetitor punya penawaran yang tidak kalah menarik; contohnya Vivo lewat Z1 Pro lalu Xiaomi dengan Redmi Note 7. Kedua perangkat itu menyimpan komposisi hardware setara (atau bahkan sedikit lebih canggih) tapi dibanderol diharga yang relatif lebih murah dari Galaxy M30.

Samsung Galaxy M30 bisa Anda miliki dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 3,4 juta.

M30 40

Sparks

  • Baterai tahan lama berkapasitas 5.000mAh
  • Layar Super AMOLED dengan segala keunggulannya
  • Performa cukup memuaskan untuk smartphone di kelasnya
  • UI bersih, simpel dan bebas gangguan

 

Slacks

  • Desain kurang inspiratif
  • Konstruksi tubuh plastik mungkin bukan favorit semua orang
  • Mutu tiga kameranya di bawah ekspektasi
  • Tidak menawarkan lompatan besar dari Galaxy M20

 

[Review] HP Envy 13 x360 (2019), Tawarkan Fleksibilitas dan Desain Stylish, Berbekal Teknologi AMD

Envy merupakan lini laptop yang Hewlett-Packard perkenalkan hampir satu dasawarsa silam sebagai penerus Voodoo Envy dan diracik sebagai varian top-end mereka. Itu artinya, sang perusahaan asal Palo Alto berupaya untuk memastikan anggota keluarga Envy mengusung desain terbaik serta dibekali hardware mutakhir. Namun ada hal unik di model convertible HP Envy teranyar.

Selama ini laptop high-end sulit dipisahkan dari rangkaian hardware persembahan Intel dan Nvidia. Namun sebuah transisi menarik tengah terjadi. Pelan-pelan, teknologi AMD mulai diadopsi pula oleh varian premium, dari mulai produk spesialis gaming hingga model ultra-thin. Salah satunya ialah HP Envy 13 x360 2019. Perangkat ini memiliki struktur tubuh ‘perubah bentuk’ yang memungkinkan kita menggunakannya di mode berbeda.

Hal menarik lain dari Envy 13 x360 ialah, HP tidak tanggung-tanggung dalam menyajikan paket penjualannya. Sang produsen paham bahwa untuk memaksimalkan manfaat sebuah notebook convertible, mereka perlu memastikan pengguna memperoleh keleluasaan berinteraksi. Lewat artikel ulasan ini, saya mencoba memaparkan secara lengkap kelebihan dan kekurangan, serta fitur-fitur unik yang ditawarkannya.

Envy 7

 

Impresi awal

HP Envy 13 x360 Convertible dikemas dalam bungkus berwarna hitam, bersama dengan kabel power, adaptor, serta USB hub. Jangan terburu-buru saat Anda membongkarnya, karena Anda bisa melakukan kesalahan yang saya lakukan: melewati aksesori penting yang Hewlett-Packard sertakan di sana, yakni pena digital. Untuk bekerja, stylus membutuhkan baterai AAAA. Perlu diketahui bahwa Envy 13 x360 tidak memiliki slot penyimpanan stylus, jadi jangan sampai Anda menghilangkannya.

Envy 18

Envy 21

 

Desain

Envy 13 x360 menyajikan layar sentuh seluas 13,3-inci berjenis IPS BrightView WLED. Panel ini menghidangkan resolusi full-HD dan mampu membaca gesture serta beberapa titik sentuhan berbeda. Produsen memangkas area bezel di sisi kanan dan kiri, sehingga membuat luas tubuhnya lebih kecil. Dan karena masih ada cukup ruang, Hewlett-Packard menempatkan webcam secara normal di atas display.

Envy 25

Unit review yang saya dapatkan dibalut warna abu-abu gelap mendekati hitam. Konstruksi tubuhnya terbuat dari aluminium dengan dimensi 30,67×21,46×1,49-sentimeter. Ketebalan di bawah 1,5cm tentu saja memasukkan Envy 13 x360 dalam kategori laptop ultra-thin. Dari fact sheet yang HP kirimkan, Envy 13 x360 tampaknya ditawarkan dalam beberapa opsi warna. Namun secara pribadi, saya lebih menyukai warna gelap seperti ini. Dipadu logo baru HP di sisi punggung, laptop terlihat simpel sekaligus elegan.

Envy 3

Envy 2

Notebook ultra-thin ini dibekali sepasang engsel yang memungkinkan layarnya diputar sejauh 360 derajat, mempersilakan kita untuk mengakses mode laptop standar, tenda, display terbalik, serta tablet. Engsel memegang bagian tubuh dan display dengan erat – mudah digerakkan tapi cukup kaku dalam mempertahankan posisinya. Ketika lid dibuka, Anda disuguhkan papan ketik tanpa numerical pad yang diterangi backlight LED, touchpad persegi panjang, serta grille speaker di dekat layar.

Envy 6

Envy 12

Tak hanya itu saja. Perhatikan baik-baik zona kanan bawah palm rest, dan Anda akan menemukan sensor pemindai sidik jari. Lalu silakan raba sisi kanan laptop. Di sebelah port USB type-A, type-C dan slot kartu microSD, HP menempatkan switch kecil untuk menonaktifkan webcam secara fisik – sehingga Anda tak lagi perlu mencemaskan masalah privasi. Berbicara soal konektivitas, aksesori dongle USB menambahkan slot berupa HDMI dan sebuah USB type-C lagi.

Envy 13

Envy 29

 

Pengalaman penggunaan

Berkat volume minimalis dan bobot ringan (cuma 1,3kg), HP Envy 13 x360 siap untuk jadi rekan kerja kapan dan di mana saja. Selama hampir sebulan, ia menggantikan peran laptop ultra-thin milik saya. Dan ketika ditukar, perbedaan berat beberapa puluh gram ternyata cukup terasa – apalagi saat bekerja saya seringkali membawa kamera dan buku. Tubuhnya yang ramping juga memudahkannya diselipkan dalam tas.

Envy 10

Sebagai pekerja remote, saya lebih menyukai laptop 13-inci dibanding varian berlayar 14-inci ke atas. Tubuh yang tipis juga menjadi pertimbangan penting mengingat aspek ini sangat memengaruhi mobilitas. Dan karena mengetik merupakan makanan saya sehari-hari, setidaknya tiga faktor penting lain yang jadi takaran dalam menilai kualitas notebook penunjang kerja: mutu layar, sistem input, dan performa hardware.

Envy 8

 

Layar

Untuk sebuah produk premium, banyak pengguna mungkin berharap agar HP Envy 13 x360 mempunyai layar beresolusi di atas rata-rata. Kenyataannya, notebook ‘cuma’ mengusung display 1920x1080p. Saya pribadi tidak masalah dengan pemilihan resolusi ini, mengingat panelnya hanya seluas 13,3-inci. Ukuran tersebut sudah cukup ideal bagi saya demi menjaga agar teks (dan gambar) tetap terlihat tajam.

Envy 26

Dengan memanfaatkan jenis IPS BrightView WLED, layar HP Envy 13 x360 sanggup menyuguhkan sudut penglihatan yang luas. Tidak ada perubahan warna pada display bahkan saat Anda melihatnya dari pojok samping ataupun atas. Layar tersebut punya tingkat kecerahan maksimal yang tinggi (terkadang saya harus menurunkannya jika bekerja di malam hari) lalu kemampuannya mereproduksi warna juga akurat.

Envy 9

HP membekali display dengan lapisan Corning Gorilla Glass NBT demi membuatnya tahan terhadap goresan – baik ketika Anda berinteraksi via jari atau stylus. Sedikit efek sampingnya adalah, kegiatan bekerja di luar ruangan berpotensi terganggu akibat pantulan/bayangan, lalu layar juga mesti sering-sering dibersihkan karena permukaan glossy ialah sahabatnya minyak dan bekas sidik jari.

 

Input

Sempat saya bahas di atas, HP 13 Envy 13 x360 menawarkan beberapa metode interaksi: lewat keyboard dan touchpad, via layar sentuh, atau menggunakan stylus yang tersedia langsung di panel.

Envy 30

 

Keyboard

Laptop menghidangkan papan ketik dengan keycap chiclet, memiliki panjang dan lebar 1,5-sentimeter pada tuts penting seperti angka dan huruf. Jarak key-travel-nya cukup pendek, menegaskan bahwa papan ketik ini diprioritaskan untuk kebutuhan mengetik. Pengalamannya sejauh ini sangat menyenangkan. Profilnya empuk namun kokoh, kemudian resistensinya konsisten. Jarak antar tombolnya pas, lalu layout-nya familier sehingga peluang salah ketik tetap kecil.

Envy 27

Backlight LED putih di sana bermanfaat ketika Anda harus bekerja di ruang dengan pencahayaan remang-remang. LED akan mati secara otomatis ketika keyboard tidak digunakan. Jika dipaksa mencari celah kelemahan, mungkin hal yang kurang saya sukai adalah, beberapa tombol mengeluarkan bunyi berdecit ketika ditekan – tentu ini bukanlah masalah besar.

Envy 28

 

Touchpad & wrist rest

HP Envy 13 x360 dilengkapi touchpad seluas 11×5,5-sentimeter. Komponen ini diposisikan tepat di tengah-tengah wrist rest, dimungkinkan karena ketiadaan numerical pad. Touchpad ditempatkan sedikit lebih rendah dari area palm rest dan mempunyai tekstur doff halus serupa permukaan tubuh laptop. Ia bisa membaca sentuhan dengan cukup presisi, namun responsnya sedikit di bawah ekspektasi saya. Selanjutnya HP menyembunyikan dua tombol utama di zona bawah touchpad.

Envy 31

 

Layar sentuh

Tak hanya menyederhakan navigasi, sistem multi-point touchscreen di HP Envy 13 x360 sangat membantu saya dalam bekerja karena peralihan antar window aplikasi atau tab browser jadi lebih simpel. Seperti smartphone, saya cuma tinggal melakukan swipe atas-bawah untuk menggunakan fungsi scroll up atau down.

Envy 11

Pengalaman pemakaian layar sentuh di laptop tidak betul-betul bebas dari kendala. Boleh jadi akibat update Windows 10 yang tengah berlangsung, swiping malah memidahkan saya ke window app lain. Untungnya, masalah ini sudah terselesaikan sekarang dan HP Envy 13 x360 telah kembali bekerja normal.

 

Pena digital di touchscreen

Bagi orang yang gemar mencorat-coret seperti saya, perpaduan antara pulpen digital, layar sentuh dan Windows Ink ialah berkah tersendiri. Berkat kombinasi semua elemen itu, stylus dan layar HP Envy 13 x360 sanggup mensimulasikan bagaimana alat tulis/gambar sesungguhnya bekerja. Panel mampu merespons setiap goresan secara berbeda, sewaktu kita menekan pena atau mencoret ringan. Selain itu, sistem juga dapat membedakan bagian tangan dengan stylus ketika Anda sedang asik menggambar.

Envy 23

Performa stylus cukup baik, namun secara personal saya lebih menyukai kinerja Samsung Galaxy Tab S4 karena lebih akurat dan responsif. Memang tidak sering, tetapi beberapa kali goresan stylus di display HP Envy 13 x360 tidak terdeteksi secara presisi, kadang tak terbaca atau malah terlalu pekat. Selain itu, saya perlu membiasakan diri dengan ‘licinnya’ ujung pena ketika menyentuh permukaan glossy.

Envy 24

Hasil corat-coretnya seperti ini:

Envy 1

 

Hardware

Berikut adalah daftar spesifikasi hardware dan software yang diusung oleh unit review ini:

  • Sistem operasi Windows 10 Home
  • Prosesor quad-core AMD Ryzen 5 3500U 14nm
  • Chip grafis AMD Radeon Vega 8
  • Memori RAM  dual-channel 8GB
  • Motherboard HP 85DE
  • Penyimpanan solid-state drive Samsung 512GB

Di Indonesia, Hewlett-Packard menyediakan dua opsi konfigurasi Envy 13 x360. Model lebih high-end-nya dipersenjatai prosesor Ryzen 7 3700U dan RAM 16GB. Komposisi hardware ‘varian standar’ sendiri sebetulnya sudah lebih dari cukup jika Anda membutuhkan perangkat komputasi portable untuk bekerja sekaligus menikmati film. Saya tidak menginstal game di laptop, tetapi saya cukup yakin pada kemampuan  Envy 13 x360 menangani permainan-permainan indie 2D populer semisal Celeste, Stardew Valley atau Dead Cells.

Envy 15

Pengujian hardware memang kurang terasa lengkap jika tak disertai benchmark. Untuk kebutuhan ini, saya menggunakan software PCMark 10 dan Cinebench R20. Lalu buat menghitung kemampuan grafisnya, saya memanfatkan Unigine Superposition. Hasil terbaiknya dapat Anda lihat di bawah.

 

PCMark 10

Envy 2

Envy 3

 

Cinebench R20

Envy 4

 

Unigine Superposition

Envy 5

Sebagai sumber tenaganya, HP mencantumkan baterai yang menjanjikan waktu pemakaian sampai 14 jam 30 menit. Di pengujian video full-HD non-stop, Envy 13 x360 sanggup bertahan melampaui batasan sembilan jam. Itu berarti Anda dapat menikmati empat sampai enam film berturut-turut tanpa perlu mencolokkan laptop ke sumber listrik.

Satu langkah desain HP yang saya rasa perlu diapreasiasi adalah penempatan speaker Bang & Olufsen. Karena speaker-nya diletakkan dan diarahkan ke atas, output jadi tidak tertutup ketika Anda sedang menggunakannya di atas pangkuan. Suaranya memang terdengar lantang, tapi minimnya ruang resonansi memang memengaruhi kapabilitas laptop dalam mengeluarkan bass yang menendang.

Envy 17

 

Kesimpulan

Diadopsinya prosesor Ryzen (dan teknologi AMD secara umum) oleh produk-produk komputasi portable premium menandai dimulainya periode transisi menarik. Berkatnya, laptop-laptop high-end kini bisa lebih mudah dijangkau khalayak. Kondisi tersebut juga memaksa kompetitor utama AMD untuk keluar dari zona nyaman mereka dan memberi penawaran yang tak kalah atraktif ke konsumen. Kehadiran chip AMD di Envy 13 x360 ialah kabar gembira buat semua orang.

Envy 19

Melihatnya secara keseluruhan, HP Envy 13 x360 ialah sebuah notebook ultra-thin dengan potensi skenario pemakaian sangat luas. Ia siap jadi rekan kerja Anda, wadah kreasi konten, serta platform hiburan mumpuni berkat dukungan mode pemakaian berbeda. Laptop ini menyajikan desain simpel yang elegan, kemudian faktor portabilitasnya juga tak kalah jempolan. Saya tidak ragu untuk merekomendasikannya ke siapapun yang menginginkan notebook premium dengan modal di bawah Rp 20 juta.

Envy 14

Tapi tetap saja ada sejumlah aspek yang menghalangi Envy 13 x360 buat menjadi solusi ‘ultimate‘. Buat saya koordinasi antara layar sentuh dan stylus seharusnya bisa lebih baik lagi, lalu saya tidak menyarankan untuk membelinya jika Anda bermaksud menghabiskan banyak waktu bermain game karena kinerja grafis 3D-nya tidak terlalu memuaskan.

HP Envy 13 x360 dengan Ryzen 5 dijajakan seharga Rp 15,5 juta, sedangkan varian Ryzen 7-nya dibanderol Rp 17,5 juta.

Envy 4

 

Sparks

  • Desain simpel dan menawan dengan build quality jempolan
  • Engsel putar memungkinkannya mendukung mode pemakaian berbeda
  • Stylus memberikan kesempatan bagi penggemar ilustrasi untuk bersenang-senang
  • Harga masuk ke kategori terjangkau

 

Slacks

  • Komposisi hardware-nya mungkin belum bisa memuaskan mereka yang menginginkan perangkat berkinerja tinggi
  • Koordinasi antara stylus dan layar seharusnya lebih baik lagi

 

[Review] Mouse Gaming Corsair M55 RGB Pro, Ketika Akurasi dan Kesederhaan Jadi Andalan

Gaming jadi semakin nyaman berkat tersedia begitu banyaknya aksesori pendukung: gamepad, keyboard, mouse, bahkan kursi khusus. Sayangnya, opsi periferal di PC jadi jauh lebih sedikit jika Anda terlahir kidal. Itu artinya, mau tak mau pengguna kidal harus beradaptasi dengan perangkat yang didesain untuk pengguna ‘normal’ atau menerima pilihan yang ada dengan lapang dada.

Pengguna setia Corsair mungkin juga memahami, faktor kenyamanan lah yang membuat perusahaan hardware PC asal Amerika itu menyediakan mouse berdesain ergonomis. Rancangan ini diterapkan baik untuk model entry-level, premium, hingga varian-varian terbaru. Namun ada kabar gembira jika Anda membutuhkan mouse berdesain ‘netral’. Corsair Components sudah menyiapkan satu lagi opsi esensial bernama M55 RGB Pro.

Corsair mendeskripsikan M55 RGB Pro sebagai mouse gamingmultigripambidextrous. Singkatnya, produk ini didesain agar fleksibel untuk digunakan oleh berbagai jenis gamer dan siap mendukung tipe genggaman berbeda: palm, claw ataupun fingertip. Penawaran ini terdengar menarik, tapi betulkah Corsair sudah menemukan satu desain ideal yang mampu menjawab seluruh kebutuhan user? Simak pembahasan lengkapnya setelah saya menguji M55 RGB Pro selama hampir dua minggu.

 

Presentasi produk dan desain

M55 RGB Pro disajikan secara sederhana. Mouse tersambung ke PC via kabel USB sepanjang 1,8-meter, dan bisa segera dideteksi oleh Windows 10 begitu Anda mencolokkannya. Meski demikian, M55 RGB Pro baru beroperasi maksimal jika Anda menginstal iCUE. Via software ini, Anda dapat mengakses seluruh fungsi mouse, termasuk mengutak-utik LED RGB-nya.

M55 4

Bahkan untuk ukuran tangan saya yang kecil, M55 RGB Pro tidak terlalu besar. Mouse memiliki dimensi 124,4×57,25×40 milimeter. Tubuhnya terbuat dari plastik dengan tekstur doff yang membantu meningkatkan daya cengkeram di jari. Selanjutnya, Corsair membubuhkan lapisan karet berpola segitiga pada sisi kiri dan kanan, demi memaksimal kendali dan sangat berguna ketika situasi menuntut kita membuat manuver-manuver presisi.

 

M55 12

Untuk memberikan gambaran mengenai fleksibilitas desain M55 RGB Pro, perlu Anda tahu bahwa saya mempunyai jari yang kecil dan terbiasa menggenggam mouse dengan postur ‘mencakar’. Kebiasaan ini membuat daya jangkau jari jadi lebih pendek lagi. Tapi berita baiknya, saya tidak pernah kesulitan menekan segala tombol yang ada di sana, termasuk dua thumb button di samping.

M55 9

Desainer Corsair turut mencantumkan lapisan karet berpola heksagonal pada scroll wheel, lalu menempatkan switch DPI di tengah, di area yang mudah dijangkau tetapi sangat kecil peluang untuk tak sengaja menekannya. Dua pasang thumb button di kiri dan kanan pada dasarnya dibaca sebagai tombol berbeda, dan Anda dipersilakan menentukan fungsinya secara manual di dalam permainan.

Mouse gaming Corsair M55 RGB Pro.

 

Pendekatan seperti ini beberapa beberapa kali sempat saya temukan di produk kompetitor (meskipun tidak sering), contohnya mouse MSI Clutch GM40 yang sama-sama menawarkan desain ambidextrous. Namun dilihat dari sisi fitur, Clutch GM40 sedikit lebih canggih karena ia mempunyai switch untuk menukar fungsi thumb button kiri ke kanan atau sebaliknya sehingga kita tidak perlu mengustomisasi secara manual. Kabar gembira buat Corsair, produk MSI itu belum tersedia secara luas di Indonesia.

M55 7

 

Menakar kualitas dan mengulik komponen

Menakar dari aspek harga, Corsair tampaknya menyiapkan M55 RGB Pro sebagai periferal kendali entry-level. Namun tak perlu cemas, sang produsen sama sekali tidak mengambil jalan pintas dalam pembuatannya. M55 RGB Pro mempunyai tubuh yang kokoh, penempatan komponen yang presisi, lalu hal terpenting adalah seluruh tombolnya terasa konsisten, baik pada dua tombol utama, scroll wheel, switch DPI maupun keempat thumb button-nya (total ada delapan).

M55 6

Jika sensor adalah mata dan switch menjadi jantungnya, maka Corsair boleh dibilang telah memilih ‘organ’ yang tepat dalam menyusun M55 RGB Pro. Mouse dibekali switch Omron yang menjanjikan daya tahan hingga 50 juta kali klik (minimal) serta dipersenjatai sensor optik spesialis gaming Pixart PAW3327. Varian ini kabarnya mampu membaca hingga 12.400-dots per inch dan punya polling rate (kemampuan mengirimkan info ke PC terkait posisi mouse dalam satu detik) sebesar 1.000Hz.

M55 13

Itu berarti, Corsair M55 RGB Pro pada dasarnya mempunyai spesifikasi internal high-end – meski ada kemungkinan kita tidak pernah betul-betul membutuhkannya atau menggunakan setting DPI setinggi itu. 1.000Hz sendiri maksudnya ialah, data dikirimkan 1.000 kali dalam satu detik, meminimalkan peluang kesalahan baca dan memaksimalkan akurasi. Perlu digarisbawahi juga bahwa putaran scroll wheel terasa kosisten dan stabil, tak pernah terasa lompat.

M55 3

Sempat saya singgung di atas, M55 RGB Pro tersambung ke PC via kabel berlapis kain braided, dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahannya. Kehadiran lapisan itu memang membuat kabel lebih kaku, tapi berita baiknya, tidak sekeras milik Rapoo VPro V25s. Ingat saja ketika ingin menyimpannya, Anda disarankan untuk menggulung kabel secara rapi dan tidak membuat gulungan terlalu kecil agar tak cepat rusak.

 

Kustomisasi via software iCUE

iCUE perlu terinstal di PC agar Anda bisa mengonfigurasi M55 RGB Pro lebih jauh. Prosedurnya cukup sederhana. Software ini dapat Anda unduh gratis di situs Corsair. Dan begitu terpasang, ia mampu mendeteksi semua komponen Corsair yang terpasang di sistem. Di PC saya, iCUE segera membaca keyboard K63 lawas andalan serta unit review M55 RGB Pro.

M55 RGB Pro 1

Ada empat hal bisa Anda lakukan via iCUE: merekam/men-setup macro, mengutak-atik pencahayaan pada logo Corsair di punggung, mengubah setting dan preset DPI lebih jauh, serta mengoprek kecepatan pointer. Semua aspek ini disuguhkan lewat user interface sederhana dan icon-icon yang mudah dimengerti, bahkan bagi pengguna awam. Di sana Anda dapat menambah dan menyimpan profile, serta membuang atau menduplikat setting yang ada.

M55 RGB Pro 2

Di bagian konfigurasi DPI, Corsair memasangkan enam buah preset dari mulai 400 (ideal bagi para penembak jitu) sampai 9.000, dan masing-masing telah diberikan kode warna. Tentu saja Anda bisa menentukan sendiri tingkat sensitivitasnya – termasuk mengakses 12.400DPI – serta mengubah warna lampu indikator. Untuk saya sendiri, 1.500 sudah cukup nyaman dan fleksibel dalam menangani berbagai jenis permainan action dan shooter.

M55 RGB Pro 3

 

Performa gaming dan pengalaman penggunaan

Dalam periode dua minggu ini, Corsair M55 RGB Pro saya gunakan setiap hari untuk bekerja dan bermain. Game action yang belakangan saya nikmati dengan cukup intens adalah Tom Clancy’s The Division 2, namun saya juga tidak lupa menguji kinerja mouse lewat judul-judul wajib bertempo cepat semisal Titanfall 2 dan Apex Legends. Saya bahkan menyempatkan diri bermain Sekiro: Shadows Die Twice berbekal M55 RGB Pro.

M55 RGB Pro 5

Corsair mencantumkan tiga mouse feet berbahan teflon di sisi bawah M55 RGB Pro – dua di depan dan satu berukuran lebar di belakang. Kehadiran mereka di mouse (terutama varian gaming) ialah ‘keharusan’, tapi tidak ada standar peletakkan feet yang pasti. Kabar gembira bagi Anda yang sedang mempertimbangkan buat membeli M55 RGB Pro: periferal ini sangat nyaman baik ketika dipasangkan dengan mouse mat berbahan kain maupun plastik.

M55 RGB Pro 6

Dari sesi tes bersama game-game di atas, saya sama sekali tidak menemukan masalah. Hanya butuh waktu sebentar saya untuk membiasakan diri dalam menggunakan M55 RGB Pro, terutama di Titanfall 2 karena permainan inilah yang bagi saya paling menuntut sensitivitas dan akurasi tinggi. Saya menyukai penempatan thumb button-nya: semuanya mudah terjangkau, tidak terlalu pendek ataupun menonjol, dan walau ditaruh secara merata, saya tetap bisa merasakan perbedaan antara tombol depan dan belakang.

M55 RGB Pro 4

Mungkin satu fenomena menarik selama proses tes adalah saya harus beradaptasi terhadap ringannya bobot M55 RGB Pro. Saya cuma butuh sedikit tenaga untuk mengangkat mouse – memakai jempol, jari manis dan kelingking. Hal ini memang membantu mobilitas dan repositioning, tapi pastikan Anda mengangkatnya lebih tinggi karena sensor optik di M55 RGB Pro tetap bisa membaca permukaan mousepad saat diangkat sejauh beberapa milimeter.

M55 RGB Pro 7

Baik di Apex Legends maupun The Division 2, M55 RGB Pro memudahkan saya buat melacak gerakan musuh, entah apakah mereka bergerak secara horisontal, vertikal maupun diagonal. Batasannya hanyalah refleks dan keakuratan tangan saya sendiri. Menurut saya, tracking ialah aspek paling menantang dalam first-person shooter dan tak akan optimal tanpa dibantu perangkat yang tepat.

M55 17

Saya belum bisa memastikan apakah M55 RGB Pro juga cocok untuk bermain game non-action karena belakangan saya lebih banyak menghabiskan waktu menikmati shooter. Saya menduga, untuk permainan-permainan RPG, MOBA ataupun MMO, kemungkinan besar Anda membutuhkan periferal dengan input lebih banyak. Saya sendiri kebetulan berhasil menamatkan Sekiro menggunakan mouse dan keyboard, dan semuanya tetap berjalan lancar saat saya menukar mouse lawas dengan M55 RGB Pro.

M55 15

 

 

Konklusi

Menakar dari seluruh fitur dan kapabilitas yang saya temukan di M55 RGB Pro, Corsair menyoba menawarkan kita sebuah periferal kendali fleksibel dengan fungsi-fungsi yang secara esensial dapat memengaruhi performa bermain. Dan dengan gembira saya katakan, Corsair berhasil melakukannya. Saya membayangkan bagaimana M55 RGB Pro tak hanya bisa bermanfaat bagi gamer hardcore, tapi juga jadi perangkat favorit para atlet esports FPS.

M55 5

Sekali lagi, desain ambidextrous M55 RGB Pro ialah kekuatan utamanya. Saya bukanlah gamer kidal, tapi saya sangat mengapresisasi kesederhanaan yang disajikan oleh produk ini. Mereka yang mendalami ilmu desain pasti setuju serta berpegang pada prinsip ‘form follows function‘, dan hal tersebut diwakilkan oleh M55 RGB Pro. Tidak ada satu aspek pada mouse yang tidak berguna. Bahkan pencahayaan RGB-nya pun tidak berlebihan.

M55 1

 

Namun untuk sebuah periferal berwujud simpel, saya merasa Corsair M55 RGB Pro dipatok di harga cukup premium (walaupun tidak setinggi M65 Elite). Produk dibanderol seharga hampir Rp 600 ribu, sekitar dua kali lipat Harpoon RGB wired. Tidak masalah jika Anda menginginkan mouse berdesain ambidextrous, tapi seandainya desain bukan jadi pertimbangan utama dan Anda lebih memprioritaskan konektivitas nirkabel, Anda bisa membeli Harpoon RGB Wireless dengan menabung sedikit lagi.

 

Sparks

  • Desain simpel, memprioritaskan fitur-fitur penunjang performa
  • Rancangan ambidextrous dengan dua pasang thumb button, cocok buat gamer kidal
  • Ringan, lalu penampilannya mendukung berbagai macam postur mencengkeram mouse
  • Mendukung DPI tinggi serta dibekali sensor optik gaming-grade high-end
  • Build quality memuaskan

 

Slacks

  • Hanya ditopang koneksi kabel
  • Tak banyak kustomisasi yang bisa dilakukan pada RGB
  • Harganya cukup mahal untuk mouse wired

 

[Review] Xiaomi Redmi Note 7, Tawarkan Spek Fantastis di Harga Ekonomis, Apakah Ada Kompromi?

Smartphone flagship adalah representasi sebuah brand, dan dalam berkompetisi, di kelas inilah para produsen mencantumkan segala macam teknologi mutakhir serta bereksperimen dengan fitur-fitur unik. Namun meski punya pengguna setianya sendiri, smartphone high-end belum bisa dijamah oleh sebagian besar konsumen. Dan sejujurnya, saya merupakan bagian dari kalangan ini.

Itulah alasannya mengapa saya sangat mengapresiasi merek-merek yang berupaya merevolusi smartphone-entry level. Beberapa dari mereka mencoba menawarkan kualitas dan kapabilitas handset premium di harga terjangkau. Dan jauh sebelum nama-nama populer memperkenalkan sub-brand-nya, waktu itu pilihan terbaik konsumen ialah brand yang mengkhususkan diri pada penyediaan smartphone terjangkau, misalnya seperti Asus dan Xiaomi.

Di segmen itu, seri Redmi Note dianggap sebagai pionir. Sejak dulu, varian ini selalu membuat sensasi lewat penawaran performa dan harga yang begitu fantastis. Ditakar dari spesifikasi, seharusnya produk dibanderol di harga lebih mahal. Namun situasi ini selalu menimbulkan pertanyaan: apa yang dikorbankan oleh produsen demi menekan Redmi Note semurah mungkin? Hal inilah yang ingin coba saya ulik.

Redmi Note 7 36

 

Presentasi

Presentasi produk adalah aspek yang telah lama jadi perhatian utama Xiaomi, terlepas dari mahal-murahnya harga perangkat yang mereka patok. Bertahun-tahun silam, saya ingat bagaimana vice president (saat itu) Hugo Barra mengungkapkan betapa telitinya perusahaan dalam melakukan pengecekan mutu, misalnya menggunakan tetesan air buat memastikan body terpotong mulus. Saya tidak tahu apakah prosedur tersebut tetap diterapkan hari ini, namun penyajian Redmi Note 7 sama sekali tidak mengecewakan.

Redmi Note 7 17

Redmi Note 7 23

Redmi Note 7 adalah smartphone berlayar 6,3-inci yang dibekali fitur fotografi sensasional. Ia memanfaatkan setup dual camera dan salah satunya dilengkapi sensor ’48Mp’. Unit review ini mempunyai tubuh berwarna neon pink/lavender dengan gradasi ungu ke merah rose di sisi belakang. Penggunaan gradasi warna belakangan memang populer, biasanya diaplikasikan pada produk-produk kelas menengah hingga premium.

Redmi Note 7 28

Redmi Note 7 29

Sejumlah aspek diusung secara tradisional, namun elemen desain lainnya boleh dikatakan sudah memenuhi standar modern. Smartphone telah memanfaatkan notch ‘dot drop‘ untuk memaksimalkan rasio layar ke tubuh – tercatat mencapai 81,4 persen. Dari pengamatan saya, konstruksi body-nya tersusun dari logam dan plastik, dipadu lapisan kaca di punggung. Ada lis plastik hitam menyambungkan area tubuh dan display, lalu sensor sidik jari diposisikan strategis sehingga mudah digapai telunjuk.

Redmi Note 7 22

Tubuh glossy, lapisan kaca, serta warna mentereng memang membuat Redmi Note 7 tampil mewah (dan sedikit feminin untuk selera saya), namun pendekatan ini memang punya efek samping. Hanya butuh waktu sebentar baginya untuk mengumpulkan minyak dari tangan dan bekas sidik jari. Lalu kamera dengan megapixel begitu besar juga memiliki dampak negatif sendiri, yaitu modul yang menonjol.

Redmi Note 7 33

Redmi Note 7 20

Bagian modul kamera bahkan tetap menjendul ketika soft case dipasang (dibundel dalam paket penjualan). Baringkan perangkat di permukaan rata, dan ia tampak miring. Dan terlepas dari penggunaan notch dot drop dan tombol navigasi utama yang diintegrasikan di layar, bingkai tetap terlihat tebal – dan adanya area ‘dagu’ menonjolkan kesan tersebut.

Redmi Note 7 31

 

Kualitas

Kabar baiknya, saya tidak menemui kompromi pada aspek kualitas produk. Dalam pemakaian selama beberapa minggu, semua bagian Redmi Note 7 bekerja semestinya: tiap tombol fisik terasa konsisten, dan tak ada distorsi pada layar LCD ketika body ditekan dari samping atau belakang. Potongan tubuhnya dibentuk secara presisi, tidak ada gap yang mengkhawatirkan. Mereka yang kurang familier dengan merek Xiaomi mungkin akan kaget, tingginya mutu ini dapat diperoleh di harga sangat terjangkau.

Redmi Note 7 32

Redmi Note 7 dibekali layar IPS kapasitif beresolusi 1080x2340p dengan rasio 19,5:9 dan bagian ujung membundar, yang kemudian dilapisi oleh Corning Gorilla Glass 5. Kualitas panel sentuh ini cukup baik di kelasnya, mampu menghasilkan output yang tajam, cerah (tingkat keterangan maksimal kira-kira di 560-lux) dan mampu menyajikan warna secara merata. Lebih teliti lagi, saya menemukan adanya area gelap di bagian pojok layar dekat notch – baru benar-benar terlihat jika display menampilkan warna putih.

Redmi Note 7 18

Redmi Note 7 19

 

Hardware & kinerja

Selain desain mewah dan angka raksasa yang mengindikasikan besarnya sensor kamera, komposisi hardware merupakan salah satu nilai jual utama Redmi Note 7. Di sana Xiaomi mencantumkan system-on-chip Qualcomm Snapdragon 660 berisi prosesor octa-core (Kryo 260 4×2,2GHz plus Kryo 260 4×1,8GHz) dan GPU Adreno 512. Unit review ini menyimpan RAM sebesar 4GB dan memori internal 64GB. Teorinya, susunan komponen tersebut sudah lebih dari cukup buat menjalankan mayoritas aplikasi, termasuk game-game populer.

Redmi Note 7 15

Dalam uji coba benchmark, Redmi Note 7 memperlihatkan skor yang cukup menjanjikan: 139186 di AnTuTu, 6147 di PCMark Work 2.0, dan masing-masing 1990 serta 1276 di 3DMark Sling Shot dan Sling Shot Extreme. Namun tentu saja angka-angka tersebut tidak merepresentasikan kinerja device di dunia nyata. Untuk mengetahui secara lebih pasti, smartphone saya tes pula dengan dua permainan yang mewakilkan genre berbeda: Asphalt 9 Legends dan PUBG Mobile.

Redmi Note 7 16

 

Asphalt 9 Legends berjalan lancar di setting grafis default, namun mutu visualnya memang kurang tajam dan pinggir objek tampak bergerigi. Lewat menu, kita bisa memilih opsi grafis yang lebih baik. Dan cukup mengejutkannya, hal tersebut hampir tidak berdampak pada frame rate. Saya juga tidak merasakan adanya stuttering atau penurunan FPS secara signifikan ketika permainan menampilkan banyak objek bersamaan. Sedikit kendala yang saya sempat saya rasakan adalah, game ini beberapa kali crash.

Redmi Note 7 4
Low.
Redmi Note 7 12
Max.

Di PUBG Mobile, permainan segera merekomendasikan pilihan grafis medium sebelum dimulai. Kualitas visualnya memang jauh dari versi PC/console, dengan tekstur karakter dan objek yang kurang halus plus fenomena objects popping in secara tiba-tiba, tapi setidaknya ia tersuguh mulus tanpa kendala. (Pengujian Redmi Note 7 via PUBG Mobile mengingatkan kembali mengapa saya kurang suka bermain game di perangkat bergerak – layarnya sempit dan kendalinya kurang intuitif.)

Redmi Note 7 9

Redmi Note 7 10

Perlu diketahui bahwa mengakses game 3D akan meningkatkan temperatur perangkat dalam waktu cukup singkat. Kabar baiknya, suhu tidak melewati batasan kewajaran.

Redmi Note 7 memanfaatkan baterai Li-Po 4000mAh sebagai sumber tenaganya. Dalam proses pengisian ulang, smartphone ditunjang oleh teknologi Qualcomm Quick Charge 4. Namun uniknya, produk dibundel bersama charger standar.

Redmi Note 7 34

 

MIUI

Redmi Note 7 mengusung sistem operasi mobile Android 9.0 Pie dengan overlay MIUI 10. Versi terbaru antarmuka buatan Xiaomi itu kabarnya didesain untuk memaksimalkan pengalaman pemakaian smartphone ‘berlayar penuh’. Ia mampu membaca lebih banyak gerakan jari, dirancang agar segala notifikasi dan detail informasi lebih terekspos, serta memastikan aplikasi-aplikasi yang diinstal dapat meluncur lebih cepat.

Redmi Note 7 21

Bagi saya, bagian terbaik dari MIUI terletak pada sederhananya interface serta pengelolaan aplikasi yang begitu intuitif. Semua app ditempatkan di satu lapis menu tanpa ada app tray sekunder, dan Anda yang tak menyukai kehadiran shortcut tidak perlu repot membuangnya dari menu utama. Untuk menyatukan sejumlah app di satu folder, kita hanya tinggal melakukan drag and drop icon. Memindahkan icon aplikasi ke halaman berikutnya juga sangat mudah karena kita tinggal menekannya, lalu men-swipe page dengan jari lain.

Redmi Note 7 37

Tetapi satu hal menarik akan Anda temui begitu membuka sejumlah folder ataupun aplikasi bawaan Xiaomi. Silakan tap folder ‘More apps’ dan Anda akan segera melihat ‘promoted apps‘ di area bawah. Lalu coba masuk atau gunakan File Explorer, Cleaner atau Music. Kemungkinan besar Anda akan disodorkan iklan secara acak (saya disuguhkan Tokopedia dan Black Desert Online) ketika Redmi Note 7 tersambung ke internet. Kehadiran iklan memang bukan masalah besar, tapi mungkin menyebalkan buat sebagian orang.

Redmi Note 7 39

Mungkin ini merupakan salah satu kompensasi yang harus kita terima dengan membayarkan uang begitu kecilnya untuk sebuah smartphone berspesifikasi cukup tinggi.

 

Fotografi

Saya tidak menyangka mengukur kapabilitas kamera Redmi Note 7 menjadi hal yang menantang. Di sesi hands-on, rekan saya Lukman sempat menyampaikan bahwa smartphone ini dibekali sensor Samsung ISOCELL Slim GM1 48Mp, tetapi akan secara otomatis menghasilkan resolusi 12Mp (3000x4000p) di mode auto atau ketika AI diaktifkan. Xiaomi menjelaskan, teknologi ‘Super Pixel 4-in-1’ bertugas menggabungkan empat pixel untuk meningkatkan sensitivitas cahaya.

Redmi Note 7 26

Untuk memperoleh hasil jepretan berukuran 48-megapixel, yang perlu Anda lakukan ialah men-switch mode ke Pro (manual), lalu tap icon 48Mp di bagian atas. Beberapa fitur lain juga bersembunyi di mode berbeda – misalnya efek kedalaman (bokeh) yang terdapat di opsi Portrait. Seperti klaim Xiaomi, megapixel maksimal memang efektif untuk menyerap cahaya sebanyak-banyaknya. Foto-foto yang saya ambil beberapa menit sebelum matahari terbenam tetap bisa menunjukkan detail meski saat itu ruangan hanya diterangi satu lampu LED.

Redmi Note 7 25

Namun terlepas dari apakah Redmi Note 7 betul-betul ditopang sensor 48-megapixel sejati atau interpolasi, mutu gambar tetap bergantung pada asupan cahaya. Kamera baru bekerja optimal di bawah sinar matahari. Jika kurang, hasil jepretan yang muram dan kelabu sulit dihindari. Pengambilan foto di tempat temaram mengekspos begitu banyak grain khususnya di zona gelap atau gradasi, dan sejujurnya, kualitasnya tidak begitu berbeda seperti foto 12Mp. Ukuran gambar lebih besar hanya memberikan ruang untuk men-zoom lebih jauh, tapi tidak terlalu efektif dalam menyembunyikan noise.

Redmi Note 7 27

Di sana memang tersedia pilihan mode fotografi malam, namun tak ada teknologi rahasia yang membuat foto jadi terlihat istimewa. Saat tombol shutter ditekan, smartphone butuh waktu beberapa saat untuk memproses gambar serta meminta kita agar tidak bergerak. Lalu berdasarkan pengalaman saya, diaktifkannya AI di mode auto juga tidak begitu mendongkrak kualitas, malah menciptakan efek berbayang pada objek bergerak: bukannya blur, jari malah terlihat lebih banyak.

Redmi Note 7 24

Mode bokeh-nya sendiri terbilang memuaskan, bekerja menggunakan algoritma serta bantuan sensor sekunder 5-megapixel. Ketika dinyalakan, Redmi Note 7 akan mengingatkan kita untuk berdiri sekitar dua meter dari objek. Kombinasi antara kamera dan software cukup baik dalam memisahkan individu-individu yang jadi target foto dan latar belakang, walaupun kadang pemotongannya kurang akurat di area berwarna gelap.

Untuk kebutuhan swafoto, Redmi Note 7 mengandalkan kamera depan 13Mp f/2.2, 1.25µm plus flash LED. Karakteristiknya mirip seperti kamera depan smartphone dengan rentang harga Rp 2-3 jutaan, yang sekali lagi kualitasnya bersandar pada intensitas cahaya. MIUI 10 memberikan kita keleluasaan buat menggunakan efek beautify serta bermain-main untuk membuat pipi lebih tirus atau membesarkan ukuran mata.

Redmi Note 7 19

Di ranah videografi, kamera utama smartphone mampu merekam video full-HD hingga 120fps, dan disertai fitur-fitur seperti time lapse dan slow motion. Lalu via kamera depan, Anda dipersilakan untuk membuat video beresolusi 1080p di 30fps. Lewat pengujian di siang hari di dalam rumah, saya masih bisa melihat jelas noise di area-area gelap.

Sampel foto kamera utama bisa Anda lihat di bawah:

 

Verdict

Pengalaman panjang Xiaomi meramu smartphone entry-level membuat mereka mengetahui hal-hal apa saja yang bisa mencuri perhatian ‘konsumen peduli budget‘. Di momen pengungkapan Redmi Note 7, banyak jurnalis lokal terkejut melihat rasio harga dengan hardware. Tetapi tentu, pengujian langsung memperlihatkan adanya sejumlah aspek di smartphone yang belum mencapai ekspektasi – terutama di sisi imaging serta branding ’48Mp AI Dual Camera’.

Redmi Note 7 30

Namun saya tak bilang bahwa performa fotografi Redmi Note 7 tidak baik. Sebaliknya, ia boleh jadi merupakan satu dari sedikit smartphone dengan fitur kamera terunik yang bisa Anda miliki di bawah harga Rp 2 juta. Saya rasa cukup sulit bagi merek lain buat mencapai rekor ini. Dan kita juga perlu mengapresiasi besarnya perhatian Xiaomi terhadap spesifikasi, desain serta kualitas produksi – dan produsen dapat melakukan semua itu tanpa mengambil jalan pintas.

Xiaomi Redmi Note 7 sudah bisa Anda beli secara resmi di Indonesia. Produk dijual seharga Rp 2 juta kurang seribu rupiah.

 

Sparks

  • Hardware mumpuni, dijajakan di harga ekonomis
  • Desain menarik dengan warna tubuh gradasi
  • Kualitas produk memuaskan
  • Penuh dengan fitur dan kelengkapan ala smartphone high-end
  • UI yang intuitif

 

Slacks

  • Performa kamera tidak sebaik ekspektasi
  • MIUI 10 penuh dengan iklan
  • Tak ada NFC
  • Charger sepertinya belum mendukung quick charging, Anda harus membeli aksesori third-party

[Review] Metro Exodus, Simulasi Post-Apocalypse Dengan Pesona Khas Rusia

Tak sampai setengah jam lalu, sampan Artyom diserang dan dijungkirbalikkan oleh ikan lele seukuran paus. Dan kini ia harus menghadapi udang raksasa ganas, sembari berkutat dengan senapan serbunya yang macet. Seperti inilah serba-serbi hidup di dunia post-apocalypse. Tema tersebut memang tak asing buat kita, namun seri Metro merupakan satu dari sedikit franchise yang betul-betul mengedepankan elemen action, penyajian cerita, dan survival.

Metro Exodus adalah game ketiga di seri shooter yang diadaptasi dari novel tulisan Dmitry Glukhovsky, Metro 2033. Ketika sang penulis mengalihkan fokusnya pada karakter baru di buku kedua (Metro 2034), developer 4A Games memutuskan untuk tetap menitikberatkan narasi pada Artyom dan memodifikasi judul permainan keduanya jadi Metro: Last Light, dan Metro Exodus sebagai penerusnya.

4A Games ialah studio asal Ukraina, didirikan 13 tahun silam oleh sejumlah mantan jebolan tim GSC Game World yang dahulu menggarap franchise S.T.A.L.K.E.R. Dalam kiprahnya, kedua franchise mengambil arahan berbeda. Ketika S.T.A.L.K.E.R. menyuguhkan dunia open world tulen, Metro mengusung struktur linier, lebih condong pada narasi, dan menonjolkan gameplay stealth. Namun ada perubahan desain di Exodus sehingga membuat Metro jadi lebih menyerupai sepupu jauhnya itu.

Simak ulasan lengkapnya:

 

Rusia setelah perang nuklir

Sesi pembuka permainan disajikan lewat cara familier. Begitu Anda mengklik tombol new game, Artyom sebagai tokoh utamanya akan menceritakan kisah singkat bagaimana miliaran orang tewas akibat perang nuklir dan puluhan ribu jiwa yang ‘beruntung’ terjebak dalam lorong-lorong kereta api bawah tanah. Mereka harus melanjutkan peradaban tanpa sinar matahari karena daerah permukaan yang terpapar radiasi.

ME 1

Untuk menjelajahi reruntuhan Moskow, orang harus mengenakan baju penutup lengkap dan masker karena udara sangat berbahaya. Filter harus diganti secara berkala. Terpapar sedikit saja, radiasi akan masuk ke dalam darah. Kemudian selain radiasi, permukaan dipenuhi oleh mutan dan anomali mematikan (hati-hati dengan bola petir). Namun gorong-gorong bawah tanah juga menyimpan bahayanya sendiri. Bukan peradaban manusia namanya jika tidak dipenuhi konflik dan perang saudara, terutama ketika tak ada lagi aturan hukum yang jelas.

ME 6

Demi menjaga keamanan dan menanggulangi bahaya serangan bandit serta monster, pemerintah darurat kota bawah tanah Polis membentuk badan Rangers of the Sparta Order. Para Rangers terdiri dari prajurit berpengalaman dan paling mematikan, dan Artyom merupakan anggotanya.

ME 9

Metro Exodus dapat dinikmati tanpa perlu menyelesaikan dua permainan terdahulu. Meski begitu, saya sangat menyarankan Anda untuk memainkan 2033 dan Last Light agar lebih bisa memahami kondisi dunia tempat Artyom tinggal. Dua game ini sempat di-remaster untuk platform current-gen, diberi label ‘Redux’ dan ditawarkan di harga murah meriah.

ME 2

 

Antara tradisi dan inovasi

Dalam bertahan hidup, pemahaman Anda terhadap dunia Metro sangat penting. Seperti di dua permainan sebelumnya, Exodus hampir tidak memiliki HUD. Segala macam informasi disampaikan secara langsung – lewat meteran, timer dan indikator yang terpasang di seragam Ranger. Game juga akan memberikan tanda-tanda lain jika ada sesuatu yang tidak wajar: sensor segera berderak ketika Artyom berada di kawasan dengan radiasi tinggi, dan ia akan terbatuk-batuk jika filter di masker tak lagi bekerja.

ME 3

Namun bersamaan dengan penyajian dunia yang lebih terbuka, beberapa hal harus berubah. Dahulu, seri Metro memanfaatkan sebuah sistem mata uang unik. Segala komoditas di sana bisa dibeli dengan menukarkan amunisi kelas militer. Sedangkan untuk bertahan diri, orang membuat amunisi dari bahan-bahan yang ada. Di saat-saat genting, kondisi ini akan menyodorkan dilema buat pemain: amunisi kelas militer lebih efektif buat menumbangkan lawan, tapi rela-kah Anda menggunakannya?

ME 7

Di Metro Exodus, mata uang berbasis amunisi digantikan oleh sistem crafting. Ada dua jenis sumber daya esensial di sini, ditandai dengan icon botol kimia dan gear. Keduanya tersebar di berbagai tempat, misalnya di dalam bangunan, kendaraan yang ditinggalkan, ataupun mayat manusia. Dengan dua item itu Anda bisa menciptakan beragam hal yang dibutuhkan, misalnya amunisi, filter, obat, hingga buat meng-upgrade baju pelindung.

{"DRSAppName" : "", "DRSProfileName" : "Desktop"}

Crafting bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan ransel yang Artyom bawa atau via meja kerja (workbench). Tas hanya memungkinkan Anda menciptakan medkit dan filter serta mengubah aksesori senjata; sedangkan berbekal workbench, Anda bisa crafting dan membersihkan senjata secara lebih leluasa. Seperti di RDR2, semakin kotor kondisi senapan, maka ia jadi kurang efektif dan sering kali macet. Degradasi tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya karena digunakan terus-menerus atau terkena cipratan lumpur.

ME 22

Upgrade dan kustomisasi adalah salah satu bagian terbaik di Metro Exodus. Hampir semua senjata bisa dimodifikasi agar sesuai dengan gaya bermain Anda. Ambil contohnya Ashot. Tanpa aksesori, ia tersaji sebagai pistol berpeluru shotgun.  Ashot bisa dipasangkan popor agar lebih stabil atau diberi laras kedua sehingga dapat merumahkan dua peluru. Alternatifnya, laras bisa diganti dengan tipe peredam, dan Anda mendapatkan pistol siluman jarak dekat mematikan.

ME 13

Favorit saya sendiri adalah senapan angin Tikhar. Pemakaiannya memang sedikit rumit: ada harus mengawasi jumlah peluru serta tekanan angin, dan memompanya jika diperlukan. Namun ia sempurna untuk menumbangkan musuh secara sembunyi-sembunyi karena tidak berisik saat ditembakkan.

ME 4

Aspek lain yang sangat saya apresiasi karena senada dengan tema survival adalah bagaimana Exodus sukses membuat pemain selalu merasa was-was. Game bisa di-pause, tetapi permainan tetap berjalan ketika Anda mengeluarkan peta, mengecek misi, atau sedang crafting. Hal ini memaksa kita untuk tidak pernah membuang-buang waktu serta selalu ingat buat memastikan keamanan di sekitar sebelum mengutak-atik senjata atau meramu amunisi.

ME 24

 

Pesona pasca-bencana

Metro Exodus ialah salah satu game tercantik yang bisa Anda nikmati saat ini. Bahkan tanpa dukungan GPU berteknologi ray tracing, permainan mampu menyajikan visual yang mencengangkan. 4A Games berhasil meracik aspek atmosfer dengan begitu optimal, sehingga pemain seperti betul-betul dibawa ke Rusia era pasca-perang nuklir. Dan itu semua akan Anda dapatkan setelah Artyom dan kawan-kawan meninggalkan Moskow dan tiba di kaki pegunungan Ural.

ME 14

Di satu titik dalam permainan, para Rangers berhasil memperoleh lokomotif dan menyadari bahwa lingkungan terbuka punya kadar radiasi yang lebih rendah, memungkinkan mereka menghirup udara segar tanpa masker. Meski demikian, alam liar tetap menyimpan berbagai bahaya. Seperti saat berada di terowongan bawah tanah, ancaman datang dari monster serta sesama manusia. Dan bertahan hidup jadi lebih sulit karena indahnya alam berpotensi memecah perhatian Anda.

ME 11

Dunia dan tiap objek di Metro Exodus diracik dengan penuh ketelitian: karat pada bangunan dan bekas kendaraaan di tengah-tengah hamparan salju, bunyi langkah kaki di atas genangan lumpur, sinar matahari di sela-sela awan, turunnya jarak pandang akibat badai petir, dan saya sangat menyukai efek partikel seperti salju dan tetesan air hujan yang mengenai wajah Artyom. Tema low-tech terasa begitu kental di segala hal berkat tangan dingin 4A Games dalam menggarap detail, dari mulai senjata rakitan hingga baterai senter yang harus diisi secara manual.

ME 21

Sekali lagi, hampir semua elemen visual di dunia Metro punya kaitan pada gameplay. Misalnya, cipratan tanah (atau darah) di masker bisa mengganggu penglihatan, dan Anda dapat mengelapnya; kaca di masker bisa rusak akibat serangan lawan, ditandai oleh munculnya retakan, dan Artyom dapat memperbaikinya; kemudian saat kadar radiasi terlalu tinggi, Anda mulai melihat bintik-bintik cahaya hijau. Dipadu dengan sistem cuaca dinamis serta perputaran siang dan malam, game jadi lebih menantang sekaligus mengasikkan.

ME 29

Stealth kembali memegang peranan penting di Metro Exodus, dan di sini perputaran siang dan malam membuatnya sangat menarik. Untuk memudahkan Anda mengendap-endap, seragam Rangers Artyom dibekali indikator visibilitas. Jika lampu menyala, maka musuh dapat melihat Anda. Kondisi tersebut memengaruhi permainan serta memaksa pemain buat beradaptasi. Musuh manusia lebih mudah melihat Artyom selama ada cahaya matahari, dan mereka akan beristirahat di malam hari. Kendalanya, mutan dan monster jadi lebih ganas saat matahari terbenam.

ME 30

Tak seperti mayoritas game shooter, amunisi sangat terbatas dan jadi komoditas berharga di Metro Exodus. Anda memang bisa membuatnya sendiri, tapi itu berarti Anda harus mengorbankan material-material crafting yang berharga. Mungkin ada amunisi atau bahan-bahan berguna yang dijatuhkan oleh para bandit, namun tidak ada untungnya membunuh monster selain buat mempertahankan diri.

ME 25

Sering kali lebih bijaksana bagi Artyom untuk menghindar ketimbang melakukan konfrontasi. Dan jika selalu waspada dan tidak bermain terlalu terburu-buru, kemungkinan besar Anda akan menemukan jalan pintas atau pintu masuk tersembunyi.

ME 16

”Lalu seberapa terbuka-kah Metro Exodus?” inilah pertanyaan yang banyak diajukan orang. Pada dasarnya, Exodus bukanlah permainan open world sekelas Fallout 4 atau Mad Max. Ketika sebuah episode telah berakhir, musim akan berubah, dan Anda tidak bisa kembali ke tempat tersebut (kecuali dengan mengulang chapter). Walaupun begitu, masing-masing lokasi mempunyai skala sangat besar, dan eksplorasi sangat dianjurkan. Ada banyak hal menarik bisa ditemukan dan side quest yang dapat dikerjakan di sana.

ME 23

Satu saran lagi dari saya ialah, mainkanlah Metro Exodus di bahasa Rusia karena percakapan lebih terdengar natural. Anda tetap bisa mengaktifkan subtitle, baik saat dialog maupun untuk menerjemahkan tulisan-tulisan Cyrillic. Opsi bahasa Inggris memang ada, tetapi akses Rusianya terasa terlalu dipaksakan. Lagi pula ada pepatah tua mengatakan, ‘di mana Bumi dipijak, di sana langit dijinjing’. Metro Exodus ialah game kreasi developer Slavik, sudah semestinya kita menghargai budaya mereka.

ME 8

 

Yin dan yang

Satu aspek yang membuat dua permainan terdahulu unik adalah sistem karma tersembunyi. Buat mendapatkan ending baik, ada aktivitas-aktivitas tertentu yang harus Anda lakukan. Kemudian Anda sangat direkomendasikan untuk tidak menumpahkan darah. Sistem ini disederhanakan di Metro Exodus. Game kembali memperkenankan kita untuk mengalahkan musuh tanpa perlu membunuh. Jika jumlah mereka berkurang, kadang lawan akan menyerah serta membuang senjatanya. Langkah Anda selanjutnya akan memengaruhi karma: dibunuh atau sekadar dibuat pingsan?

ME 10

Mengerjakan side quest, membebaskan penduduk, atau sekadar menurunkan senjata dan tidak menodongkannya pada warga saat berdialog juga membantu memberikan Artyom poin positif. Misi-misi sampingan di Exodus tidak ditulis di memo, dan item yang berhubungan dengannya kadang tersembunyi di suatu lokasi. Itu artinya Anda harus selalu awas dan memastikan telah menggeledah suatu tempat secara menyeluruh.

ME 28

 

Mutan versus bug

Dengan begitu banyaknya hal yang Metro Exodus coba suguhkan, permainan shooter semi-sandbox ini tidak benar-benar bebas dari bug dan glitch. Dalam beberapa puluh jam bermain, saya menemui sejumlah kendala seperti musuh yang bisa menembus jeruji besi serta menyangkut di tembok. Saya juga mengalami dua kali crash to desktop, lalu game menyarankan saya untuk masuk ke safe mode.

ME 26

Kabar baiknya, sejauh ini tidak ada masalah yang menyebabkan Metro Exodus jadi tak bisa dimainkan. Versi PC-nya berjalan lancar dengan setting ultra dan opsi resolusi 1080p di sistem berprosesor Intel Core i7-6700HQ, 16GB RAM dan kartu grafis Nvidia GeForce GTX 1070.

ME 15

Satu kekurangan lain yang cukup mengecewakan ialah rendahnya tingkat intelektualitas lawan. Kadang, beberapa mutan cukup pintar untuk bersembunyi dan menyerang sewaktu Artyom lengah. Monster udang raksasa akan menembakkan racun, sedangkan humanimal (mirip feral ghoul di Fallout) mampu melempar batu. Tapi musuh manusia tidak terlalu pintar. Mereka tidak melakukan pemeriksaan secara agresif ketika tahu ada penyusup, bahkan musuh tidak mencoba mengejar atau menyergap saat melihat saya.

ME 32

 

Verdict

Terlepas dari sejumlah kekurangan itu, saya tidak segan buat merekomendasikan Metro Exodus bagi setiap penggemar shooter. Exodus memberikan angin segar di tengah pasar yang saat ini disesaki oleh game-game FPS multiplayer dan battle royale. Dan walaupun beberapa judul blockbuster turut mengusung tema post-apocalypse (misalnya Far Cry New Dawn atau Rage 2), ada banyak elemen unik yang membuat Exodus istimewa: narasi dan latar belakang cerita yang menarik, dikombinasi dengan aksi tembak-menembak seru, eksplorasi, misteri, dan gameplay stealth menegangkan.

ME 31

Meski boleh dikatakan sebagai versi terbaik, satu faktor yang membuat banyak orang ragu membeli Metro Exodus di PC adalah ia tidak dijual di Steam, dan hanya bisa didapatkan di Epic Games Store. Efeknya, Ecodus dijajakan tanpa penyesuaian harga dan Anda harus mengeluarkan uang lebih dari Rp 730 ribu hanya untuk memperoleh edisi paling standar. Ada dua alternatif atas keadaan ini: tunggu hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menguat, atau tunggu hingga tanggal 15 Februari 2020 ketika Metro Exodus akhirnya dirilis di Steam.

Pertanyaannya, bersediakah Anda menanti begitu lama?

Sparks

  • Visualnya sangat indah dengan efek atmosfer memukau
  • Menyajikan pengalaman shooter memuaskan
  • Dunianya sangat luas, ada banyak tempat yang bisa dijelajahi dan misteri untuk dipecahkan
  • Saat ini tak banyak game shooter yang betul-betul didedikasikan pada aspek cerita dan single-player
  • Dibekali mode foto dengan beragam perkakas untuk memudahkan Anda mendapatkan screenshot terbaik

 

Slacks

  • Baru bisa dibeli di Epic Games Store, harganya kurang bersahabat
  • Tidak bebas dari bug dan glitch
  • AI semestinya bisa lebih pintar lagi
  • Pemain tidak dapat kembali ke lokasi sebelumnya, hanya bisa mengulang chapter

[Review] Corsair K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire, ‘Ratu’ di Kelas Gaming Keyboard Premium

Di ranah gaming gear, inovasi dan eksperimen tak selamanya memperoleh respons positif. Bayangkan saat kita sudah terbiasa menggunakan sebuah periferal, namun versi barunya punya rasa berbeda. Boleh jadi, hal tersebut hanya akan memancing keluhan user. Mungkin inilah mengapa Corsair K70 RGB Mk. 2 Rapidfire lebih terasa seperti penyempurnaan sekaligus alternatif, bukan pengganti.

Dalam meracik versi Mark 2 ini, upgrade diterapkan secara minor atas dasar pemikiran, ‘untuk apa memperbaiki sesuatu yang tak rusak’. Lewat K70 RGB Mk.2 SE, perusahaan hardware asal Fremont ini menawarkan lebih banyak variasi opsi switch mekanis. Huruf SE ialah kependekan dari Special Edition, menandai penggunaan warna berbeda. Ketika gaming gear Corsair identik dengan hitam, K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire didominasi tubuh cerah.

Corsair Indonesia sebetulnya telah lama meminjamkan K70 RGB Mk.2 SE pada DailySocial, bersama set PC ‘iCUE Ready’, namun baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan buat bercengkerama bersamanya secara lebih personal. Sejatinya, K70 RGB Mk.2 SE tidak terlalu berbeda dari sang pendahulu, dan membawa segala kelebihan serta kekurangannya.

K70 2

Seperti biasa, selama sesi pengujian saya gunakan periferal ini untuk mengetik dan bermain, khususnya game-game action. Simak ulasan lengkapnya di sini.

 

Presentasi produk

Penyajian K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire berkiblat pada desain keyboard tradisional yang terpercaya. Begitu dikeluarkan dari bungkusnya, Anda akan segera berjumpa dengan papan ketik full size tebal berbobot. Perangkat tersambung ke kabel braided tebal sepanjang 1,8-meter bercabang dua. Anda perlu mencolokkan kedua connector USB-nya ke port agar keyboard bisa bekerja sempurna.

K70 6

Sesuai namanya, K70 Mk.2 edisi spesial ini punya perbedaan distingtif dari sisi estetika dari versi standar. Di sana, produsen memilih untuk mengimplementasikan pemakaian warna putih, abu-abu cerah dan perak. Tuts-nya putih, pelat aluminium di bawahnya tidak dicat dan menampilkan warna keperakan asli dengan finishing brushed, lalu chassis dan wrist rest detachable-nya mengusung warna abu-abu cerah.

K70 16

Bagi saya, penampilan K70 RGB Mk.2 SE merupakan kombinasi dari tema futuristis dengan konsep utilitarian. Desainnya menarik, dihias lengkungan-lengkungan stylish, tapi tak berlebihan. Warna-warna cerah juga membuatnya lebih ‘netral’. Ia bisa lebih mudah disandingkan bersama PC minimalis di ruang kerja, serta berpeluang menarik hati kaum Hawa – terlepas dari apakah mereka gamer atau bukan.

K70 5

Begitu disambungkan ke PC, kita akan segera sadar bahwa pemakaian warna cerah lebih efektif dalam menonjolkan pencahayaan RGB. Warna hitam punya sifat menyerap cahaya, membuat kecerahan LED jadi teredam. Sebaliknya, tubuh abu-abu metalik K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire sangat baik dalam memantulkan cahaya. Sehingga ketika backlight menyala, permukaan aluminium tersebut seolah-olah turut berpendar.

K70 29

Pertunjukan 16,8 juta warna yang ditampilkan K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire dengan memuaskan. RGB-nya terang, cerah serta jelas – dan Anda bisa mengatur tingkat brightness-nya secara langsung. Di mode rainbow, tidak ada warna yang tampak pudar. Selain pada tuts, LED juga dibubuhkan pada tombol-tombol pengaturan, fungsi multimedia, dan serta sebagai indikator.

K70 15

K70 RGB Mk.2 SE mempunyai dimensi 43,8×16,6×3,9-sentimeter dan berat 1,25-kilogram, termasuk kabel minus wrist rest. Dengan bobot yang cukup tinggi dan volume besarnya, berkuranglah faktor portabilitas produk. Menyebabkannya kurang praktis untuk dibawa-bawa setiap hari.

K70 17

 

Aspek teknis pada desain

Corsair sama sekali tidak mengambil jalan pintas dalam memproduksi K70 edisi spesial ini. Pengguna disuguhkan set tombol lengkap (totalnya ada 104). Dan silakan perhatikan lebih teliti. Keycap di sana terbuat dari bahan plastik PBT (Polybutylene terephthalate) yang lebih superior dari ABS (Acrylonitrile butadiene styrene). Beberapa hobiis keyboard bahkan berpendapat bahwa PBT mengeluarkan suara lebih rendah ketika ditekan dibanding ABS yang ‘nyaring’.

K70 7

Tentu saja saya tak akan membahas sampai sejauh itu. Buat saya, PBT lebih keras dan kuat dibanding ABS. Teksturnya mungkin tak sehalus ABS, tetapi material ini tidak mudah mengilap. Apalagi, saya punya permukaan jari berjenis ‘ampelas’ dan korban sudah banyak berjatuhan. Penggunaan PBT juga ideal buat keycap warna putih, menjaganya agar tidak cepat kotor. Cukup bersihkan dengan lap lembap begitu selesai memakainya.

K70 27

Desainer Corsair menempatkan bagian stem dan base tombol di atas pelat datar tanpa area-area cekung, sehingga debu dan kotoran lebih mudah dibersihkan (dibanding model K63). Jika ingin membersihkannya secara menyeluruh, Anda hanya tinggal melepas keycap-nya saja.

K70 9

Sempat sedikit dibahas di atas, K70 RGB Mk.2 SE dibekali tombol pengaturan dedicated, baik untuk fungsi multimedia, kendali volume, microphoneswitch kontrol brightness LED, serta tombol untuk menonaktifkan tuts shortcut menu Start. Pengguna kasual umumnya kurang mengapresiasi fitur ini, namun ia sangat esensial bagi gamer yang tak mau terganggu karena masalah-masalah kecil. Rangkaian dedicated button itu memungkinkan kita mengakses fungsi-fungsi esensial tanpa perlu menggunakan kombinasi dua tombol konvensional.

K70 8

Produsen juga tetap mempertahankan pemakaian volume wheel di area kanan atas, sehingga proses pengaturannya sangat simpel dan cuma memakan sedikit tenaga. Di dekatnya, terdapat tombol mute dan multimedia (stop/prev/pause/play/next).

K70 4

Silakan lihat bagian depan, dan Anda akan menemukan sebuah port USB pass-through. Dengannya, Anda bisa langsung menyambungkan mouse atau headphone, atau menggunakannya untuk mengisi ulang baterai smartphone.

K70 20

 

iCUE

iCUE adalah versi lebih canggih dari Corsair Utility Engine. Dengannya, sistem mampu membaca seluruh komponen Corsair yang tersambung di PC, serta memungkinkan pengguna untuk mengonfigurasi segala macam fitur di sana melalui interface simpel dan mudah dimengerti oleh pengguna awam. Di PC yang saya gunakan, iCUE segera mendeteksi mouse Glaive RGB, mouse mat MM800 RGB Polaris, termasuk node lighting Pro dan RAM Vengeance RGB Pro.

K70 32

Software ini memang tak wajib diinstal, tapi hanya melaluinya Anda bisa mengutak-atik macro, men-setup profil berbeda, dan mengustomisasi RGB serta menentukan efek pecahayaan. Anda juga dipersilakan mematikan fungsi dari kombinasi tombol di keyboard tertentu, misalnya Shift-Tab, Alt-F4 atau Alt-Tab.

K70 33

Bagi saya, iCUE mempunyai sebuah pesona (dan keajaiban) tersendiri, apalagi jika K70 RGB MK.2 SE bukan satu-satunya produk Corsair yang terpasang di komputer. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam cuma untuk bermain-main dengan RGB, mencoba mencari setting yang bisa merepresentasikan mood saat itu.

K70 34

 

Pernak-pernik di dalam dan pengalaman menggunakan

Corsair memilih switch mekanis Cherry Mx ‘Silver’ Speed sebagai jantung dari K70 RGB Mk.2 SE. Kemampuan tuts membaca dorongan jari secara responsif ialah asal kata ‘Rapidfire’. Cherry MX Speed ialah switch berprofil liner. Karakteristiknya mirip Cherry MX Red, namun titik actuation serta jarak key travel-nya lebih pendek. Tombol akan meregistrasi tekanan jari di jarak 1,2mm (versus 2mm untuk MX Red) dan berjalan sejauh 3,4mm (MX Red punya key travel 4mm).

K70 14

Selain itu, baik MX Speed maupun MX Red memiliki actuation force serupa di 45-gram dan menjanjikan daya tahan sampai 50 juta kali tekan. Di atas kertas, ia cocok untuk menemani Anda bermain game-game bertempo cepat seperti shooter. Cherry MX Speed juga  merupakan satu-satunya switch yang tidak diindentifikasi dengan warna stem-nya. Walaupun MX Speed punya nama panggilan ‘silver‘, bagian stem sebetulnya berwarna abu-abu.

K70 11

Melengkapi switch MX Speed, Corsair mencantumkan kemampuan anti-ghosting N-key rollover ‘full key‘. Itu artinya, seberapa pun jumlah tombol yang Anda tekan, K70 RGB Mk.2 SE tetap mampu meregistrasi input. Kemudian berkat pemanfaatan konektivitas kabel, perangkat mampu menyampaikan informasi segesit mungkin, dengan frekuensi 1.000Hz.

K70 18

Dihitung dari durasi pemakaian,  K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire sebetulnya lebih sering saya gunakan untuk bekerja ketimbang bermain. Mayoritas orang lebih menyukai papan ketik jenis clicky (dengan switch MX Blue) untuk mengetik dan mereka yang berdompet tebal boleh jadi akan memilih varian high-end seperti Topre Type Heaven. Saya sendiri menggunakan keyboard ber-switch Cherry MX Red buat bekerja dan pengalamannya tidak istimewa.

K70 21

Karena itulah, untuk fungsi produktif, saya tidak berharap terlalu banyak dari K70 RGB Mk.2 SE. Namun performa produk ini ternyata  mengejutkan saya. Berkat key travel dan actuation point yang lebih pendek, ia lebih nyaman dipakai mengetik. Keyboard tidak membuat jari cepat lelah karena resistansi yang rendah, mampu merespons tekanan dengan baik tanpa ada double typing, dan saya juga jarang salah ketik karena penempatan tiap-tiap tuts-nya familier.

K70 31

Di sesi gaming, K70 RGB Mk.2 SE menemani saya dalam menikmati judul battle royale yang belakang sedang naik daun, Apex Legends. Dan sesuai tradisi, saya tak lupa mengujinya dengan Titanfall 2 buat mencari tahu efektivitas periferal dalam menangani first-person shooter bertempo super-cepat. Kedua permainan ini pada dasarnya masih kerabat tetapi punya karakteristik yang bertolak belakang.

K70 22

Saya sama sekali tidak menemui kendala saat bermain Apex Legends. Respawn  memastikan fungsi-fungsi kendali penting berada di jangkauan tangan kiri Anda, dan saya tak kesulitan buat mengaksesnya: mengelola isi tas via Tab, mengeluarkan granat (G), mengisi ulang senjata (R), hingga melompat (spasi) atau menunduk (Ctrl). Jari kelingking bahkan tidak terasa lelah ketika situasi mengharuskan saya untuk menunduk selama beberapa belas menit.

K70 10

K70 RGB Mk.2 SE juga lulus tes Titanfall 2. Keyboard punya andil besar dalam membantu saya mendapatkan gelar MVP, atau setidaknya mengamankan posisi runner-up. Dengan K70 RGB Mk.2 SE, tidak sulit bagi saya untuk bermanuver di udara, lari dan lompat dari tembok ke tembok, serta hinggap di punggung Titan lawan untuk mencuri baterai perisainya. Selain itu, tidak susah buat menggapai tombol krusial di area bawah seperti Z (push to talk), X (memulai tahap ejection), dan V (menurunkan Titan atau mengaktifkan Titan Core).

K70 12

Faktor kenyamanan saat bermain sangat terbantu oleh wrist rest plastik berpermukaan rubberized-nya.  Bagian ini terasa lembut ketika bersentuhan dengan kulit tangan, dan punya sedikit celah untuk bergerak mengikuti keyboard ketika kedua kakinya dinaikkan. Kemudian seandainya meja kerja/bermain Anda tak memiliki banyak ruang, wrist rest dapat dilepas.

K70 1

Satu kendala kecil yang berpotensi mengejutkan Anda adalah listrik statis. Anda akan merasakan sengatannya jika menyentuh bagian pojok pelat aluminium tanpa mengenakan alas kaki.

K70 23

 

Konklusi

K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire masuk dalam kategori keyboard premium Corsair, hanya berada satu tier di bawah varian top-end K95 RGB Platinum. Tidak heran jika segala macam teknologi dan material terbaik dapat ditemukan di sana. Efek negatifnya, konsumen dibebani dengan harga tinggi. Untuk meminang satu unit keyboard, Anda harus rela mengeluarkan uang Rp 2,5 juta. Di antara model K70 ber-RGB, edisi spesial ini merupakan yang termahal.

K70 13

Bagi saya, K70 RGB Mk.2 SE ialah salah satu keyboard berprofil linier paling fleksibel yang pernah saya gunakan. Shooter memang jadi spesialisasinya, tapi tak ada keluhan pula saat ia dipakai menekel genre lain, misalnya action adventure atau racing. Kemudian dengan sedikit adaptasi, papan ketik siap jadi rekan kerja sehari-hari.

K70 3

Meski demikian, saya tidak melihat adanya alasan kuat untuk beralih ke K70 RGB Mk.2 SE jika Anda sudah memiliki varian K70 lawas, kecuali jika Anda memang mengincar switch Cherry MX Speed atau tengah melengkapi satu set PC berwarna putih. Dengan kapabilitas mutakhir dan tubuh cerah, perkenankanlah saya menyebut K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire sebagai ratu keyboard gaming premium.

Sparks

  • Responsif, akurat dan nyaman
  • Ideal untuk menikmati shooter, tapi siap juga menangani  action adventure dan racing
  • Terbuat dari material-material premium
  • Penuh fitur
  • Didukung penuh iCUE
  • Cukup fleksibel buat jadi rekan kerja

 

Slacks

  • Mahal
  • Berat dan besar, mengurangi faktor portabilitasnya
  • Tidak banyak perbedaan dari anggota keluar K70 lain kecuali pada switch
  • Warna putih mungkin bukan favorit semua orang

[Review] Resident Evil 2, Hidangkan Sensasi Horor Klasik Dengan Penyajian Baru, Siap Rebut Gelar Game Terbaik di 2019

Saat itu tahun 1998. Mayat hidup memang sudah lama meneror pemirsa layar kaca, tapi kehadirannya di video game terbilang cukup jarang. Dua tahun sebelumnya, Resident Evil laris terjual di Amerika serta Inggris, menyemangati Capcom buat membangunnya jadi franchise raksasa. Setelah proses pengembangan yang panjang serta revisi besar-besaran, Resident Evil 2 lebih sukses lagi dari pendahulunya.

Di E3 2015, Capcom mengungkap rencana untuk membangun ulang Resident Evil 2 buat platform game current-gen berbekal teknologi engine dan grafis terbaru, namun baru tiga tahun setelahnya sang developer berkesempatan menyingkap apa yang sudah mereka kerjakan. Pengumumannya di E3 2018 disambut gamer dengan begitu antusias, dan ia menjadi salah satu permainan yang perilisannya paling ditunggu di 2019.

Meski demikian, banyak orang juga cemas mengenai nasibnya. Sejak Resident Evil 4, arahan franchise ini lebih condong mengedepankan action ketimbang horor. Pada akhirnya, Resident Evil 6 dikritisi akibat kualitas campaign single-player yang tidak rata serta melenceng jauhnya arahan game dari tema survival horror. Demi mengembalikan Resident Evil ke akarnya, Capcom nekat bereksperimen di permainan ketujuhnya, buat pertama kalinya menyajikan petualangan mendebarkan dalam perspektif orang pertama.

Salah satu alasan keberhasilan Resident Evil 7: Biohazard adalah, game ini berperan sebagai sekuel sekaligus gerbang masuk bagi mereka yang sama sekali belum pernah bermain Resident Evil. Anda tidak perlu menyelesaikan permainan-permainan sebelumnya agar bisa menikmatinya, melalui pengenalan tokoh-tokoh serta formula gameplay baru. Tapi bagaimana dengan remake Resident Evil 2?

RE2 3

 

Tradisi klasik dengan penyajian baru

Situasi sulit yang dihadapi Capcom dalam penggarapan remake Resident Evil 2 adalah tingginya ekspektasi gamer serta aspek cerita yang bukan lagi rahasia di kalangan gamer veteran. Itu artinya, tim developer  Jepang ini harus menemukan titik keseimbangan antara penyuguhan konten baru, sembari memastikan kengerian khas Resident Evil 2 tetap terjaga. Mereka juga tidak berniat untuk menawarkan formula yang pernah dipakai sebelumnya.

RE2 14

Aspek yang membuat Resident Evil 2 ‘lawas’ jadi tambah menegangkan adalah kurang bersahabatnya sistem kendali. Seperti game pertama dan ketiga, Resident Evil 2 mengusung metode kontrol ala tank dengan kamera fixed. Itu artinya, menghindar dan membidik musuh sangatlah sulit. Dari sisi presentasi, RE2 remake sendiri lebih menyerupai Resident Evil 4, tetapi ada banyak keputusan jenius dari Capcom yang membuat game baru ini se-mengerikan pendahulunya.

RE2 17

Resident Evil 2 remake memanfaatkan sudut pandang kamera orang ketiga over-the-shoulder. Bertolak belakang dari Resident Evil 7, pengendalian karakter terasa lebih intuitif dan kita bisa lebih mudah mengetahui keadaaan di sekitar – apalagi dukungan keyboard dan mouse di versi PC yang saya mainkan membuat kontrolnya lebih luwes lagi. Bahkan sebelum game dimulai, saya bisa merasakan bagaimana Capcom betul-betul memperhatikan hal ini.

RE2 18

Di PC, segala macam fungsi kendali karakter berada di jangkauan jari Anda. Selain untuk menggunakan persenjataan, tombol kiri dan kanan mouse berguna buat berinteraksi dengan objek. Lalu lewat kombinasi Tab dan tombol WASD, kita bisa mudah mengakses menu pause serta membuka dokumen, sangat berguna saat kita mencoba mencari petunjuk puzzle. Developer juga menyediakan fitur quick turn 180 derajat, tapi berkat ringkasnya mouse, fungsi ini jarang sekali saya gunakan.

 

Zombie jadi kembali menyeramkan

Seri Resident Evil 2 lahir sebelum ‘zombie berlari’ jadi tren di layar lebar dan video game. Di edisi remake ini, Capcom tidak mencoba mengubah cara mereka menyajikan teror pada pemain – malah terus berpegang pada tradisi lawas Resident Evil. Namun ada sejumlah hal yang Capcom utak-atik agar mayat hidup tetap mengerikan; pertama adalah lewat penempatan strategis serta efek suara, dan kedua ialah dengan mengubah karakteristik mereka.

RE2 2

Saat berjumpa pertama kali dengan mayat hidup di RE2 remake, insting yang terbentuk dari pengalaman menikmati puluhan game shooter mendorong saya untuk segera menembak mereka di kepala. Langkah ini ternyata keliru. Butuh sekitar tujuh tembakan di kepala buat merobohkan satu zombie. Dan itu artinya ada banyak peluru berharga yang harus dihabiskan jika Anda ingin mengalahkan mereka satu per satu.

RE2 12

Situasi ini membuat saya berpikir ulang tentang apa yang harus dikerjakan. Untungnya solusi muncul sebelum terlambat: tembak zombie di kaki untuk memutuskan bagian tersebut demi menghambat gerakan mereka. Lebih baik hindari lawan dari pada konfrontasi langsung, kecuali jika tak ada pilihan lain. Dengan cara itu, kita bisa lebih menghemat amunisi. Metode ini mengingatkan saya pada bagaimana cara menangani Necromorph di Dead Space.

RE2 13

Pola pikir ‘hidari ketimbang konfrontasi’  tersebut penting karena di satu titik dalam permainan, pemain akan berhadapan dengan lawan yang tak bisa dikalahkan. Kita hanya bisa melarikan diri atau membuatnya roboh secara sementara, namun ia baru benar-benar bisa tumbang ketika pemain mendapatkan senjata berukuran besar. Tyrant ber-codename Mr. X ini akan terus memburu Anda. Ia akan mengejar saat melihat Anda dan berpatroli tanpa lelah. Itu berarti, pengetahuan terhadap lokasi serta kesadaran lingkungan sangatlah esensial.

RE2 20

Berkaitan dengan faktor awareness tadi, saya sangat mengapresiasi desain audio edisi remake ini. Suara derakan nafas dan rintihan zombie terdengar sangat menyeramkan, apalagi jika muncul dari lokasi yang tidak disangka. Suara juga bisa sangat membantu, apalagi ketika Anda sudah mulai dikejar oleh sang tyrant. Bunyi derap langkah bisa terdengar ketika ia berada di dekat kita, dan itulah alasannya saya sangat menyarankan penggunaan headset berfitur surround 7.1.

RE2 15

Namun seperti mayoritas game survival horror sejenis, Resident Evil 2 (2019) masih mengandalkan elemen jump scare. Kejutan bisa saja bersembunyi di tiap lorong dan tikungan, atau di tempat-tempat yang Anda kira aman. Sejujurnya, pendekatan ini mulai terasa membosankan, terutama jika Anda punya pengalaman dalam menangani permainan-permainan semisal Bloodborne, Amnesia atau Alien: Isolation.

RE2 19

Bagi saya, bagian terbaik dari Resident Evil 2 remake adalah kehadiran Mr. X serta ketidakpastian dan kepanikan yang ia timbulkan. Sensasinya mirip ketika menghadapi Xenomorph di Alien: Isolation. Bedanya, sang tyrant tidak bergerak secepat alien sehigga lebih gampang dihindari. Dan bahkan di situasi terpojok sekali pun, kematian dini dapat dielakkan jika Anda bisa berpikir serta beraksi cepat atau kebetulan membawa peralatan yang tepat.

 

Nostalgia dengan wajah-wajah lama

Remake Resident Evil 2 kembali mempersilakan Anda bermain sebagai dua tokoh favorit di franchise ini, Leon S. Kennedy dan Claire Redfield. Penampilan keduanya disesuaikan dengan standar desain karakter modern, berbasis pada gaya tahun 90-an (rambut belah pinggir Leon tidak direvisi, sukurlah). Kedua tokoh ini tampaknya pernah menjalani pelatihan bela diri dan senjata api, tapi sama sekali belum berpengalaman dalam menghadapi mayat hidup. Claire ialah seorang mahasiswi, sedangkan Leon adalah polisi pemula.

RE2 11

Claire dan Leon akan menjalani pengalaman berbeda di Kota Raccoon, namun narasi yang mereka lalui kurang lebih sama. Kedua tokoh beberapa kali bertemu, mengunjungi lokasi serupa, serta menyelesaikan teka-teki yang sama. Walaupun demikian, cerita Leon menyuguhkan sensasi ala investigasi polisi, sedangkan kisah Claire berhubungan dengan tema keluarga. Perbedaan di sisi narasi terletak pada NPC yang mereka temui, lalu beberapa area cuma bisa diakses oleh karakter tertentu.

RE2 5

Game memang dirancang untuk diselesaikan minimal dua kali, dan Capcom sudah menyiapkan banyak hal untuk memotivasi kita melakukannya – misalnya lewat kostum baru, karakter rahasia, dan sistem achievement. Alternatifnya, menamatkan permainan secepat mungkin di tingkat kesulitan tertentu akan membuka bonus amunisi tak terbatas yang dapat digunakan di petualangan Anda berikutnya.

RE2 7

Selain menghadapi mayat hidup dan senjata biologis, puzzle merupakan elemen esensial dari Resident Evil 2. Mereka yang familier dengan seri ini akan segera menyadari bahwa segala sesuatu di game tidaklah sederhana. Contohnya sewaktu Claire mencoba membuka gerbang area parkir mobil. Ia harus mendapatkan kunci, buat memperoleh kunci berbeda, demi mendapatkan sirkuit listrik pengganti agar pintu bisa terbuka, untuk memperoleh keycard di dalamnya.

RE2 4

Penyelesaian teka-teki dipersulit dengan sistem inventory yang sangat terbatas. Bahkan tanpa item-item quest, kita akan terus mengadapi dilema soal barang-barang apa saja sebaiknya dibawa: apakah pisau, amunisi untuk senjata sekunder, atau obat? Sejumlah senjata berukuran besar memakan lebih dari satu slot penyimpanan. Bersediakah Anda meninggalkannya demi ruang penyimpanan yang lebih lega?

RE2 5

Satu hal yang sangat saya sukai ialah, banyak hal tak dijelaskan secara gamblang dan pemain sering kali harus mencari jawabannya sendiri – misalnya ‘mencuci film’ buat mencari petunjuk, melacak kode loker yang tersembunyi di lokasi berbeda, dan menyadari bahwa papan kayu berguna untuk menutup jendela untuk menghalangi zombie masuk. Dan di sejumlah skenario, beberapa item penting disembunyikan di benda lain (kunci atau batu permata), mendorong kita buat memeriksa objek secara teliti.

RE2 9

 

Konklusi

Bagi saya, edisi PC Resident Evil 2 remake ialah versi terbaik. Di sistem berprosesor Intel Core i7-6700HQ dan berkartu grafis GeForce GTX 1070, permainan berjalan sangat mulus di setting visual tertinggi dengan resolusi 1080p, rata-rata di atas 100-frame per detik. Di tingkat ini, detail wajah, lipatan di jaket, hingga efek basah pada pakaian terlihat jelas. Lalu, game juga bisa dibeli di harga lebih ekonomis.  Ketika Resident Evil 2 di PlayStation 4 dibanderol di atas Rp 700 ribu, edisi Steam dapat dimiliki cukup dengan mengeluarkan uang kurang dari Rp 500 ribu.

RE2 1

Remake Resident Evil 2 merupakan salah satu game yang dibahan-bakari konsep nostalgia. Namun berbeda dari upaya remake/remaster judul lain, Capcom tidak mengambil jalan pintas. Seluruh aset permainan dibangun dari nol, berbekal engine RE yang digunakan dalam penggarapan Resident Evil 7: Biohazard, dan upaya developer tidak sia-sia. Game ini menawarkan keseimbangan antara aspek-aspek baru dan lawas, membuat petualangan horor di sana terasa menyegarkan, dan siap merebut gelar permainan terbaik di 2019.

RE2 8

Resident Evil 2 mengingatkan kembali mengenai hal yang membuat saya jatuh hati pada franchise ini. Saya akan segera merekomendasikannya pada siapa saja yang mengaku fans berat Resident Evil atau penggemar permainan horor pada umumnya. Capcom berhasil menetapkan sebuah standar baru mengenai bagaimana sebuah remake video game seharusnya dikerjakan. Tapi sebelum membelinya, perlu diketahui bahwa permainan ini kental dengan tema kekerasan, sangat tak disarankan bagi Anda yang sensitif dengan kejutan dan darah.

RE2 6

Jika boleh diberi kesempatan untuk memberi masukan, saya pribadi sebetulnya berharap agar Capcom menghidangkan dunia game secara lebih luas dan ekspansif. Seperti edisi tahun 1998-nya, struktur level Resident Evil 2 remake terdiri dari lorong-lorong saling menyambung yang berujung pada area hub. Seandainya permainan menyuguhkan ruang lebih terbuka, akan ada banyak peluang buat membenamkan elemen gameplay lain. Lalu, bayangkan serunya bermain bersama kawan jika game juga dibekali mode multiplayer kooperatif.

Claire Redfield, Resident Evil 2 remake.

 

Sparks

  • Standar tinggi dalam penggarapan remake
  • Gameplay baru dengan sensasi horor khas Resident Evil klasik
  • Konten melimpah walaupun campaign-nya linier
  • Tingkat kesulitan teka-teki yang pas, tidak terlalu susah ataupun mudah
  • Desain audio jempolan
  • Berjalan mulus di PC

 

Slacks

  • Dunia permainan yang kurang terbuka
  • Jump scare jadi cara utama buat mengagetkan Anda
  • Absennya mode multiplayer

[Review] Mouse Gaming Corsair Harpoon RGB Wireless, Jagokan Kesederhanaan dan Fleksibilitas

Di ranah pengembangan aksesori gaming, inovasi ialah pedang bermata dua. Tanpanya, bidang ini tidak akan maju dan kita tak bisa menyaksikan terobosan-terobosan unik. Namun jika konsep sebuah perangkat terlalu radikal, kemungkinan besar konsumen jadi ragu buat mengadopsinya. Itu sebabnya beberapa produsen menggunakan pendekatan yang ‘lebih aman’ ketika meracik produk baru.

Boleh dibilang, arahan inilah yang diambil Corsair Components dalam mengembangkan mouse gaming Harpoon RGB Wireless. Harpoon RGB Wireless adalah versi nirkabel dari perangkat entry-level yang melakukan debutnya di kuartal terakhir 2016. Corsair tidak menerapkan banyak perubahan pada desain. Segala hal yang Anda sukai (dan tidak sukai) tentang Harpoon kembali muncul di sana. Dalam penggarapannya, produsen terlihat lebih memfokuskan perhatian pada faktor konektivitas.

Selama beberapa minggu ini, tepatnya dari sebelum 2018 berakhir, Corsair Indonesia mempersilakan saya untuk menjajal langsung periferal ini. Saya mengujinya dengan genre permainan berbeda serta menggunakannya sehari-hari buat bekerja. Dan terlepas dari simpelnya desain, dengan gembira saya katakan bahwa Harpoon RGB Wireless mampu menunaikan tugasnya secara optimal. Silakan simak ulasan lengkapnya di bawah.

 

Rancangan

Dalam puluhan tahun menikmati game di PC, mouse berdesain ambidextrous merupakan pilihan pribadi saya. Saya tidak kidal, namun mouse jenis ini biasanya punya penampilan lebih sederhana. Saya memang sempat jatuh hati pada beberapa model ergonomis, tapi umumnya mereka dibanderol di harga permium. Berita baiknya. Harpoon mengubah sentimen saya soal hal ini.

Harpoon RGB Wireless 10

Harpoon RGB Wireless 28

Seperti yang saya singgung sebelumnya, Harpoon RGB Wireless punya desain yang identik seperti versi standar. Konstruksi mouse terbuat dari bahan plastik, memiliki dimensi 115×68,3×40,4mm. Permukaan tubuhnya bertekstur kasar buat meningkatkan daya cengkeram, dipadu lapisan karet berpola segitiga di sisi kanan dan kiri. Lapisan karet juga dapat ditemukan pada bagian scroll wheel.

Harpoon RGB Wireless 30

Karena tubuhnya dirancang untuk pemakaian di tangan kanan, Harpoon RGB Wireless kurang pas buat user kidal. Kelengkapan tombolnya sendiri cukup standar. Mouse memiliki total enam tombol, termasuk tombol scroll wheel, dua thumb button dan switch DPI.

Harpoon RGB Wireless 6

Begitu dikeluarkan dari bungkusnya, Harpoon RGB Wireless tersambung ke kabel berlapis sulaman kain sepanjang 1,8-meter. Kabel ini bisa dicabut dari mouse, terhubung via port microUSB. Saat kabel dilepas, bagian belahan di scroll wheel membuatnya jadi menyerupai Scimitar Pro RGB. Lalu selain ada sistem pencahayaan RGB di punggung, LED juga dimanfaatkan sebagai indikator switch DPI, sehingga kita dapat lebih mudah mengingat setting-nya.

Harpoon RGB Wireless 23

Harpoon RGB Wireless 27

Satu aspek yang harus dimaklumi dari mouse versi nirkabel ialah bobot yang cenderung lebih tinggi dibanding model wired karena menyimpan baterai. Menariknya, Corsair tetap berhasil memastikan berat Harpoon RGB Wireless berada di bawah 100g, cuma 14g lebih berat dari Harpoon RGB (85g). Silakan lihat sisi bawahnya, Anda akan menemukan tutup kompartemen kecil untuk menempatkan dongle USB dan switch mode koneksi.

Harpoon RGB Wireless 20

 

Kualitas produk

Kepopuleran pencahayaan RGB membuat fitur ini diusung oleh banyak sekali gaming gear, termasuk varian ekonomis. Namun di beberapa model buatan tetangga, harga murah biasanya mengorbankan kualitas produk. Saya sempat membeli mouse gaming terjangkau dari brand ternama, dan menemukan betapa ringkihnya bagian samping sehingga tekanan di area itu menyebabkan thumb button jadi teregistrasi.

Harpoon RGB Wireless 22

Kabar baiknya, fenomena ini tidak terjadi pada Harpoon RGB Wireless. Tiap-tiap bagian di mouse terasa keras dan kokoh, tidak ada area yang lunak, walau bobotnya tergolong ringan. Mungkin hal yang perlu kita perhatikan adalah kebersihan lapisan karetnya. Jari berminyak dapat mengikisnya, dan saya sudah melihat sendiri kerusakan parah akibat minyak pada lapisan karet di gaming gear.

Harpoon RGB Wireless 5

Tiap tombol di Harpoon RGB Wireless mengandalkan switch Omron yang kabarnya dapat bekerja normal bahkan setelah ditekan sebanyak 50 juta kali. Sebagai perbandingan, switch Omron di Harpoon RGB standar punya daya tahan 20 juta kali klik.

Harpoon RGB Wireless 24

Dengan sederhananya desain, ringannya bobot dan absennya bagian-bagian ornamental, saya tidak khawatir saat harus memasukkan mouse dalam tas atau menggunakannya dalam sesi gaming intensif (ketika ada peluang emosi mengambil alih akal sehat). Bagian-bagian detachable seperti tutup kompartemen dongle USB dan colokan kabel ke mouse juga tetap mantap dan menggigit walaupun saya cabut-pasang berkali-kali.

Harpoon RGB Wireless 31

 

Software dan instalasi

Harpoon RGB Wireless bisa segera terbaca sistem begitu Anda menyambungkan kabelnya di port USB PC (minimal ber-Windows 7). Alternatifnya, kita tinggal mencolokkan dongle USB dan memindahkan switch ke mode nirkabel 2,4GHz atau mengoneksikannya via Bluetooth. Tapi tentu saja, agar mouse dapat bekerja optimal, pengguna disarankan untuk menginstal software iCUE (versi anyar dari Corsair Utility Engine) terlebih dulu.

Harpoon RGB Wireless 1

Begitu iCUE terpasang, ia dapat segera membaca perangkat Corsair yang ada atau tersambung di PC. Setelah membuka software ini, Anda hanya tinggal mengklik icon mouse untuk mengakses beragam fungsi di sana. Kita bisa membuat profile baru, mengonfigurasi macro, mengutak-utik pencahayaan dan pola LED, mengustomisasi setting DPI serta mengubah kecepatan pointer.

Harpoon RGB Wireless 2

Lewat iCUE, Corsair berhasil menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu pengembang software companion terbaik. Interface-nya sangat intuitif, tidak membingungkan dan tidak menyekat fungsi-fungsinya ke menu berbeda. Bahkan untuk mereka yang pertama kali menggunakannya, semua hal tersaji ringkas.

Harpoon RGB Wireless 3

 

Aspek teknis dan pengalaman penggunaan

Jantung dari Harpoon RGB Wireless adalah sensor optik ‘gaming grade‘ PMW3325 persembahan PixArt, menyuguhkan DPI rating dari 100- sampai 10.000-dots per inch. Ketika bermain, saya jarang menggunakan setting DPI terlalu tinggi. Saat ulasan ini ditulis, saya merasa nyaman memakai 1.500DPI baik untuk bekerja maupun bermain. Namun kapabilitas ini memperlihatkan fleksibilitas dan kesiapan mouse menunjang beragam karakteristik pengguna.

Harpoon RGB Wireless 9

Harpoon RGB Wireless 26

Harpoon RGB Wireless memang diprioritaskan untuk menangani permainan-permainan first-person shooter. Dari pengalaman memakainya, mouse mampu membaca gerakan dengan tanggap, serta melacak secara akurat dan (yang terpenting) konsisten – dibantu oleh mouse feet berbahan polytetrafluoroethylene. Sensitivitas tinggi bisa bermanfaat jika Anda benar-benar membutuhkan responsitivitas, misalnya ketika melakukan serangan jarak dekat; sedangkan sensitivitas rendah sangat membantu meningkatkan akurasi, terutama saat memburu lawan berbekal senapan penembak jitu.

Harpoon RGB Wireless 18

Permainan-permainan yang saya gunakan buat menguji Harpoon RGB Wireless meliputi Shadow of the Tomb Raider sebagai perwakilan dari genre action secara umum, game action-RPG Monster Hunter: World, dan Titanfall 2, shooter yang menuntut presisi dan responsivitas tinggi.

Harpoon RGB Wireless 15

Saya sama sekali tidak menemui masalah dalam Shadow of the Tomb Raider dan Monster Hunter: World. Tapi berdasarkan pengalaman sebelumnya, senyaman-nyamannya mouse baru, saya tetap membutuhkan proses adaptasi ketika bermain game multiplayer kompetitif bertempo cepat. Mengejutkannya, Harpoon RGB Wireless terasa seperti perpanjangan tangan saya sendiri dari awal menikmati Titanfall 2.

Harpoon RGB Wireless 13

Tidak ada bagian yang menonjol aneh atau bentuk-bentuk canggung. Saya adalah seorang pengguna mouse dengan kebiasaan menggenggam gaya cakar (claw grip). Postur ini – ditambah lagi mungilnya tangan saya – mengakibatkan jangkauan jari jadi lebih pendek. Meski demikian, saya bisa mencapai semua tombol di mouse tanpa kesulitan, terutama dua thumb button. Mengangkat mouse juga mudah, cukup berbekal jempol, jari manis dan kelingking.

Harpoon RGB Wireless 29

Mungkin sedikit keluhan saya pada thumb button adalah, dua bagian di sana sulit dibedakan karena konturnya serupa. Akhirnya, saya enggan menaruh fungsi krusial game di thumb button depan karena sering tertukar dengan tombol di sebelahnya.

Harpoon RGB Wireless 19

Mouse gaming ini menyediakan tiga mode penggunaan, yakni via kabel, nirkabel di frekuensi 2,4GHz ‘Slipstream’ menggunakan dongle, dan Bluetooth LE 4.2 (dengan latency 7,5-milidetik). Sebagian orang mungkin akan berargumen bahwa wired merupakan jenis koneksi terbaik buat gaming. Namun saya tidak menemui kendala ketika bermain terlepas dari mode yang sedang digunakan. Malah tanpa kabel, pemakaian mouse jadi lebih bebas dari keribetan.

Harpoon RGB Wireless 21

Saat baterai terisi penuh, mode wireless Slipstream Wireless 2,4GHz siap menyajikan sesi gaming selama 30 jam. Durasi bisa meningkat jadi 40 jam di mode Bluetooth. Ingin lebih hemat? Aktifkan Power Saving Mode untuk mematikan segala LED dan mendongkrak daya tahan baterai hingga 60 jam. Mouse turut dilengkapi memori internal sehingga setting yang sudah Anda buat tidak akan hilang meski disambungkan ke unit PC berbeda.

Harpoon RGB Wireless 4

 

Konklusi

Perlu kembali kita sadari bahwa di ranah gaming gear, tidak ada produk yang bisa menjadi solusi atas kebutuhan seluruh konsumen. Perangkat gaming ideal sangat bergantung dari kebiasaan, preferensi, dan modal pengguna. Walau begitu, saya tidak segan memasukkan Harpoon RGB Wireless ke daftar rekomendasi mouse gaming, khususnya bagi penggemar permainan action dan shooter yang menginginkan periferal ringkas, andal, serta ditunjang fitur-fitur gaming esensial.

Harpoon RGB Wireless  memperlihatkan pada kita bahwa desain yang sederhana masih tetap bisa menawarkan fleksibilitas pemakaian. Di sana ada dua mode nirkabel, dan jika Anda masih belum yakin dengan performa koneksi wireless, mode wired setia menanti. Keleluasaan tersebut membuatnya bukan hanya dapat dimanfaatkan sebagai gaming gear, tapi juga perangkat bekerja: colok dongle di laptop, dan Anda tidak akan direpotkan lagi oleh kabel.

Harpoon RGB Wireless 25

Tapi meski Harpoon RGB Wireless bisa jadi pertimbangan untuk mereka yang belum mempunyai mouse khusus gaming, saya pikir belum ada alasan kuat bagi pemilik Harpoon standar buat beralih ke varian nirkabel ini. Desain dan konstruksinya identik, dan mereka sama-sama didukung iCUE.

Harpoon RGB Wireless 17

Aspek harganya sendiri mungkin dapat membuat calon konsumen jadi ragu membelinya. Ketika Harpoon RGB standar saat ini bisa Anda peroleh dengan mengeluarkan uang kisaran Rp 350 ribu, harga saudara nirkabelnya jauh lebih tinggi, dibanderol Rp 825 ribu.

 

Sparks

  • Ergonomis dan nyaman
  • Sangat ideal untuk menikmati game FPS dan action
  • Instalasi mudah
  • Memilih mode juga simpel
  • Dukungan iCUE secara menyeluruh

Slacks

  • Desainnya tidak pas digunakan oleh gamer kidal
  • Segala hal yang (mungkin) Anda tidak sukai dari Harpoon RGB muncul lagi di sana
  • Harganya jauh lebih mahal dari versi berkabel

[Review] MSI Prestige PS42, Laptop Ultra-Thin Elegan Untuk Para Profesional

Meski tema gaming menempel di pada branding-nya, penyediaan alat pendukung kerja bukanlah hal baru bagi MSI. Mereka sudah lama menawarkan beragam mobile workstation, bahkan sempat menggarap laptop kelas profesional. Perangkat lini Prestige tersebut kabarnya sangat ideal buat fotografer dan desainer karena ditunjang layar yang mampu mereproduksi warna secara akurat.

Dalam beberapa tahun ini, seri Prestige tampak absen dari pasar. Ketika varian gaming memperoleh update dan refresh hardware, nama Prestige malah hampir tidak terdengar. Namun di panggung Computex 2018 kemarin, gerak-gerik sang produsen hardware PC asal Taiwan itu mengindikasikan adanya perubahan strategi bisnis. Di sana, mereka menyingkap varian Prestige teranyar, PS42.

Dan seperti biasa, Micro-Star International tidak membuang-buang waktu untuk membawa produk tersebut ke Indonesia. Prestige PS42 8RB merupakan laptop 14-inci berdesain ramping yang dipersenjatai chip Intel Core generasi kedelapan dan kartu grafis discrete Nvidia, dijanjikan siap menunjang aktivitas produktif maupun penyajian konten hiburan. Selama beberapa minggu, saya diberikan kesempatan untuk mengujinya secara langsung, dan lewat artikel ulasan ini, saya mencoba mengungkap segala keunggulan dan kelemahannya.

 

Penampilan

Terlepas dari permintaan MSI untuk tidak menyebutnya sebagai ultrabook, sejatinya, Prestige PS42 merupakan notebook berkonsep ultra-thin. Perangkat ini memiliki ketebalan hanya 15,9mm dengan panjang dan lebar 322x222mm serta bobot 1,2kg. Arahan desain yang minimalis memudahkan laptop untuk dibawa-bawa serta dimasukkan dalam tas kerja tanpa menambah ‘beban hidup’ Anda.

PS42 12

PS42 23

Chassis notebook terbuat dari logam aluminium plus plastik di sejumlah area. Kontras dengan hitamnya laptop gaming MSI, permukaan tubuh Prestige PS42 didominasi warna silver brushed. Bagi saya, pendakatan desainnya menonjolkan dua tema yang boleh dikatakan kontradiktif: elegan namun juga utilitarian. Logo tameng naga khas MSI tetap tetap bisa kita temukan di area punggung, tapi kehadirannya terasa halus dan tidak berlebihan.

PS42 32

PS42 22

MSI memang mulai mencoba memangkas ketebalan bingkai layar di sejumlah laptop ultra-thin baru, dan pendekatan tersebut turut diterapkan pada PS42. Perangkat ini menyuguhkan frame berketebalan hanya 5,7mm di bagian kiri, kanan dan atas; sehingga rasio display ke tubuh bisa mencapai 80 persen. Sedikit efek samping dari pemakaian bezel tipis adalah webcam yang harus ditaruh di bawah layar.

PS42 17

PS42 24

Bagian layar tersambung ke tubuh melalui dua buang engsel, bisa Anda retangkan sejauh 180 derajat hingga keduanya sejajar. Itu berarti, MSI memposisikan segala konektivitas fisik di kiri dan kanan body. Variasinya cukup lengkap. Saya melihat ada port HDMI, audio combo 3.5nn, dan USB type-C 3.1 di kiri; kemudian tersedia dua port USB type-A 3.1, satu lagi USB type-C, dan slot pembaca kartu SD di kanan. Laptop tak mempunyai port LAN, sehingga Anda harus mengandalkan sambungan wireless 802.11 ac.

PS42 29

PS42 30

MSI menempatkan tombol power di bagian tengah grille, di atas keyboard. Perlu diketahui bahwa lubang-lubang tersebut bukanlah lubang speaker. Laptop mempunyai dua speaker stereo dan semuanya ditaruh di sisi bawah.

 

Layar

MSI Prestige PS42 menghidangkan layar ‘IPS-level’ seluas 14-inci 1920×1080 157ppi. Display dibekali lapisan anti-glare, memiliki refresh rate 60Hz dan rasio kontras 1000:1. Seperti anggota keluarga Prestige sebelumnya, panel tersebut mampu menghasilkan gambar yang tajam serta mereproduksi warna secara presisi, walaupun mungkin sedikit lebih redup jika dikomparasi dengan produk high-end kompetitor, contohnya Dell XPS 13.

PS42 20

PS42 18

Seperti biasa, MSI sudah menyiapkan profil pemakaian berbeda yang dapat Anda pilih via software Dragon Center. Tersedia mode gamer, desainer, mode panggunaan di kantor, film, sRGB serta opsi anti-blue untuk meminimalkan emisi sinar biru yang dihasilkan panel. Dan dengan langsung masuk ke app MSI True Color, Anda dipersilakan mengutak-utik setting, kecerahan, hingga temperatur warna lebih jauh lagi.

PS42 21

 

Keyboard, touchpad dan palm rest

Terlepas dari luas tubuhnya yang mungil, PS42 tetap ditunjang keyboard tenkeyless yang lapang. Tidak ada pengurangan ukuran pada tuts utama (kecuali tombol function), termasuk tombol kursor arah. Keycap mengusung desain chiclet dengan luas 16,5×16,5mm. Jarak key travel-nya terbilang pendek, konsisten,  kokoh, serta nyaman untuk mengetik. Tapi bagi saya pribadi, profilnya kurang pas buat menikmati game.

PS42 14

PS42 35

Papan ketik PS42 dilengkapi sistem backlight LED berwarna putih, dimaksudkan agar kita tetap bisa melihat tombol ketika bekerja di ruang temaram. Namun saya menemukan sedikit kendala di sana: distribusi pencahayaan tidak merata. Efeknya, sejumlah tuts terlihat lebih redup dari tombol lain. Di beberapa tombol, cahaya LED juga sedikit bocor dari sisi pinggir.

PS42 16

Pengendalian mouse bisa dilakukan via touchpad. MSI memposisikannya sedikit menjorok ke bagian kiri wrist rest. Ukurannya tidak terlalu besar, dengan luas 6,6×9,9cm, dipotong oleh dua ujung atas yang membundar dan sensor sidik jari. Touchpad mampu merespons gerakan jari secara akurat, tapi ada sedikit masalah di dua tombol mouse yang ditanam di sana. Mereka terasa keras dan tak ada pembeda antara tombol kiri dan kanan.

PS42 15

Dampak negatif dari pemanfaatan keyboard lapang enam baris di sana adalah penyusutan luas wrist rest. Lebar 6,4cm memang tidak terlalu berdampak buat saya, namun pengguna dengan ukuran tangan lebih besar mungkin mengharapkan palm rest yang lebih lapang.

PS42 33

 

Hardware

MSI Prestige PS42 8RB yang dipasarkan di Indonesia ini merupakan varian berotak chip Intel Core i5. Di luar sana, MSI menyediakan opsi dengan Intel Core i7 U. Berikut adalah spesifikasi produk yang saya uji ini:

  • Sistem operasi Windows 10 Home
  • Prosesor Intel Core i5-8250U berkecepatan 1,6GHz, menyimpan 4-core dan 8-thread
  • Memori RAM 16GB
  • Motherboard MSI MS-14B1
  • Kartu grafis Nvidia GeForce MX150 dan Intel UHD Graphics 620
  • Penyimpanan SSD Samsung 512GB

PS42 34

Beberapa software yang saya gunakan buat menguji hardware laptop ini meliputi Cinebench R15, PC Mark 10 dan Unigine Heaven. Hasil terbaiknya bisa Anda lihat di bawah.

Cinebench R512

PS42 1

 

PC Mark 10

PS42 3

PS42 2

 

Unigine Heaven 4.0

PS42 4

PS42 5

 

Pengalaman penggunaan

Saya hanya menginstal dua game di unit review ini, yaitu Monster Hunter: World dan Star Control Origins.

Untuk menikmati Monster Hunter: World di resolusi full-HD, Anda harus rela bermain di preset grafis low dan memaklumi kurang tajamnya detail karakter dan monster, serta efek jaggy di setiap objek. Setting tersebut akan dipilihkan  secara default, dan dengannya, game bisa tersaji di frame rate per detik yang ‘playable‘. Permainan mampu mencapai 50fps, tapi akan turut ke 33fps jika Anda melewati lokasi-lokasi ramai atau area penuh objek.

PS42 6

PS42 7

PS42 8

Di Star Control Origins, Anda juga harus puas bermain di setting low. Game secara otomatis akan memilihkan opsi visual ‘meh‘ di resolusi full HD. Frame rate per detik berkisar antara 40 sampai di atas 80 (V-Sync dinonaktifkan) terutama di sesi penjelajahan angkasa. Dengan begini, kita masih punya kesempatan untuk menaikkan lagi kualitas grafis secara custom.

PS42 9

PS42 10

PS42 11

Perlu diingat bahwa Prestige PS42 bukanlah laptop gaming. Komposisi hardware serta desainnya sengaja disiapkan untuk mendukung aktivitas kerja serta menangani konten hiburan seperti film atau video. Baterai 50Wh di dalam menjanjikan waktu aktif hingga 10 jam, dan dalam sesi pengujian sesungguhnya, baterai ini bisa menjaga notebook menyala di atas delapan jam tanpa tersambung ke colokan listrik.

PS42 31

Untuk mendinginkan hardware yang berdempetan di dalam, MSI memanfaatkan teknologi Cooler Boost 3 yang sebelumnya digunakan di laptop gaming. Cooler Boost 3 mengandalkan sepasang kipas serta tiga heat pipe. Karena masing-masing fan difokuskan pada satu hardware penghasil panas utama, yakni CPU dan GPU, suara yang mereka hasilkan tidak begitu bising meski laptop dalam keadaan full load.

PS42 25

PS42 26

Satu hal yang harus Anda terima saat memakai Prestige PS42, terutama jika digunakan di ruang tanpa AC, adalah meningkatnya suhu wrist rest dan tombol. Kabar baiknya, temperatur hanya berada di tingkatan ‘hangat’ dan tidak melewati batas kewajaran atau membuat tangan Anda berkeringat.

PS42 28

Untuk audionya, speaker stereo di Prestige PS42 mempunyai karakteristik seperti laptop lain. Output-nya cukup lantang, tapi tanpa sub-woofer dan ruang resonansi yang mencukupi, bass hampir tidak terasa.

PS42 27

 

Kesimpulan

MSI bukanlah satu-satunya perusahaan yang mencoba mengadopsi teknologi gaming dan menerapkannya pada produk kelas bisnis. Razer dahulu sempat melakukannya lewat Blade Stealth. Untuk menarik perhatian konsumen targetnya, produsen mengandalkan desain super-tipis serta mengedepankan faktor portabilitas tinggi. Saya pribadi sangat menyukai tema ‘premium dan industrial’ yang diusungnya.

PS42 19

Satu hal perlu digarisbawahi: Prestige PS42 bukanlah laptop yang mampu menangani game-game blockbuster terbaru, lalu i5-8250U dan GeForce MX150 bukanlah komponen top-of-the-line yang tersedia buat laptop ultra-thin. Perangkat juga belum mendapatkan dukungan Thunderbolt 3, padahal ia menjadi standar di produk sekelas, misalnya Dell XPS 13 dan HP Spectre 13.

Memang tidak semua orang memerlukan Thunderbolt 3.0, namun MSI (dan beberapa brand gaming lain) sudah mulai bereksperimen dengan external graphics enclosure. Aksesori ala docking ini adalah rumah GPU, berguna untuk mendongkrak kapabilitas olah grafis laptop non-gaming asalkan perangkat dibekali Thunderbolt. Absennya konektivitas tersebut di Prestige PS42 menutup peluang bagi kita buat menyambungkannya ke MSI GUS.

Di Indonesia, Prestige PS42 8RB dibanderol di harga Rp 14,5 juta.

 

Sparks

  • Desain simpel, industrial dan atraktif
  • Ramping dan super-portable
  • Komposisi hardware-nya lebih dari mumpuni buat menangani tugas kerja sehari-hari
  • Keyboard-nya lapang dan nyaman untuk mengetik
  • Layar didukung teknolog MSI True Color, menyediakan profil berbeda

 

Slacks

  • Kurang optimal untuk menjalankan game-game blockbuster
  • Kualitas LED di keyboard masih bisa ditingkatkan lagi
  • Tombol touchpad kurang nyaman, hal ini krusial bagi para pekerja mobile
  • Tidak ada Thunderbolt 3 dan port LAN
  • Webcam di bawah layar kadang membuat sejumlah pengguna merasa tidak nyaman