Tag Archives: varjo

VR Headset Varjo VR-1 Andalkan Teknologi Dual Display Demi Menyajikan Visual yang Amat Tajam dan Detail

Dua tahun lalu, sebuah startup ambisius bernama Varjo mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan VR headset dengan resolusi display setara mata manusia. Sesumbar itu akhirnya terealisasi dalam wujud Varjo VR-1, yang saat ini sudah mulai dipasarkan meski meleset setahun lebih dari estimasi yang dijadwalkan.

Kalau dilihat dari luar, sebenarnya tidak kelihatan ada yang istimewa dari VR-1. Desainnya banyak terinspirasi Oculus Rift, akan tetapi kesamaannya hanya sebatas itu saja. Di dalamnya, ada teknologi Bionic Display yang layak menjadi sorotan utama.

Varjo VR-1

Teknologi ini pada dasarnya melibatkan dua panel display sekaligus. Satu panel AMOLED konvensional beresolusi 1440 x 1600 pixel, lalu satu lagi panel micro-OLED 1920 x 1080 dengan tingkat kepadatan sekitar 3.000 pixel per inci yang diposisikan persis di tengah-tengah pandangan pengguna.

Field of view dari display micro-OLED ini memang terbatas, akan tetapi pada dasarnya selama pengguna VR-1 menghadap ke depan, ia akan melihat visual yang begitu tajam dan detail, dan inilah yang Varjo maksud dengan frasa “resolusi setara mata manusia”.

Pada display Vive Pro, teks nyaris tidak terbaca, tidak demikian pada VR-1 / Varjo
Pada display Vive Pro, teks nyaris tidak terbaca, tidak demikian pada VR-1 / Varjo

Setajam apa visual yang dihasilkan Bionic Display? Coba lihat gambar perbandingan antara display HTC Vive Pro (kiri) dan Varjo VR-1 (kanan) di atas. Jujur perbedaannya sangat jauh, dan ini sangat mengesankan mengingat Vive Pro sendiri merupakan salah satu VR headset dengan resolusi display tertinggi yang ada saat ini.

Tingkat detail sekelas ini tentunya bakal sangat menarik perhatian kalangan profesional, semisal tim desainer pabrikan otomotif yang hendak menggunakannya untuk fase prototyping. Kalangan profesional juga merupakan target pasar yang tepat mengingat VR-1 pastinya membutuhkan PC berspesifikasi dewa untuk menenagainya.

VR-1 sebenarnya juga bisa dipakai untuk gaming, apalagi mengingat secara teknis ia merupakan headset SteamVR, dengan fitur positional tracking yang mengandalkan base station eksternal. Kendati demikian, yang membuatnya kurang pantas adalah harganya.

Varjo membanderol VR-1 seharga $5.995, dengan biaya lisensi layanan tahunan sebesar $995. Bahkan biaya lisensinya saja sudah melebihi mayoritas VR headset, dan ini jelas berada di luar jangkauan konsumen secara umum.

Detail speedometer pun kelihatan jelas pada display VR-1 / Varjo
Detail speedometer pun kelihatan jelas pada display VR-1 / Varjo

Uang bukan masalah? Coba pertimbangkan faktor berikut: karena mengusung display ganda beserta kipas pendingin yang terintegrasi, bobot VR-1 mencapai 905 gram. Itu jelas bukan bobot yang ideal untuk dipakai gaming berlama-lama.

Hal lain yang menarik adalah rencana Varjo untuk meluncurkan aksesori tambahan guna mewujudkan kapabilitas AR pada VR-1. Jadinya nanti pelat bagian depannya akan diganti dengan pelat yang mengemas kamera, sehingga penggunanya jadi bisa melihat area di sekitarnya.

Sumber: Ars Technica.

Startup Ini Kembangkan VR Headset dengan Resolusi Display Setara Mata Manusia

Selain transisi dari wired ke wireless, apalagi yang bisa dibenahi dari teknologi virtual reality yang ada sekarang? Menurut sebuah startup asal Finlandia bernama Varjo, jawabannya adalah kualitas display. Tanpa terekspos ke publik, mereka diam-diam tengah mengerjakan sebuah VR headset yang diklaim menawarkan resolusi setara mata manusia.

Headset itu belum memiliki nama, dan sejauh ini hanya dipanggil dengan sebutan “20/20” – merujuk pada jargon untuk menggambarkan indera penglihatan yang sempurna. Seperti yang saya bilang, letak keistimewaan utamanya ada pada kualitas display-nya. Dengan resolusi di atas 70 megapixel, display ini jelas berkali lipat lebih tajam ketimbang milik Oculus Rift atau HTC Vive yang cuma sekitar 1,2 megapixel per mata.

Tanpa memberikan penjelasan yang merinci, Varjo hanya bilang kalau rahasianya terletak pada teknologi yang sanggup meniru cara kerja alami mata manusia, yang tentu saja sudah mereka patenkan. Rasa percaya diri Varjo sendiri berasal dari tim pengembang yang beberapa personilnya merupakan mantan petinggi di Microsoft, Nokia, Intel, Nvidia dan Rovio.

Oculus Rift (kiri) dan Varjo (kanan), Anda bisa lihat sendiri perbedaannya yang cukup drastis / Varjo
Oculus Rift (kiri) dan Varjo (kanan), Anda bisa lihat sendiri perbedaannya yang cukup drastis / Varjo

Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya, kalau Rift dan Vive saja sudah membutuhkan komputer berspesifikasi high-end, bagaimana dengan headset garapan Varjo ini? Namun ternyata Varjo bilang daya komputasi yang dibutuhkan tergolong kecil, sebab mereka juga menerapkan teknologi foveated eye tracking.

Teknologi ini sejatinya memungkinkan headset untuk me-render elemen grafik dalam resolusi penuh hanya pada bagian yang ada dalam sudut pandang pengguna saja. Sisanya akan di-render dalam resolusi rendah, barulah ketika Anda menengok ke arahnya, bagian tersebut akan di-render dalam resolusi penuh.

Varjo rupanya juga tidak melupakan segmen augmented reality dan mixed reality sekaligus. Semua ini memang baru sebatas prototipe, akan tetapi Varjo berniat meluncurkan produk finalnya yang ditujukan buat kalangan profesional mulai akhir kuartal keempat tahun ini.

Sumber: Engadget dan Varjo.