Planet Mars telah lama dilirik ilmuwan untuk dijadikan tempat tinggal manusia di luar Bumi. Melihat dari kondisi permukaan dan tersedianya air membuatnya ditunjuk sebagai lokasi paling mendukung kehidupan di sistem tata surya kita (selain Bumi tentunya). Dan sebelum mengutus manusia pergi ke sana, NASA terlebih dulu melakukan survei dengan menggunakan robot.
Dari sejak 1970-an, sudah ada banyak upaya untuk mengirimkan robot ke Mars. Soviet melangsungkannya dua kali (gagal), disusul Amerika (1997, hilang kontak), dan Eropa (ESA, 2003, juga hilang kontak). Tiga misi NASA terakhir terbilang sukses, dengan Curiosity Rover yang masih beroperasi hingga sekarang. Agenda NASA selanjutnya ialah menciptakan robot yang lebih canggih dan betul-betul merepresentasikan manusia.
Saat ini, National Aeronautics and Space Administration tengah sibuk mengembangkan robot humanoid Valkyrie V5. Tak seperti Curiosity, Valkyrie memiliki tubuh menyerupai manusia – berdiri dengan dua kaki dan mempunyai dua tangan. Valkyrie dirancang sebagai pionir kolonisasi manusia di Planet Merah, khususnya untuk navigasi di ruang sempit serta mendirikan pemukiman di lingkungan berbahaya.
NASA memproduksi empat unit Valkyrie: satu buat riset mereka sendiri, dua dipinjamkan pada Northeastern University dan Massachusetts Institute of Technology, dan satu lagi dibeli oleh University of Edinburgh di Skotlandia. Di tahun 2015, Northeastern memutuskan untuk mengakuisisi Valkyrie, dibarengi oleh proposal Profesor Taskin Padir dari Electrical & Computer Engineering yang menawarkan bantuan pada NASA buat menguji hardware-nya.
Valkyrie bukan hanya mampu menggerakan anggota tubuh. Ia sangat pintar, bisa berjalan secara otomatis, menyelesaikan tugas yang diberikan, bahkan dapat membuat keputusan sendiri. Northeastern memindahkan lokasi Valkyrie miliknya ke New England Robotics Validation and Experimentation Center, sebuah gudang berisi rintangan-rintangan raksasa untuk menguji kapabilitas robot dan drone – tempat ideal buat mengevaluasi sistem penglihatan on-board dan pergerakan bipedal Valkyrie.
Penampilan Valkyrie V5 juga jauh lebih futuristis dibanding robot rover, mengusung konstruksi modular. Sebagai matanya, ia memiliki visor berisi sistem 3D vision kompleks; di area dada, logo NASA akan menyala ketika Valkyrie sedang aktif; lalu di bagian punggung, sang robot membopong unit baterai raksasa. Ketika ia nanti beroperasi secara sempurna, Valkyrie kabarnya mampu memanipulasi objek serta siap untuk melakukan misi penyelamatan.
Buat sekarang, belum ada rencana untuk mengirim Valkyrie ke Mars. NASA berharap, dengan melangsungkan program Space Robotics Challenge, para ilmuwan bisa menciptakan penerus Valkyrie yang lebih canggih dan betul-betul siap dikirim ke sana.
Vivo merupakan pendatang baru di tengah gencarnya persaingan smartphone terjangkau dengan spesialisasi self-portrait. Untuk menarik perhatian publik, perusahaan asal Dongguan itu menyingkap handset berkamera depan 20-megapixel bernama V5 di bulan November silam, dan tanpa membuang banyak waktu, Vivo segera membawa produk tersebut ke Indonesia.
Tak hanya sekedar menghadirkan handset tersebut ke pasar lokal, Vivo juga menunjuk Agnes Monica sebagai brand ambassador, lalu memperkenalkan dua pilihan warna baru V5 yang masing-masing diwakilkan oleh selebriti, yaitu Afgan untuk space gray dan Pevita buat rose gold. Langkah ini memang menarik, dan sepertinya sedang jadi tren di kalangan produsen, namun seunik apapun strategi pemasarannya, kualitas device tetap jadi faktor takaran nomor satu.
V5 disiapkan untuk berduel dengan handset dari ‘rival’ senegaranya yang cukup populer di nusantara, Oppo F1s – terutama karena spesifikasi hardware kedua perangkat tak jauh berbeda dan mereka sama-sama diracik sebagai alat selfie alias swafoto. Melalui artikel ini, saya mencoba mengulas lengkap apakah V5 memang betul-betul merupakan handset selfie ideal seperti yang dijanjikan Vivo.
Design & build quality
Desain dari V5 memang sulit dikatakan orisinal, dan Anda akan segera melihat langsung beberapa elemen device lain di sana. Sisi depannya boleh dibilang mirip seperti OnePlus 3 dan F1s, kesan ini diperkuat oleh sensor fingerprint lonjong berbingkai metalik. Lalu ketika dibalik, saya melihat ada pengaruh iPhone 6 di sisi punggung, terutama karena ujung membundar dan penempatan modul kamera serta flash LED di pojok kiri atas. Menariknya, arahan ini terasa serasi dengan tema selfie yang diusungnya.
Unit review yang saya peroleh adalah varian berpunggung emas dengan frame putih – penampilannya sangat feminin. Di konferensi pers, Vivo sempat bilang bahwa bagian tersebut tersusun atas ‘polikarbonat dan partikel logam’, namun saya belum bisa memastikan bagaimana produsen mencampur kedua material tersebut. Pastinya, back cover terbuat dari plastik bertekstur matte ‘metalik’, dan ada lis logam yang memisahkan punggung dan layar.
Berkat material plastik, V5 ternyata lebih ringan dari dugaan saya, berbobot hanya 154-gram. Dimensinya adalah 153,8×75,5×7,6-milimeter, dan Anda bisa menemukan dua tombol fisik di sisi kanan dan tray kartu SIM/miroSD di kiri; lalu port audio, USB serta speaker di bawah. Layar 5,5-inci V5 mempunyai rasio sebesar 71,8 persen ke tubuhnya, dan sensor sidik jari di dekatnya berfungsi juga sebagai tombol home – tapi tidak mempunyai elemen mekanik sehingga tidak dapat ditekan.
Berdasarkan pengalaman memakainya selama beberapa minggu, saya tidak menemukan kelemahan pada strukturnya. Material plastik membuat V5 kebal terhadap benturan-benturan yang berpotensi meninggalkan bekas di bahan aluminium, tetapi memang sulit menyingkirkan kesan ekonomis di perangkat ini.
Untuk layar, Vivo sendiri tidak menginformasikan secara spesifik versi Corning Gorilla Glass yang digunakan di V5, dan unit review ini sudah dibekali tempered glass begitu saya keluarkan dari bungkusnya.
Display
Vivo V5 memanfaatkan layar IPS beresolusi 720×1280, diramu agar output-nya cerah dan memiliki level saturasi yang optimal, mengecoh saya hingga mengiranya sebagai panel AMOLED. Walaupun hanya HD dan display 5,5-incinya cuma berkepadatan 267ppi, gambar, teks maupun icon tetap terlihat tajam tanpa efek jaggy. Di bawah sorotan sinar matahari langsung, detail di layar V5 terjaga dengan baik dan fitur automatic brightness-nya juga cukup pintar dalam mengenali keadaan ruang di sekitarnya.
FunTouch OS 2.6
Seperti produsen smartphone Tiongkok lain, Vivo membekali V5 dengan sistem operasi racikan mereka sendiri, yaitu FunTouch OS 2.6, hasil modifikasi Android 6.0 Marshmallow. Pendekatannya mirip Xiaomi MIUI di mana daftar app dan tool diposisikan dalam satu lapis menu sehingga mudah ditemukan. Tentu saja adaptasi masih diperlukan karena penyajian menu dan dashboard FunTouch OS cukup berbeda dari Android.
FunTouch OS memisah menu dashboard menjadi dua: atas difokuskan pada notifikasi, sedangkan recent app, setting volume dan brightness sampai akses ke fungsi flashlight serta S-capture (memunculkan menu dial untuk menggunakan fitur screen recording, long screenshot, rectangular dan funny screenshot). Recent app tidak dijabarkan per page seperti di Android, hanya diwakilkan oleh icon masing-masing app. Kemungkinan besar ini adalah upaya Vivo demi memastikan OS tidak membebani hardware.
Tidak ada bloatware yang mengganggu, di sana Vivo hanya membubuhkan tool proprietary semisal i Manager, i Music (app music player), vivoCloud, dan i Theme. i Theme sendiri merupakan tempat Anda memilih dan mengelola theme serta wallpaper – sekali lagi mirip di MIUI.
Camera
Vivo melengkapi kamera belakang V5 dengan sensor 13-megapixel. Setup ini cukup standar, selevel handset kelas menengah lain, ditopang fitur PDAF serta flash LED. Mutu jepretannya cerah dan kaya warna (Anda dapat melihat sedikit efek cat air di zona-zona gelap), syaratnya harus dioperasikan di kondisi cukup cahaya. Kendalanya hanyalah respons shutter yang lambat.
Tentu saja, daya tarik utama dari Vivo V5 adalah kamera selfie di depan. Sang produsen menyematkan sensor Sony IMX376 20-megapixel ber-aperture f/2.0. Fungsi face beauty jadi highlight di UI app kamera, dan Anda juga dapat merekam video full-HD – berkatnya smartphone bisa digunakan sebagai perangkat video blogging andal. Di siang hari, sensor tersebut sanggup menangkap gambar dengan sangat detail, juga mampu mereproduksi warna secara akurat. Mutunya melewati Oppo F1s.
Namun kamera depan V5 tetap memiliki kekurangan layaknya smartphone lain. Ketika cahaya matahari mulai memudar atau sewaktu digunakan di bawah pencahayaan lampu, detail gambar jadi menurun drastis dan muncul banyak noise. Masalah lainnya adalah keterlambatan shutter, sehingga mengabadikan momen jadi sulit ketika Anda sedang berjalan/bergerak, dan jepretan jadi lebih mudah blur.
Untuk membantu pengambilan foto di kondisi tanpa cahaya matahari, Vivo mempersenjatai V5 dengan fitur flash moonlight. Cara kerjanya seperti ini: flash akan menyala secara terus menerus, menerangi wajah Anda dengan cahaya ‘diffused‘. Teknik ini lebih lembut dibanding LED flash biasa, tapi tidak berlebihan sehingga wajah jadi flat. Sayang, kualitas jepretan susah diprediksi: kadang kala memuaskan, namun tak jarang gambarnya mengecewakan. Kabar baiknya, Anda bisa menyempurnakan hasil jepretan via fitur one-tap makeover.
Kontras mutu saat foto diambil di tempat berpencahayaan terang dan temaram dapat Anda lihat di bawah:
Hardware & performance
Berikut ini adalah susunan hardware Vivo V5:
System-on-chip MediaTek MT6750, berisi prosesor octa-core ARM Cortex A-53 1,51GHz dan GPU Mali-T860.
Memori RAM 4GB.
Penyimpanan internal 32GB, bisa diekspansi dengan kartu microSD 128GB.
Baterainon-removable 3.000: mampu bertahan satu setengah hari sekali charge dalam pemakaian normal, dipadu mode standby jempolan. Jika Anda bukan pengguna aktif, smartphone bisa tetap aktif sampai dua hari. V5 memang belum ditunjang fitur fast charging, tapi menggunakan charger standar, baterai dapat terisi 25 persen dalam waktu satu jam. Tidak buruk.
Hasil benchmark V5 menunjukkan angka yang terbilang standar. Di tes AnTuTu, device mencetak nilai terbaik 41412, dengan mutu penyajian game dan olah data di level menengah. Selanjutnya Vivo menghasilkan nilai PCMark Work 2.0 di 2980 dan 3DMark Sling Shot Extreme di angka 324 (sempat tersendat-sendat). Rinciannya bisa Anda simak di bawah.
Dalam prakteknya sendiri, V5 dapat melahap segala permainan yang saya instal.
Marvel Contest of Champions berjalan bebas masalah, memungkinkan saya mengambil screenshot-screenshot keren (caranya adalah dengan menekan tombol power dan home/fingerprint). Lalu Marvel Future Fight juga tersuguh optimal tanpa lag, walaupun beberapa kali ada keterlambatan pada input kendali. Di Real Racing 3, penurunan frame rate lebih terasa dan sejumlah efek visual juga tidak keluar – bayangan di dashboard terlihat kotak-kotak dan efek debu tidak optimal – tetapi secara keseluruhan game tetap nyaman dimainkan.
Galeri screenshot bisa Anda lihat di bawah:
Buat penggunaan sehari-hari, FunTouch 2.6 di Vivo V5 sangat responsif, dan perpindahan dari app ke app tersaji mulus. UI-nya cukup intuitif, saya hanya membutuhkan satu jam untuk membiasakan diri pada layout tombol serta menu dashboard-nya.
Verdict
Saya yakin, premis kamera selfie 20-megapixel memang sulit ditolak banyak orang. V5 sudah pasti mengusik ketenangan Oppo F1s – harganya sedikit lebih murah dengan jumlah ‘megapixel‘ lebih tinggi (tapi ingat: jumlah pixel tinggi belum tentu membuat hasil jepretan jadi lebih baik). Baterai yang awet dan layar HD jempolan juga turut menambah nilai jual perangkat ini.
Tapi dengan memilihnya, Anda harus rela berkompromi: desainnya kurang orisinal dan seharusnya Anda sudah mendapatkan body berstruktur logam. Lalu mutu kamera belakangnya seolah-olah diabaikan, dan kecuali Anda berniat membuat poster berukuran raksasa, berlebihan rasanya jika kita hanya memakai V5 sebagai alat untuk mengambil foto selfie buat diunggah ke sosial media.
Di Indonesia, Vivo V5 bisa Anda miliki dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 3,5 juta, Rp 300 ribu lebih murah dari harga resmi Oppo F1s.
Konten dari bundel Vivo V5 terdiri dari case karet transparan, pin untuk tray, charger, kabel USB, dan earphone.
Ada tren baru muncul di tengah panasnya persaingan smartphone spesialis selfie: tiap-tiap produsen kini menunjuk figur publik buat merepresentasikan produk mereka. Di bulan November silam, Vivo resmi meluncurkan V5 di Indonesia sekaligus memperkenalkan brand ambassador baru mereka, Agnes Monica. Dan mendekati akhir tahun, Vivo ternyata masih punya satu trik lagi untuk menggaet konsumen.
Tak lama setelah kompetitor senegaranya menyingkap Your Raisa Phone belum lama ini, Vivo merespons dengan meluncurkan dua warna baru handset V5, masing-masing varian diwakilkan oleh seorang selebriti: Afgansyah Reza untuk abu-abu ‘space gray‘, dan Pevita Pearce buat warna rose gold. Desain dan komposisi hardware-nya sendiri masih serupa seperti versi standarnya, dengan kamera depan bersensor 20-megapixel sebagai daya tarik utamanya.
Mengapa kedua individu ini dipilih Vivo? Sang produsen menjelaskan bahwa masing-masing selebriti mempunyai karakteristik. Rose gold dianggap mencerminkan keindahan dan keanggunan, cocok bagi mereka yang enerjik, aktif serta ingin tampil glamor. Sedangkan space gray dimaksudkan untuk memberikan kesan ‘misterius, cerdas dan tegas’. Benang merahnya adalah, Vivo mencoba mengedepankan tema fashion dan lifestyle.
Menariknya, pemilihan Afgan dan Pevita sebagai ‘wajah baru’ Vivo yang sukses dan bertalenta bukanlah sekedar upaya sang produsen buat mencuri perhatian publik. Senior brand manager Meutia Setijono menjelaskan pada saya bahwa Vivo juga punya tanggung jawab untuk terus menunjang karier mereka ke depan. Apakah melalui pelaksanaan beragam event seperti yang dilakukan sang rival? Boleh jadi.
Seperti yang saya singgung sebelumnya, wujud V5 versi Afgan dan Pevita sebetulnya mirip model standar. Anda disuguhkan sebuah device berlayar high-definition seluas 5,5-inci berketebalan hanya 7,6-milimeter serta rasio panjang dan lebar 153,8×75,5mm. Panel tersebut diptoteksi lapisan Corning Gorilla Glass 2.5D. Tubuhnya sendiri memanfaatkan struktur unibody dengan punggung polikarbonat dan lis logam.
Untuk memperkuat body-nya, sang produsen mencampurnya dengan ‘partikel logam’. Di bagian belakang tersebut, Anda bisa melihat antena dan logo Vivo metalik, dan jika teliti, keduanya tampak dilapis plastik transparan. Di area bawah layar, Anda bisa menemukan sensor pemindai sidik jari sekaligus tombol home kapasitif non-mekanik, diapit oleh tombol back dan menu. Dua tombol fisik berada di sisi kanan, lalu tray dual SIM card/microSD berada di kiri.
Aspek desain Vivo V5 memang cukup baik, tapi device ini tidak bisa lepas dari kemampuannya dalam mengambil foto-foto selfie. Untuk menyempurnakan kualitas self-portrait, beberapa hal menjadi senjata andalan Vivo. Pertama mereka menambatkan sensor 1/2.8-inci Sony IMX376 20-megapixel di kamera depan, diracik bersama-sama oleh dua perusahaan; ditunjang oleh teknologi flash Moonlight serta fitur Face Beauty Mode 6.0, dengan aperture lensa f/2.0.
Kamera belakangnya sendiri mengusung setup standar, yaitu sensor 13-megapixel, dibantu flash LED, sistem phase detection autofocus, touch focus, fitur deteksi wajah, plus mode panorama dan HDR. Baik kamera depan dan belakang bisa merekam video full-HD di 30 frame rate per detik.
Dengan menggunakan sistem operasi Funtouch OS 2.6 (berbasis Android 6.0), Vivo bisa menghadirkan sejumlah kapabilitas unik, salah satu contohnya adalah Smart Split 2.0. Seperti namanya, fitur tersebut membuat multi-tasking jadi lebih simpel. Saat sedang menonton video YouTube lalu ada pesan WhatsApp masuk, Anda tidak perlu menutupnya karena kolom chat bisa dimunculkan secara berdampingan. Saat ini Smart Split 2.0 mendukung Facebook, Video, Play Movies & TV, WeChat, VLC for Android serta MX Player.
Vivo V5 juga menyimpan jeroan yang cukup mumpuni di kelasnya. Smartphone diotaki chip MediaTek MT6750, di sana ada CPU quad-core ARM Cortex-A53 1,5GHz plus prosesor quad-core Cortex-A53 1GHz serta GPU Mali T860. Device turut dibekali RAM sebesar 4GB, flash memory 32GB, lalu tenaganya dipasok oleh unit baterai 3.000mAh. Lalu buat menunjang penyajian musik, Vivo membubuhkan chip hi-fi kustom AK4376.
Vivo V5 warna rose gold dan space gray rencananya akan mulai tersedia di bulan Januari 2017 besok. Jumlahnya cukup terbatas, sang produsen hanya menyiapkan sebanyak 20.000 unit, bisa Anda beli baik secara online ataupun di toko-toko retail. Harganya tetap sama seperti model V5 standar, ditawarkan seharga Rp 3,5 juta.
Berdasarkan studi ilmiah, sebetulnya ada formula khusus untuk memperoleh hasil selfie optimal. Aspek pertama ialah Anda harus berpedoman pada ‘aturan sepertiga’. Maksudnya, wajah Anda sebaiknya hanya mengambil satu pertiga porsi foto, tak kurang ataupun lebih. Faktor kedua tentu saja ialah menyiapkan perangkat swafoto yang andal.
Ada banyak sekali produk yang disiapkan untuk menunjang aktivitas ini, bahkan fiturnya diadopsi di beberapa kamera mirrorless. Tapi bagi mayoritas khalayak, medium utama buat ber-selfie adalah smartphone, dan produsen berlomba-lomba menyediakan perangkat teroptimal di harga bersaing – masing-masing ingin merebut gelar ‘rajanya smartphone selfie’. Oppo mungkin jadi brand pertama yang mengubah haluannya, namun kini mereka mendapatkan perlawanan keras dari rival senegaranya, yaitu Vivo dengan V5.
Vivo V5 resmi meluncur di Indonesia melalui konferensi pers yang diadakan di Hotel Ritz-Carlton Jakarta. Acaranya dilakukan dengan cukup heboh, mengundang sang brand ambassador Agnes Monica dan para selebriti sosial media. Tapi bagi para antusias gadget, daya tarik utama dari V5 adalah kamera self-portrait bersensor 20-megapixel, fitur bernama Softlight, dan janji ‘hasil selfie sempurna’.
Vice general manager Vivo Indonesia Kenny Chandra menyampaikan bahwa timnya berharap V5 dapat jadi standar baru di pasar smartphone, menargetkannya pada kalangan berusia muda. Tapi fokus pada kapabilitas fotografi tidak membuat Vivo melupakan kemahiran mereka di segmen penyajian musik. Sang produsen turut menyematkan chip Hi-Fi AK4376, menjanjikan rasio signal-to-noise (perbandingan sinyal suara dengan noise di background) hingga 115dB.
Vivo V5 adalah sebuah phablet berlayar IPS 5,5-inci beresolusi 1280x720p. Desainnya sudah memenuhi kriteria standar device di kelasnya: mengusung struktur unibody dengan dimensi 153,8×75,5×7,6mm dan memanfaatkan layar Corning Gorilla Glass 2.5D. Saat menjajalnya sejenak, saya sedikit terkejut pada bobotnya karena V5 ternyata lebih ringan dari dugaan saya.
Hal itu mungkin adalah efek dari pemakaian material plastik – bukan logam seperti di beberapa model smartphonemid-range – pada bagian punggung. Kata perwakilan Vivo, bahan ini bukanlah polikarbonat biasa, produsen telah mencampurnya dengan ‘partikel logam’ agar lebih kuat. Saya belum bisa membayangkan seperti apa dampak penambahan elemen ini pada ketahanan tubuhnya, tapi keunggulan plastik dibanding logam ialah body jadi tidak gampang penyok ketika terbentur.
Layout-nya cukup familier. Tray kartu SIM bisa Anda temukan di sisi kiri, ada dua tombol fisik di kanan, serta tiga tombol kapasitif di sisi muka. Tombol home juga berperan sebagai sensor sidik jari – diklaim memungkinkan user membuka smartphone dalam waktu 0,2 detik saja.
Beralih pada kemampuan self-portrait-nya, perusahaan asal Dongguan ini membekali kamera depan V5 dengan sensor 20Mp Sony IMX376 sebesar 1/2,8-inci, dipadu lensa 5p ber-aperture f/2.0. Kabarnya, sensor ini merupakan hasil dari kolaborasi antara Sony dan tim Vivo, sanggup mereproduksi gambar secara tajam serta natural di resolusi tinggi. Vivo juga tidak lupa membubuhkan mode Face Beauty versi 6.0 yang dapat membuat wajah tampil lebih bersih tanpa menghilangkan karakteristiknya.
Untuk kamera belakangnya sendiri, V5 menghidangkan sensor 13-megapixel yang dibantu phase detection autofocus dan flash LED. Ia mampu merekam video 1080p di 30 frame rate per detik.
Fitur Softlight (atau Moonlight Selfie) mengacu pada kesanggupan flash LED di depan. Flash tersebut cukup bertenaga, tapi tidak menyebabkan foto jadi overexposure atau membuat wajah Anda tampak flat. Mungkin inilah yang Vivo maksud dengan selfie ala ‘cahaya bulan’.
Di rentang harganya, Vivo V5 menyimpan spesifikasi yang cukup mumpuni. Produsen menanamkan system-on-chip MediaTek MT6750 berisi CPU quad-core ARM Cortex-A53 1,5GHz plus prosesor quad-core Cortex-A53 1GHz dan GPU Mali T860, turut didukung RAM sebesar 4GB, flash memory 32GB, dan menggunakan baterai 3.000mAh sebagai sumber tenaganya.
Vivo V5 menyajikan sistem operasi Funtouch 2.6 berbasis Android 6.0 Marshmallow. UI-dan susunan menunya cukup akrab buat pengguna device Android, namun salah satu aspek unggulan yang dibanggakan Vivo di sana adalah Smart Split 2.0. Fitur ini berfungsi untuk membagi layar jadi dua, contohnya: Anda tidak usah menghentikan streaming video saat ada pesan teks masuk karena konten dua app itu bisa ditampilkan secara bersebelahan.
Device ini sudah memenuhi peraturan TKDN pemerintah sehingga diperkenankan mengakses jaringan 4G. Di Indonesia, V5 dijajakan di harga yang cukup bersaing, yaitu Rp 3,5 juta, namun Vivo belum menginformasikan kapan produk betul-betul tersedia. Di waktu dekat, Vivo juga punya rencana buat menghadirkan varian V5 Plus ke tanah air.