Ruangguru baru saja meresmikan fitur baru yang dijuluki “Roboguru”. Layanan ini sebenarnya sudah dirilis di aplikasi sejak tahun 2019. Teknologi yang disematkan didesain untuk membantu para siswa dalam menjawab soal dari berbagai mata pelajaran dengan memberikan pembahasan dan rekomendasi video pembelajarannya.
Roboguru memanfaatkan kapabilitas Photo Search dan User Generated Content. Pengguna hanya perlu mengirim foto soal-soal yang dirasa sulit dikerjakan, kemudian sistem akan memberikan rekomendasi materi yang dapat membantu mereka menyelesaikan soal tersebut.
Kini fitur tersebut juga diboyong ke WhatsApp. Dengan alur yang sama, pengguna hanya perlu mengirim foto ke akun yang ditentukan. Roboguru akan secara otomatis memunculkan jawaban beserta penjelasan konsepnya dalam waktu beberapa detik.
Untuk memanfaatkan fitur Roboguru, siswa dapat mengirim pesan melalui WhatsApp dengan ketik “ROBOGURU” dan kirim ke nomor 081578150000. Selain itu, siswa juga dapat menggunakan fitur Roboguru dengan mengunduh aplikasi Ruangguru.
“Selama sekolah daring, intensitas komunikasi dan konsultasi tatap muka dengan para guru menjadi langka. Saat mengerjakan PR, konsep pelajaran terkadang lebih sulit dipahami tanpa ada penjelasan tatap muka dari guru. Kami harap, inovasi terbaru Ruangguru melalui Roboguru dapat menjadi salah satu solusi praktis dan efektif dalam membantu siswa,” ujar Head of K12 Product Ruangguru, Stephanie Hardjo.
Peran teknologi lainnya dalam pendidikan
Sebelumnya Cakap selaku startup pengembang aplikasi pembelajaran bahasa juga baru merilis layanan terbarunya untuk memudahkan anak-anak belajar bahasa Mandarin. Yang unik, mereka menyematkan konten berbasis augemented reality agar proses pembelajaran menjadi lebih atraktif. Sesi pembelajaran yang dilakukan lewat medium telekonferensi video dilengkapi dengan animasi-animasi menarik untuk menambah minat belajar anak. Teknologi tersebut hasil kerja sama dengan AR&Co., melalui teknologi ISeeAR.
Startup edtech lain yang juga hadirkan konsep unik lewat penerapan teknologi pintar adalah ELSA Speak. Mereka memanfaatkan layanan kecerdasan buatan yang dipadukan dengan voice recognition. Fokus layanannya membantu pengguna untuk belajar bahasa Inggris, khususnya di bagian speaking. Secara cermat aplikasi akan menilai pengucapan (pronunciation) yang dilakukan pengguna dan memberikan skor atau rekomendasi perbaikan.
Seiring makin terjangkaunya perangkat teknologi – khususnya yang dapat diakses lewat smartphone—memberikan ruang tersendiri bagi para inovator untuk melahirkan konsep inovatif dalam pembelajaran. Terlebih di masa sekarang ini, kegiatan pembelajaran di rumah yang minim interaksi langsung tak jarang membuat peserta didik penat dan tidak mampu menyerap secara optimal materi belajar yang disampaikan. Produk-produk atraktif berbasis teknologi dapat menjadi alternatif untuk mengisi celah tersebut.
Hasil survei internal Ruangguru pada Juli hingga Agustus 2020 kepada lebih dari 800 siswa di 32 provinsi menyimpulkan bahwa beberapa tantangan terbesar para siswa selama mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah kesulitan memahami pelajaran tanpa penjelasan dari guru, mendapat lebih banyak tugas tanpa ada pembelajaran yang lebih variatif dan interaktif, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar dan mengerjakan tugas, dan hambatan berkomunikasi dengan guru tanpa tatap muka.
Semuanya bermula pada tanggal 25 November tahun lalu, tepatnya ketika TikTok meluncurkan program #BelajarBareng guna mengajak para kreator untuk berbagi konten edukatif. Lalu tibalah pandemi COVID-19, dan semenjak pemerintah memberlakukan kebijakan PSBB, konten bertema pendidikan di TikTok pun semakin beranak pinak, demikian pengakuan dari Angga Anugrah Putra selaku Head of User & Content Operations TikTok Indonesia.
Puncaknya adalah ketika TikTok meluncurkan program #SamaSamaBelajar di bulan Mei lalu, yang sampai detik ini sudah membuahkan lebih dari 17 miliar view. Salah satu kegiatannya, yakni kompetisi #BerbagiIlmu, terbukti mendapat respon positif dan antusiasme yang cukup besar.
Guna melanjutkan tren konten edukatif tersebut, TikTok sekarang tengah mengadakan kompetisi #BerbagiSkill. Kegiatan ini akan berakhir pada tanggal 31 Juli, dan kemudian akan disambung oleh kompetisi ketiga yang bertajuk #BerbagiFakta pada tanggal 11 Agustus. Namanya kompetisi, sudah pasti ada hadiah uang bagi para pemenang, tapi uang bukanlah satu-satunya insentif yang bisa didapatkan oleh para kreator.
Di skala global, TikTok punya program Creative Learning Fund. Namun seperti yang saya bilang, ini bukan melulu soal uang. Di ranah lokal, TikTok juga sempat mengadakan semacam workshop (online via video conference) bersama kreator-kreator terpilih dengan tujuan untuk semakin membina mereka sekaligus mewadahi interaksi antar kreator supaya mereka bisa saling belajar hal baru dari sesamanya. Jadi selain menyajikan konten edukatif ke konsumen, TikTok sebenarnya juga berupaya untuk mengedukasi komunitas kreatornya.
Menurut Angga, pendidikan saat ini sudah masuk tiga besar kategori terpopuler di TikTok, membuktikan bahwa pasarnya memang ada. Subkategorinya sendiri bisa bermacam-macam, bisa sains, teknologi, DIY, life hacks, marketing, dan masih banyak lagi.
“Sebagai platform yang inklusif, siapa pun berkesempatan untuk berbagi kemampuan dan keahliannya di TikTok, dan menginspirasi pengguna lain untuk belajar dan bahkan ikut berbagi pengetahuan mereka,” jelas Angga.
Video pendek sebagai medium belajar dan mengajar
Lalu yang mungkin jadi pertanyaan adalah, seefektif apa format video pendek saat diperlakukan sebagai medium belajar dan mengajar? Dalam riset berjudul “What the world watched in a day” yang dilakukan Google, belajar hal baru dan menggali minat diri merupakan dua alasan terbesar untuk menonton video di samping menghibur diri. Riset itu juga menunjukkan bahwa semakin muda suatu generasi, semakin besar preferensi mereka terhadap format video pendek.
TikTok merupakan medium yang sangat pas untuk itu, dan pendapat ini diamini oleh Indra Azis, pelatih vokal kawakan yang kebetulan memang cukup populer di TikTok. “Selama puluhan tahun saya mengajar vokal, semakin muda generasinya memang semakin tidak ingin mendengar terlalu banyak teori. Mereka lebih senang yang to-the-point dan langsung terjun mencobanya,” tutur Indra.
Beliau lanjut menjelaskan bahwa video tutorial yang dia bagikan di TikTok mendapat banyak respon duet dari para penonton, dan itu secara langsung menunjukkan bahwa mereka bisa langsung mempraktikkan berbagai tips yang dia berikan. Indra juga mengaku bahwa durasi video yang singkat mendorongnya untuk lebih rajin membuat konten.
Pendapat yang tak kalah menarik datang dari Jason Iskandar, sutradara film pendek sekaligus pendiri rumah produksi Studio Antelope. Menurutnya, TikTok dan format video pendek bisa membantu para sineas untuk melatih kemampuan storytelling-nya, menyampaikan pesan yang mendalam dengan durasi yang sangat terbatas.
Durasi yang singkat tentu bakal menjadi tantangan tersendiri bagi para kreator konten bertema pendidikan, namun ini juga bisa menjadi ajang pembuktian bahwa mereka benar-benar kapabel di masing-masing profesinya. “Kalau belum bisa menjelaskan secara sederhana, berarti kita belum benar-benar menguasai soal itu,” pungkas Jason.
IDN Media baru-baru ini meluncurkan aplikasi “IDN App”, bertujuan untuk meningkatkan konsumsi konten untuk platform media miliknya. Selama ini perusahaan melihat, cara baru orang dalam mengonsumsi berita yakni makin personal, khususnya di kalangan milenial dan gen Z.
Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO IDN Media Winston Utomo mengungkapkan, UGC (user generated content) adalah fitur penting dari sebuah media. UGC dapat menciptakan konten yang lebih relevan dan hyperlocal untuk masyarakat. Selama platform mampu menerapkan filtering secara sistematis (dan menggunakan AI agar lebih akurat dan cepat), UGC dapat berjalan dengan baik.
Winston turut menambahkan, aplikasi baru ini diharapkan menjadi platform berbagi informasi dan pengetahuan untuk pengguna. Hal ini sejalan dengan visi IDN Media untuk mendemokratisasi informasi. Sejak diluncurkannya IDN App, perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan pengguna yang menjanjikan dan mendapatkan respons positif.
Fitur menarik
IDN App dilengkapi dengan beberapa fitur menarik untuk para penggunanya. Ada fitur Topik, pengguna dapat memilih topik berita yang sesuai dengan minat mereka. Lalu ada pula fitur Tanya Jawab, memungkinkan pengguna menulis pertanyaan tentang topik yang diminati atau menjawab pertanyaan dari pengguna lainnya. Sekilas fitur kedua ini mirip konsep yang diterapkan Quora atau forum online ala Kaskus.
Selain itu aplikasi juga memiliki fitur Tulis Artikel yang dapat dimanfaatkan para pengguna yang tertarik untuk menulis artikel di IDN Media. Setiap artikel buatan pengguna yang berhasil tayang akan mendapatkan poin yang dapat ditukarkan ke uang tunai.
“Lebih dari itu, IDN App juga bercita-cita untuk menjadi platform di mana orang-orang dapat menyuarakan opini mereka dan saling berbagi pengetahuan. Kami sangat antusias dengan hadirnya IDN App dan berharap dapat membawa dampak positif bagi masyarakat melalui aplikasi ini,” imbuh Co-Founder & COO IDN Media William Utomo.
Gotomalls hadir dengan misi mendorong masyarakat untuk mengunjungi pusat perbelanjaan fisik. Dengan menyediakan referensi pusat perbelanjaan dan ragam promosinya, cara ini dinilai dapat kembali memperkuat industri ritel di Indonesia.
Dalam dua tahun belakangan, Gotomalls fokus terhadap peningkatan jumlah pengguna. Data per Juli 2016 hingga Desember 2016 mencatat Gotomalls telah memiliki 66 juta unique visitor di Indonesia. Namun, baru ada satu juta yang menjadi pelanggan.
Untuk memperkuat basis pengguna di Indonesia, Gotomalls akan memanfaatkan user-generated content (UGC) pada tahun ini. Startup penyedia platform direktor dan promosi ini juga melakukan pembaruan fitur demi peningkatan pengalaman pengguna.
Ditemui di konferensi Future Commerce Indonesia, Marketing and Business Development Director Gotomalls, Kelly Oktavian mengungkapkan pihaknya akan mengakselerasi sejumlah fitur di platform-nya dengan melibatkan pengguna existing Gotomalls.
Ia mencontohkan bagaimana Tripadvisor mengandalkan UGC untuk memperkuat basis penggunanya di seluruh dunia sehingga dapat mendatangkan lebih banyak trafik dan aktivasi, baik online maupun offline.
Menurutnya, strategi UGC juga dianggap dapat menutup gap informasi yang tidak semuanya didapatkan oleh konsumen. Ulasan dalam bentuk tulisan dan foto dinilai akan membantu konsumen baru untuk mendapatkan informasi yang tidak disediakan brand.
“Dua tahun pertama, kami memang fokus terhadap penambahan user. Nah, yang akan menjadi fokus kami ke depan adalah user-generated content. Lihat saja Tripadvisor, mereka perkuat konten selama bertahun-tahun, setelah itu mereka hadirkan fitur pemesanan [dengan basis pengguna yang sudah besar],” ungkapnya.
Gotomalls merupakan startup teknologi ritel yang dikembangkan Dominos Pte Ltd, sebuah perusahaan asal Singapura. Startup ini menyediakan platform direktori dan promosi pusat perbelanjaan. Gotomalls telah bermitra dengan lebih dari 300 mal dan lebih dari 5.000 brand di Indonesia.
Tanpa meninggalkan titelnya sebagai startup teknologi ritel, Gotomalls juga akan meningkatkan pengalaman pengunjung dengan dukungan teknologi. Terkini, perusahaan baru saja inovasi terbarunya, yakni 360° Virtual Reality Store Experience yang mungkinkan konsumen untuk menikmati gambaran suasana toko secara online sebelum mengunjunginya.
Saat ini, fitur 360° Virtual Reality Store Experience sudah hadir di setiap laman brand dan mal yang telah bekerja sama dengan Gotomalls. Pengguna dapat mengintip suasana toko di kanal YouTube. Namun, fitur ini baru bisa dinikmati untuk lima brand saja.
“Ada beberapa brand yang punya kualitas sangat bagus, tetapi harganya terjangkau. Nah, konsumen tidak tahu itu karena mereka tidak berani masuk dan berpikir produknya mahal. Dengan fitur ini, konsumen dapat mencari tahu lebih dulu seperti apa isi tokonya,” tutur Kelly.
Selain teknologi Virtual Reality (VR), lanjutnya, perusahaan juga berencana memboyong chatbot ke platform Gotomalls tahun ini. Sebelumnya, fitur chatbot baru bisa digunakan untuk pengguna LINE Messenger saja.
Mungkin hampir semua anak generasi 90-an atau awal 2000-an tahu betul Kaskus itu apa dan pasti pernah mengaksesnya. Entah iseng-iseng ingin baca sesuatu atau dapat artikel rekomendasi dari teman.
Mengingat Kaskus itu seperti sedang bernostalgia. Segala topik bisa dibahas di sana. Yang paling saya ingat itu konten yang bermuatan jenaka namun informatif. Kaskuser sungguh kreatif dalam membuat tulisan.
Memang, konsep artikel UGC (user generated content) pada waktu itu memang belum banyak tersedia, sehingga belum ada alternatif portal lain yang bisa diakses anak muda. Baik itu portal berita atau forum lain sebesar Kaskus.
Jual-beli barang bisa terjadi lewat Forum Jual Beli. Belum ada Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee dengan promo ongkos gratisnya yang tak kunjung usai itu. Cari barang yang mau dijual, pasang harga, dan tak lupa memasukkan pesan “Nego halus, yang keterlaluan di lempar bata ya.”
Kalau mau cari barang pun bisa pasang thread. Tak perlu capek-capek cari lapak, ketika thread sudah jadi tak lama pasti ada yang kirim pesan atau langsung SMS. Nego harga saja, janjian lokasi dengan penjual, barang pun diterima.
Belum banyaknya opsi yang bisa dipilih oleh Kaskuser, entah itu mengakses informasi dan transaksi barang, menjadikan Kaskus sebagai primadona. Apa-apa harus lewat Kaskus.
Ingat betul di benak saya, saat pulang sekolah iseng-iseng ke warnet cuma buat nge-Kaskus saja, lalu membuka semua tab yang masuk Hot Thread, sembari memasang lagu dari aplikasi Winamp yang selalu siap di PC warnet.
Setelah semua tab terbaca, saya mengklik thread rekomendasi dari Kaskuser yang biasanya dipamerkan di bagian bawah. Tak lupa baca beberapa respons dari Kaskuser. Kebiasaan ini saya lakukan sampai duduk di bangku sekolah. Saat handphone sudah sedikit canggih, saya perlahan beralih ke situs mobile.
Sempat beberapa kali saya beli dan jual barang lewat FJB. Kebanyakan produk elektronik, seperti handphone, tablet, mouse, keyboard, laptop, sampai kamera. Selama transaksi di FJB syukurnya belum pernah mengalami kejadian buruk.
ID Kaskus saya ternyata dibuat sejak 2010. Namun tak satupun thread pernah saya buat, alias silent reader. Hampir jarang sekali meninggalkan komentar dari setiap thread yang saya baca. Bahkan kemarin saya cek status ID Kaskus masih “newbie“.
Minim gebrakan inovasi sampai hinggapnya konten politik
Sedari awal Kaskus berdiri memang hanya fokus ke konten tulisan karena ingin menempatkan diri sebagai forum diskusi. Tampilan UI/UX terus dipermak demi menyesuaikan pembaca dan perkembangan zaman.
Setiap kali Kaskus melakukan pembaruan tampilan, selalu ada pro-kontra. Dalam pembaruan tampilan yang diumumkan Kaskus baru-baru ini, seorang Kaskuser menyebut, pembaruan layout, engine atau lainnya tidak diperlukan karena esensi terpenting dari Kaskus adalah kesederhanaannya sebagai forum diskusi, tidak terlalu banyak tombol sebab dia menganggap itu membingungkan.
Produksi konten tulisan dirasa semakin tertantang karena makin maraknya portal berita yang memiliki konsep UGC, platform media sosial, dan messaging. Jangan lupakan faktor smartphone dan dukungan jaringan data yang harganya semakin terjangkau.
Semuanya mengubah gaya hidup manusia dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Perubahan yang cepat ini membuat Kaskus seolah hilang arah. Mau mengikuti platform A, B, dan C, bagaimana cara agar tetap menjadi role model bagi setiap perusahaan digital.
Pengalaman kesusahan mencari konten original saya rasakan sendiri. Setelah vakum sekian tahun, belakangan ini saya iseng buka Kaskus. Kalau di cek thread berdasarkan “Lagi Ngetop” kebanyakan bermuatan politik. Algoritmanya terasa kacau.
Sekalinya menemukan konten yang menarik, ternyata hasil saduran dari portal media lain. Ekspektasi saya untuk mendapatkan konten yang menghibur kini sulit ditemukan di Kaskus. Berbeda dengan sebelumnya, cukup cek Hot Thread saja, sudah dijamin kontennya menarik dan original.
Thread paling fenomenal yang pernah dibuat di Kaskus adalah cerita bersambung Keluarga Tak Kasat Mata pada 2016 dan sudah dibuat versi film setahun berikutnya. Konten ini berhasil menarik lebih dari 13,8 juta Kaskuser dan mendapat lebih dari 7.600 komentar. Menobatkan thread ini paling banyak dibaca Kaskuser.
Inovasi yang dilakukan Kaskus, belum ada yang begitu drastis. Masih sebatas pengembangan dari produk yang sudah ada. Salah seorang Kaskuser beranggapan, sejak 2014 Kaskus mulai ditemukan konten berbau politik yang membuat dia jadi malas untuk kembali lantaran perdebatannya dianggap sudah tidak sehat. Komentar ini ditanggapi serius Kaskuser lainnya dengan menandai tahun tersebut adalah era kemunduran Kaskus.
Bila dilihat dari timeline-nya, mulai dari tahun 2015 hingga 2016, Kaskus membuat fitur-fitur yang secara halus mencegah Kaskuser beralih ke platform lain. Misalnya, Kaskus Plus untuk membership premium, aplikasi Jual Beli, Kaskus Chat, menyempurnakan FJB dengan KasPay, KasAds, BranKas, dan titik akhirnya menginisiasi Kaskus Networks untuk “menambal” kekosongan konten.
Upaya terus dilanjutkan sampai tahun 2017 ditandai lewat peluncuran Kaskus Creator untuk mendorong Kaskuser menghasilkan uang lewat konten yang mereka produksi. Kaskus beralih untuk berpartisipasi untuk pendanaan di ProPS yang bermuara pada terpilihnya eks Founder & CEO ProPS Edi Taslim menjadi CEO Kaskus.
Rekam jejak Kaskus untuk menambah portofolio tidak hanya berhenti di Garasi.id saja, diteruskan ke Prosa.ai dan KontrakHukum. Di masa kepemimpinan Edi, Kaskus akhirnya terjun ke konten video dan suara lewat kehadiran Kaskus TV dan Podcast.
Kepada DailySocial, CEO Kaskus Edi Taslim berpendapat kehadiran dua produk ini adalah upaya Kaskus agar tetap relevan namun tetap konsisten dalam menyorot kekuatan konten yang dimiliki.
“Harapannya, ketiga channel yang kami hadirkan ini bisa menjadi kekuatan dan diferensiasi dari Kaskus, juga memenuhi kebutuhan diskusi dan interasksi dari komunitas akan minat dan hobi,” kata dia.
Sementara terkait investasi ke Prosa.ai dan KontrakHukum, Edi menuturkan Kaskus dan Prosa.ai masih dalam proses pengembangan untuk mengaplikasikan Prosa Text untuk filtering konten hoax di Forum Kaskus. Diharapkan dapat segera diterapkan dalam waktu dekat.
Menurut saya, antisipasi ini bisa dikatakan terlambat namun juga tidak. Sebab Podcast ini masih jadi barang baru buat orang Indonesia dalam mengonsumsi informasi. Kaskus punya peluang di situ.
Namun kebiasaan orang Indonesia untuk mengonsumsi video itu sudah mulai terbentuk sejak YouTube hadir dan semakin dipertegas lewat berbagai platform media sosial kenamaan lainnya. Apalagi konten kreator di YouTube makin menjamur jauh sebelum Kaskus TV hadir.
Saya sendiri sudah mencoba jajal Kaskus TV dan Podcast. Secara impresi, saya lebih menyukai Kaskus Podcast karena sudah terpasang sebagai widget di situs utama Kaskus dan tidak autoplay. Kontennya pun original dan menarik karena diambil dari thread yang diunggah di Kaskus.
Beda halnya dengan Kaskus TV, video dibuat autoplay sehingga memberi kesan Kaskuser dipaksa untuk menontonnya. Satu-satunya opsi yang tersedia adalah pause video secara manual dan membiarkan video buffer dengan sendirinya.
Opsi ini tentu saja merugikan buat para Kaskuser dengan kuota data yang terbatas dan mengurangi impresi buat Kaskus TV. Dilihat dari konten, menurut saya tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa orang-orang konsumsi di YouTube. Meski diklaim teknologi yang dipakai mencegah orang untuk melakukan pembajakan, tapi tetap saja butuh waktu untuk Kaskus TV mendapatkan timing-nya.
Lagi-lagi karena terlambat melihat peluang, Kaskus kehilangan timing. Sebelumnya menurut banyak orang, termasuk saya, Kaskus punya peluang besar untuk membesarkan FJB. Lihat sekarang bagaimana FJB, reputasinya sudah jeblok.
Edi mengklaim, sejak Kaskus TV diluncurkan pada September 2018 telah tembus 1,3 juta unique viewers. Angka ini melampaui target 1 juta unique viewers yang dia sebutkan saat peluncuran perdana. Kaskus TV memiliki delapan program original dan bekerja sama dengan lebih dari 30 partner menghasilkan 720 ragam video.
Sementara untuk Kaskus Podcast, ada enam program original dan bekerja sama dengan enam podcast partner. Pihaknya menyediakan studio podcast untuk memfasilitasi komunitas atau kerja sama program ke depannya.
Posisi merosot
Peringkat Kaskus di Alexa (15) dan SimilarWeb (25) terasa merosot jauh dari peringkat 10 besar di Indonesia, per Desember 2018. Dengan IDN Media (peringkat 13 menurut Alexa), notabenenya termasuk media UGC yang baru lahir, Kaskus sudah kebobolan.
Namun bila melihatnya sebagai forum komunitas online, digdaya Kaskus memang belum bisa terkalahkan di Indonesia selama 19 tahun berdiri. Menurut SimilarWeb, Kaskus memiliki total kunjungan 53,76 juta naik 8,36%. Rata-rata lama kunjungan 4:50 menit dan bounce rate 64,9%. Kaskuser membaca sekitar 2,92 halaman per kunjungan.
Dari data internal Kaskus, saat ini Kaskuser terdaftar mencapai 10,4 juta, sementara jumlah pengunjung aktifnya lebih dari 26 juta per bulan. Konten UGC yang diproduksi jumlahnya tiap tahun mencapai 1,5 juta thread.
Edi menyebut konten yang saat ini menarik bagi Kaskuser maupun non Kaskuser adalah thread yang berasal dari forum The Lounge yang umumnya membahas isu atau tren terkini. Lalu ada thread dari forum Berita & Politik, Stories form The Heart, Kendaraan Roda 4, Dunia Kerja & Profesi, Android, Lowongan Pekerjaan, Supernatural, dan Lounge Video.
Saya yakin, seluruh angka ini bukan menjadi kebanggaan karena di era kejayaannya Kaskuser rela berjam-jam mengakses Kaskus saja. Semakin rendah bounce rate, tentu akan semakin bagus buat situs karena konten yang diproduksi dibaca oleh banyak orang.
Ada salah satu Kaskuser yang saya temukan membuat thread soal perubahan Kaskus dari masa ke masa. Pada Juni 2011, Kaskus masuk ke dalam jajaran 10 besar situs yang paling banyak dikunjungi menggunakan Opera Mini. Unggahan lainnya, memperlihatkan pada Agustus 2015 Kaskus masih masuk ke posisi ke 7 di Alexa, lalu pada awal bulan tersebut melorot ke 8.
Apabila Kaskus TV dan Kaskus Podcast dalam waktu dekat belum bisa memberi sumbangsih kepada perusahaan. Artinya Kaskus harus putar otak lagi untuk mengembalikan kejayaannya. Mengadakan kompetisi dengan komunitas, seperti Kaskus Battleground untuk gaet industri e-sport, atau gelaran acara musik yang belakangan ini giat dilakukan, belum maksimal buat mendongkrak posisi Kaskus sebagai forum komunitas online.
Saya menangkap beberapa komentar dari Kaskuser menuding penurunan ini karena Kaskus terlalu sering mengubah template, padahal menurutnya hal ini membuat Kaskus kehilangan ciri khas. Berikutnya admin Kaskus yang dianggap terlalu kaku karena sering ban pengguna, tidak seperti dulu yang sangat berbaur. Apalagi saat ada masukan dari Kaskuser, jawaban dari moderator dinilai template.
Kehadiran iklan yang terlalu banyak akhirnya dianggap mengganggu karena Kaskuser menganggap Kaskus terlalu profit-oriented. Padahal kasarnya, sebagai perusahaan, Kaskus memang harus melakukan monetisasi demi menghidupi karyawannya. Namun cara yang diambil kurang berkenan bagi para Kaskuser.
Menentukan posisi
Posisi Kaskus berhadapan keras di dua area, media/media sosial dan iklan baris (classified ads). Seolah-olah menjadi pisau bermata dua, harus betul-betul tahu memposisikan diri agar Kaskus tetap eksis.
Sebelum Edi, posisi CEO Kaskus sempat kosong pasca hengkangnya Ken Dean di 2016. Saat itu, secara interim kepemimpinan dipegang On Lee yang sekaligus CTO baik di Kaskus maupun GDP Venture. Andrew Darwis kini menempati posisi Founder dan CCO.
Dalam suatu wawancara, Edi pernah mengatakan, sebagai CEO ia akan memfokuskan Kaskus kepada khittahnya sebagai forum komunitas online dengan mengedepankan unsur diskusi.
Kiprah Edi di industri media, terutama membangun Kompas Gramedia Group, majalah tekno Chip, Kompas.com, dan pencapaiannya lainnya tidak perlu diragukan lagi bisa menjadi bekal yang cukup buat Kaskus. Di bawah kepemimpinannya, saya berharap Kaskus bisa lebih agresif untuk berinovasi dan tidak lagi mandeg.
Sering-sering duduk bersama dengan Kaskuser dan membicarakan masa depan mungkin bisa mengembalikan kiprah Kaskus. Toh, keluhan Kaskuser yang diluapkan lewat thread banyak yang menginginkan manajemen untuk ngariung ngobrol bareng.
Kaskus saat ini masih bisa hidup karena dukungan Kaskuser. Jangan sampai posisi Kaskus semakin terjungkal, sampai akhirnya tinggal kenangan.
Line Indonesia announces a new feature for Line Today called Line Today Buzz. This feature allows users to upload attractive and entertaining content. On the other hand, Line Today Buzz users can have the latest information in public. Using user generated content (UGC) concept, Line Today Buzz is expected to increase user’s interaction and trigger public’s creativity.
“As a popular service among the public, Line Today make a commitment to provide fascinating content through its service, including Line Today Buzz. We want it to be not only as user generated content platform to improve public’s interaction, but also as a place for Line user’s creative activities in Indonesia,” Dale Kim, Line Indonesia‘s Managing Director, said.
As a social platform, Line aware of UGC’s rising popularity and serve a place for users to upload content, it’s the best effort to acquire users. Line Today Buzz is expected to develop further and support users’ creativity, along with providing attractive and entertaining content for all Line users.
Aside from allowing users to upload content in Line Today Buzz, they can also provide comments or interact between users by tapping the Upvote or Downvote icon located on the bottom left. Users will also be facilitated to access various kinds of information related to the event.
In recent years, Line as an instant messaging platform has made some innovations to maintain its existence. This year, Line Indonesia is said to focus on monetizing strategy.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Line Indonesia mengumumkan fitur baru Line Today, Line Today Buzz. Fitur ini memungkinkan pengguna mengunggah berbagai macam konten yang menarik dan menghibur. Di sisi lain pengguna Line Today Buzz dimungkinkan mendapatkan informasi menarik yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Dengan konsep user generated content (UGC) Line Today Buzz diharapkan bisa meningkatkan keterlibatan pengguna dan memacu kreativitas masyarakat.
“Sebagai layanan yang tengah digemari oleh masyarakat Line Today berkomitmen untuk selalu memberikan konten yang menarik melalui layanannya, salah satunya melalui Line Today Buzz. Kami ingin Line Today Buzz tidak hanya hadir sebagai platform user generated content yang dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat tetapi juga sebagai wadah untuk menampung aktivitas kreatif para pengguna setia Line di Indonesia,” terang Managing Director Line Indonesia Dale Kim.
Sebagai salah satu platform sosial, Line sadar bahwa popularitas UGC semakin berkembang dan menyediakan tempat untuk pengguna mengunggah konten adalah upaya terbaik untuk mengikat pengguna. Dihadirkannya Line Today Buzz diharapkan bisa semakin mengembangkan dan mendukung kreativitas para pengguna dan secara bersamaan memberikan konten yang menarik dan menghibur untuk seluruh pengguna Line.
Selain memungkinkan pengguna mengunggah konten ke dalam Line Today Buzz, mereka juga bisa memberikan komentar atau berinteraksi antar pengguna dengan mengetuk ikon Upvote atau Downvote yang terletak di sebalah kiri bawah konten. Pengguna juga akan dimudahkan untuk mengakses berbagai macam informasi mengenai event.
Line sebagai platform pesan instan dalam beberapa tahun terakhir melakukan sejumlah inovasi-inovasi untuk terus menunjukkan eksistensinya. Tahun ini Line Indonesia menyebutkan akan fokus pada strategi monetisasi.
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu konsep yang dinilai akan mendorong efek bola salju pada tren produk teknologi ke depannya. AI pada dasarnya, menurut Richard E. Bellman, merupakan sistem automasi dari proses yang memerlukan pemikiran yang direfleksikan dalam teknologi. Penerapannya dapat terjadi di berbagai sektor dan serangkaian proses bisnis, mulai dari penentuan keputusan hingga pemecahan masalah.
kumparan Academy membahas mengupas tuntas Aplikasi AI di berbagai industri ini dikupas tuntas dalam kegiatan kumparan Academy pada hari Senin (23/04) di Yogyakarta, bekerja sama dengan Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada (UGM) dan didukung oleh DailySocial.id.
Setelah membawa pembahasan “Deep Learning vs Conventional Machine Learning from Technical Perspective” di Jakarta, kumparan Academy kembali berbagi wawasan yang masih beririsan dengan algoritma deep learning dan machine learning dalam skala yang lebih makro, yakni Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan.
Pemahaman secara umum dijelaskan oleh Dessi Puji Letari, Ph.D sebagai Chief Speech Scientist Prosa.ai—sebuah startup yang mengembangkan teknologi text dan speech recognition. “Salah satu parameter AI adalah komunikasi, sehingga speech recognition menjadi sangat signifikan,” ujar Dessi.
AI di industri dibahas dari sudut pandang praktikal dan teknis oleh Chief Data & Product kumparan Thomas Diong dalam perspektif media, Kepala Lab Sistem Cerdas FMIP UGM dari perspektif bioinformatika, dan Co-Founder Konvergen.ai Lintang Sutawika yang mewakili pengembang produk AI.
Di bidang media, salah satu yang telah diterapkan di kumparan saat ini adalah big data. Hal ini dikarenakan banyaknya informasi yang harus dikelola dan diproses sebagai sebuah industri media. Terlebih kumparan juga menerapkan konsep User Generated Content (UGC). “Pondasi big data di kumparan terdiri dari beberapa komponen. Mulai dari sistem untuk tracking, data warehouse, lalu dilanjutkan otomasi proses yang dilakukan oleh algoritma pintar yang diterapkan dalam sistem,” jelas Thomas.
Berbeda dengan bioinformatika yang pada dasarnya gabungan antara ilmu biologi dan informatika. Biologi menyediakan data dan dari informatika memprosesnya. “Bioinformatic data obtained from DNA to Cell Function, terdiri dari DNA Squencer, Animo Acid Squence, Protein, 3D Structure, Protein Function, Protein Function sampai Cell Activity,” ujar Afi.
–
Disclosure: DailySocial adalah media partner dari kumparan Academy Yogyakarta.
Kaskus will invest in four startups to support its effort on content production as it wants to stay relevant. The investment process is currently on due diligence stage and to be announced soon.
“We’re not a new startup founded only 2-3 years ago. We’ve sustained and will be standing still. The strategy is to invest in ourselves and subsidiaries. I can’t mention any name yet, but it’s in progress. There are four startups we want to invest in, they are companies with [business] alignment in Kaskus,” Edi Taslim, Kaskus’ new CEO, said (4/9).
The fresh investment will increase Kaskus’ subsidiaries portfolio. Garasi.id is one of the spin-off, engaged in automotive marketplace and launched in August 2017. It provides a comprehensive solution for online secondhand car sales and closely integrated with Kaskus Forum.
Taslim expects the strategy can work along the ambition to produce original and curated content, whether in a text, photo, or video. Although, the main focus remains to produce UGC (User Generated Content).
“Some new program to be launched, such as video-based program. Furthermore, there will be more live streaming, talk show, and others. Previously, all contents are fully user-generated, now we’re going to make original one.”
He said the biggest challenge for Kaskus is not to change the business model. The company focus to enhance its services as a community platform and should be able to attract people with similar interests.
Andrew Darwis, Kaskus’ Founder added, the users are getting less interested to produce content. Currently, Kaskus Kreator has 11,000 registered users.
“Therefore, we create Kaskus Kreator last year to ‘incentivize’ creators to write articles and get rewarded by the views they get. Per 1 view is Rp1. Last month, Rp30 million was redeemed to all creators,” Darwis explained.
Reducing hoax with AI
Content policies will be improved along with UGC. There will be no space for hate speech, pornography, and other contents violating the law. AI technology will be used by the moderator to filter content.
Darwis continued, in practical, AI machine will cross-check every content Kaskus received by referring it to the trusted media, whether it’s a fake news or duplicate. Moderator will process after the result came out.
“The AI is available only for internals, not users. We’ve been using it since last year, under Mr. On Lee leadership [Kaskus’ previous CEO].”
Taslim added, the content policy affirmation is Kaskus’ form of anticipation entering this political year. The company wants to moderate conversation to be more positive.
“We’ve been easy all this time. We want to assure that we won’t turn a blind eye for content violation. We’re gathering with moderators to direct the conversation to be more positive,” he said.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Kaskus mengumumkan akan berinvestasi ke empat startup sebagai anak usaha baru guna perkuat produksi konten agar tetap relevan dan memenuhi kebutuhan forum diskusi dan komunitas. Adapun proses investasi tersebut sudah mencapai tahap due diligence dan bakal diumumkan dalam waktu dekat.
“Kita ini bukan startup yang baru berdiri 2-3 tahun, jadi sudah sustained dan harus tetap sustained. Jadi sekarang strateginya kita investasi ke diri sendiri dan buat anak usaha. Saya belum bisa bilang namanya, masih dalam proses. Ada empat startup yang mau kita invest, mereka itu perusahaan yang kita lihat ada alignment-nya dengan Kaskus,” terang CEO baru Kaskus Edi Taslim, Senin (9/4).
Investasi segar ini akan menambah portofolio anak usaha Kaskus. Kaskus telah memiliki Garasi.id yang telah di spin-off, bergerak di marketplace otomatif dan telah diluncurkan pada Agustus 2017. Terintegrasi erat dengan Kaskus Forum, Garasi,id menghadirkan solusi komprehensif untuk kemudahan jual beli mobil bekas secara online.
Edi menuturkan strategi tersebut diharapkan dapat sejalan dengan ambisi ingin mulai memproduksi konten original dan terkurasi, baik dalam format teks/foto dan video. Meskipun demikian, fokus utama Kaskus tetap mendorong pengguna menghasilkan konten berbasis UGC (User Generated Content).
“Beberapa program baru yang akan dihadirkan seperti video based program. Ke depannya akan ada banyak video live streaming, talkshow, dan lainnya. Kalau dulu kan konten di Kaskus benar-benar dari pengguna. Nah sekarang ini kita juga mau buat sendiri kontennya.”
Menurut Edi, tantangan terbesar yang dihadapi Kaskus bukan mengubah model bisnis untuk bersaing dengan yang lainnya. Fokus perusahaan adalah mempertajam layanan sebagai platform komunitas tempat berdiskusi. Kaskus harus bisa menarik orang-orang dengan kesamaan peminatan berkumpul di satu tempat.
Founder Kaskus Andrew Darwis menambahkan, saat ini pengguna Kaskus mengalami penurunan minat dalam memproduksi konten. Hal tersebut adalah dampak maraknya aplikasi media sosial yang memudahkan orang memproduksi konten dalam waktu singkat. Terhitung saat ini Kaskus Kreator telah memiliki 11 ribu anggota terdaftar.
“Makanya kami buat Kaskus Kreator pada tahun lalu untuk mendorong penulis menghasilkan artikel dan mendapatkan reward berdasarkan jumlah view yang mereka dapatkan. Per 1 view kita hargai Rp1. Bulan lalu kita redeem sekitar Rp30 juta untuk semua penulis,” terang Andrew.
Memanfaatkan AI kurangi berita bohong
Selain mendorong konten UGC, kebijakan konten juga akan diperbaiki. Tidak ada ruang untuk konten terkait SARA, pornografi, dan lainnya yang melanggar undang-undang. Salah satu teknologi yang dipakai membantu moderator dalam memfilter konten adalah AI.
Untuk praktiknya, sambung Andrew, setiap konten yang diterima Kaskus akan dicek kembali oleh mesin AI dengan mereferensikannya ke situs media terpercaya, apakah berita bohong, copy paste, atau bukan. Setelah mendapatkan hasil, moderator baru bisa memprosesnya.
“AI ini baru untuk internal, belum untuk pengguna. Kita sudah pakai ini sejak tahun lalu, saat kepemimpinan Pak On Lee [CEO Kaskus sebelumnya].”
Edi menambahkan, penegasan kebijakan konten juga merupakan bentuk antisipasi Kaskus karena tahun ini mulai memasuki tahun politik. Pihaknya ingin memoderasi percakapan ke arah yang lebih positif.
“Selama ini kita agak longgar. Sekarang mau ditegasin lagi karena kita enggak mau menutup mata bahwa ada konten yang melanggar aturan. Kita sekarang banyak berkumpul dengan para moderator untuk memoderasi percakapan ke arah positif,” pungkas Edi.