Tag Archives: Universitas Washington

Game Ini Bisa Membantu Melawan Penyebaran Virus Corona

Pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, provinsi Hubei Tiongkok, penyakit pernafasan akut yang disebabkan oleh virus corona (COVID-19) akhirnya tiba di Indonesia di awal bulan Maret. Sayangnya, konfirmasi Pemerintah malah disambut oleh kepanikan. Banyak orang kini menimbun bahan pangan, membuatnya jadi langka. Padahal panik ialah hal terakhir yang dibutuhkan masyarakat di tengah kondisi ini.

Antisipasi penyebaran penyakit COVID-19 kini menjadi prioritas Pemerintah dan berbagai organisasi kesehatan dunia. Meski solusi anti-virus sampai sekarang belum ditemukan, para peneliti terus berupaya melawan virus corona dengan berbagai cara, salah satunya lewat permainan multiplayer online seperti yang dilakukan oleh tim dari Universitas Washington ini. Mereka menamainya Foldit, dan game kabarnya berhasil menghimpun kurang lebih 200 ribu pemain.

IMG_04032020_124822_(1000_x_611_pixel)

Disajikan secara gratis, Foldit adalah game puzzle yang menantang pemain untuk melipat struktur protein sesempurna mungkin. Konsepnya sedikit menyerupai proyek Folding@home di PlayStation 3. Tapi ketika Folding@Home bersandar pada kekuatan komputasi console, Foldit diorientasikan pada solusi dari pemain. Menurut developer, kemampuan manusia dalam melipat rantai asam amino di bidang tiga dimensi tidak kalah – bahkan kadang lebih baik – dari komputer.

Tim dari Universitas Washington menjelaskan bahwa Foldit dirancang untuk membantu ekskplorasi di bidang biokimia yang dapat mendorong ditemukannya pengobatan suatu penyakit. Demi memastikan Foldit mudah dinikmati oleh orang awam, developer memangkas aspek yang terlalu teknis atau rumit; kemudian membekalinya bersama visual penuh warna dan musik gembira, serta menamai perkakas in-game dengan istilah-istilah lucu seperti ‘wiggle‘, ‘shake‘ dan ‘freeze‘.

Lewat update, Foldit menyuguhkan teka-teki baru untuk pemain: virus corona. Developer menantang pemain mendesain protein anti-virus buat menghalau spike protein SARS-CoV-2 berinteraksi dengan sel manusia. Tim menyampaikan bahwa di beberapa minggu terakhir ini, ilmuwan telah lebih memahami cara virus menginfeksi manusia. Jika kita dapat mendesain protein yang mampu mengikat spike protein virus corona, peneliti bisa memanfaatkannya untuk memblokir infeksi.

Selanjutnya, Ide-ide yang diajukan pemain akan dikumpulkan. Dan jika terlihat menjanjikan, desain tersebut akan dikirim serta diuji oleh Institute for Protein Design di Seattle. Walaupun gagasan ini terdengar prospektif, kreator Foldit juga mengingatkan bahwa proses untuk menanggulangi virus corona membutuhkan waktu. Dalam uji coba laboratorium, peneliti perlu memastikan molekul-molekul tersebut aman dan efektif menangkal SARS-CoV-2.

Foldit meluncur di tahun 2008 dan kontennya terus berkembang. Kemampuan visualisasi memang bisa membantu pemain dalam menyelesaikan puzzle, namun game pada dasarnya mudah dipelajari dan tidak menuntut keahlian khusus. Saat artikel ini ditulis, skor game tertinggi dipegang oleh pemain bernama toshiue dan grup Go Science.

Via Eurogamer.

Ilmuwan University of Washington Ciptakan Ponsel yang Tak Memerlukan Baterai

Dari mulai smartphone entry-level hingga model flagship, baterai ialah jantung yang memungkinkan perangkat bergerak kesayangan Anda bekerja dengan baik. Penggunaan baterai memang turut terbantu oleh chip yang semakin irit dan bertenaga, tapi pengembangan teknologinya terus dilakukan agar produsen bisa memperkecil volume cell tanpa mengorbankan durasi pemakaian.

Tim peneliti di University of Washington punya gagasan menarik yang berpotensi mengubah industri mobile device selamanya: mereka berhasil menciptakan unit purwarupa telepon seluler yang dapat bekerja tanpa dukungan baterai. Itu berarti dalam pemakaian sehari-hari, kita tidak perlu lagi repot-repot membawa charger dan kabelnya, power bank, dan selalu mencari-cari colokan listrik.

First battery-free cellphone 3

Lalu bagaimana caranya handset memperoleh pasokan tenaga? Metode yang dilakukan para ilmuwan sangat jenius dan tidak biasa. Ponsel dapat mengumpulkan daya dari getaran, cahaya serta sinyal radio – meskipun intensitasnya sangat kecil dengan satuan microwatt. Menariknya lagi, gagasan ini bukan sekedar teori. Handset betul-betul dapat bekerja layaknya device normal, dibuktikan melalui demonstrasi panggilan via Skype.

First battery-free cellphone 2

“Kami telah menciptakan telepon seluler yang dapat bekerja hampir tanpa memerlukan tenaga,” ungkap Shyam Gollakota selaku associate professor di Paul G. Allen School of Computer Science & Engineering UW dalam makalah Proceedings of the Association for Computing Machinery on Interactive, Mobile, Wearable and Ubiquitous Technologies. “Agar device hanya mengonsumsi sedikit tenaga namun tetap bisa bekerja dengan mengambil energi dari lingkungan sekitar, kami harus memikirkan cara baru dalam mendesainnya.”

Pertama-tama, tim peneliti UW perlu merombak transmisi seluler yang sangat memakan daya – yaitu proses mengubah sinyal analog berisi suara menjadi data digital agar bisa dimengerti perangkat. Faktanya, karena alasan inilah hampir mustahil bagi produsen menghilangkan unit baterai. Solusinya, ponsel ‘bebas baterai’ tersebut memanfaatkan getaran kecil di dekat microphone dan speaker sebagai salah satu pemasok sumber tenaga, terutama saat pengguna sedang melakukan panggilan.

Selanjutnya. sebuah antena yang berfungsi untuk mengubah getaran jadi sinyal radio analog disambungkan ke komponen-komponen tersebut, aktif saat user berbicara atau ketika mereka mendengarkan suara. Melalui cara unik itu, proses konversi membutuhkan tenaga yang sangat kecil. Di unit prototype-nya, pengguna masih harus menekan tombol switch antara mode ‘mendengar’ dan ‘berbicara’.

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan tim peneliti adalah memperluas jangkauan operasi device serta membubuhkan enkripsi agar percakapan jadi lebih aman. Itu berarti, proses pengembangan ponsel tanpa baterai ini masih panjang.

Sumber: Phys.org.