Tag Archives: Vincent Tjendra

Quick Commerce di Indonesia

Bisnis “Quick Commerce” Global Terguncang, Bagaimana Nasib Pemain Lokal?

Kabar kurang sedap datang dari startup quick commerce di berbagai negara. Pengurangan staf secara masif, penutupan dark store (infrastruktur pemenuhan dan distribusi), penghentian bisnis di wilayah tertentu, sampai dengan berhentinya startup terkait menjadi sorotan banyak media. Startup terdampak termasuk mereka yang telah memiliki nama besar, sebut saja Gopuff, Zapp, Yango Deli, Gorillas, Geitr, Deliveroo, dan beberapa lainnya.

Di Indonesia sendiri, era quick commerce justru baru saja dimulai. Semua pemain yang ada baru memasuki tahun pertamanya. Kendati demikian, dari sisi industri sambutannya luar biasa. Lihat saja, Astro yang baru berdiri September 2021 lalu baru-baru ini membukukan pendanaan seri B, membuat dana ekuitas yang dikumpulkan perusahaan telah mencapai $90 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah.

Pelaku industri lokal masih optimis

Kami berkesempatan berbincang dengan Co-Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li untuk membicarakan hipotesisnya dalam berinvestasi ke startup quick commerce. Di Indonesia, AC Ventures adalah pendukung awal dan utama Astro.

Mereka mengidentifikasi model quick commerce ini sebagai gelombang disrupsi lanjutan dari industri ritel konsumen di Indonesia, khususnya di kota-kota tier-1 dengan populasi kepadatan tinggi.

Mengawali perbincangan, Adrian mengulas kembali tentang industri. Sebelumnya layanan e-commerce horizontal seperti Shopee, Tokopedia, hingga Blibli berhasil merajalela. Lalu, kemunculan model hybrid omnichannel seperti perusahaan ride-hailing yang bekerja sama dengan pengecer offline untuk menawarkan model Instacart/Flipkart, mengaktifkan saluran penjualan offline dan online.

Pada akhirnya kemunculan quick commerce sebagai gelombang terbaru telah diadopsi dengan cepat oleh konsumen yang turut diakselerasi oleh pandemi Covid-19.

“Dibandingkan dengan model ritel yang ada, konsep quick commerce menunjukkan peningkatan dari segi hasil penjualan serta pemanfaatan aset juga efisiensi biaya yang signifikan. Toko grosir memiliki keunggulan dalam hal pemanfaatan ruang dan pemenuhan pengiriman di sisi produktivitas penjualan. Dengan fokus pada layanan pengiriman, quick commerce juga memperluas cakupan area ke pelanggan dalam jarak 2-3 km yang kemudian berkontribusi pada peningkatan kinerja penjualan aset tetap bersama dengan produktivitas kurir,” jelas Adrian.

Dari faktor penjualan dan penghematan biaya di atas, pihaknya sangat yakin bahwa quick commerce akan menjadi game-changer dalam bisnis ritel konsumen di Indonesia.

Pandemi jadi momentum pertumbuhan quick commerce

Salah satu narasumber kami dari kalangan investor mengatakan, firmanya tidak begitu tertarik untuk ikut andil ke dalam hingar-bingar quick commerce, karena menurutnya ini adalah model bisnis yang relevan saat adanya pembatasan ketat beberapa waktu lalu.

Saat pandemi dimulai pertengahan 2020, pembatasan ketat dilakukan di mana-mana. Masyarakat mencari cara-cara baru untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Layanan online marketplace dan e-grocery yang sebelumnya ada pun ramai diserbu pembeli.

Misalnya Sayurbox, menurut data internal mereka, sepanjang H2 2021 nilai perdagangan atau GMV produk premium meningkat sampai 53%. Pemain lain, Happyfresh sepanjang tahun 2020 juga mengalami peningkatan trafik transaksi sampai 10-20x lipat.

Melihat kesuksesan pemain legacy, quick commerce berusaha hadir menawarkan solusi yang lebih andal. 10-15 menit, ini adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan para quick commerce untuk memproses dan mengantarkan pesanan kebutuhan pokok yang dipesan lewat aplikasinya. Kategori produknya pun cukup lengkap, mulai dari sayur-mayur, kebutuhan pokok (minyak, gula, dll), makanan ringan, bahkan sampai dengan daging.

Tentu di tengah pembatasan aktivitas yang digalakkan masyarakat, kecepatan dan pemenuhan ini menjadi penting, karena barang-barang tersebut terkadang dibutuhkan secara mendesak di waktu tertentu. Namun kini kondisinya sudah sangat berbeda. Covid-19 bisa dikatakan telah terkendali — di tengah vaksinasi yang semakin meluas, 97% untuk dosis pertama. Masyarakat pun mulai merasa bebas untuk beraktivitas di luar.

Kebiasaan dan tren baru masyarakat yang sempat terbentuk ketika pandemi lambat-laun mulai berubah, kembali ke masa sebelum pandemi. Salah satunya dikatakan oleh Nur, seorang rekan yang tinggal di Jabodetabek. Layanan e-grocery sangat ia andalkan ketika PPKM ditegakkan pemerintah. Namun sekarang ia memilih kembali datang ke supermarket, “Mencium langsung aroma bahan makanan dan pengalaman jalan-jalan berbelanja itu yang selama ini hilang. Dan kami senang bisa melakukannya kembali,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Managing Partner Gayo Capital Edward Chamdani. Ia melihat bahwa pertumbuhan di sektor quick commerce  sangat tergantung dari perubahan kebiasaan para pelanggan.

“Saat ini layanannya sendiri masih menyasar kota-kota tier-1, jika mereka bisa terus rutin menggunakan layanan ini dan model bisnisnya terbukti ‘sticky’ maka sektor ini akan terus bertumbuh.” ujarnya.

Analisis persaingan horizontal

Selain tidak bisa menawarkan pengalaman yang dibawakan ritel tradisional (dan modern) — untuk beberapa orang pengalaman ini lebih dari sekadar kecepatan berbelanja—platform quick commerce sebenarnya juga bersaing dengan beberapa pemain sekaligus. Sebut saja dengan minimarket yang saat ini bisa dijumpai di berbagai titik strategis (plus dilengkapi aplikasi pesan-antar), toko kelontong, tukang sayur keliling, sampai layanan digital yang sudah ada sebelumnya.

Peta persaingan penyedia produk kebutuhan harian / DailySocial.id

Produk FMCG dan makanan segar memang menjadi komoditas yang dikonsumsi semua kalangan, di manapun mereka berada. Sementara yang hendak digarap oleh quick commerce adalah konsumen di kota metropolitan. Segmen rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas diprediksi menjadi pendorong pertumbuhan bisnis ini, terutama mereka yang memilih kenyamanan dan belanja cepat pada produk habis pakai.

Mereka belum menyasar segmen lain yang biasa berbelanja produk terkait, contohnya ke orang-orang yang mengandalkan asisten rumah tangga. Pun demikian penetrasi di luar metro, masih belum dilakukan. Ada satu pemain yang bermain di tier-2, yakni Radius, namun dari informasi sumber yang kami dapat, penetrasi layanannya belum mendapatkan traksi yang berarti membuat mereka masih bermanuver dalam “stealh mode”.

Hal ini juga sebenarnya menjadi antisipasi yang dilakukan startup e-grocery Titipku. Sebelumnya mereka fokus memulai bisnis dari daerah Yogyakarta, namun karena untuk mengejar pertumbuhan mereka menutup layanan yang di daerah, lalu fokus ke Jabodetabek.

Venture Capitalist Eddi Danusaputro berpendapat, sebenarnya infrastruktur e-grocery modern justru dibutuhkan di kota lapis dua.

“Menurut saya, bisnisnya [quick commerce] akan feasible tapi harus diubah sedikit. Kalau di tier 1, mungkin supply dan demand-nya sudah kuat. Hal ini belum tentu berlaku di tier 2 dan tier 3. Satu hal yang harus diperhatikan adalah path to profitability, dari masing-masing tier berbeda tapi harus tetap ada. Ini akan menentukan waktu yang tepat untuk ekspansi.”

Secara global, menurut laporan Research and Market, ukuran pasar untuk quick commerce ini telah mencapai $25 miliar di tahun 2020 dan akan bertumbuh sampai dengan $72 miliar di tahun 2025. Di sisi lain, berdasarkan laporan Euromonitor, ukuran pasar yang mencakup sembako, toko serba ada, supermarket, dan pasar induk di Indonesia dilaporkan mencapai $97 miliar pada tahun 2020. Di sisi lain,  kota tingkat 1 mewakili setidaknya seperempat pasar.

Co-Founder & CEO Astro Vincent Tjendra mengklaim, ruang pertumbuhan layanan quick commerce di kota besar masih sangat luas. Terlebih penetrasi e-grocery dinilainya baru sekitar 0,4% dari total penetrasi e-commerce di Indonesia. Artinya, ini menjadi sebuah momentum untuk mengevaluasi peluang-peluang baru.

Optimisme senada disampaikan Co-Founder & CEO Bananas Mario Gaw. Ia mengatakan, “Layanan quick commerce masih terbilang baru di Indonesia. Namun, kami melihat adanya peluang sangat besar pada groceries market ini terutama mengingat besarnya populasi masyarakat Indonesia dan besarnya pasar untuk barang kebutuhan sehari-hari yang belum tergarap. Sejak awal berdiri, kami ingin menciptakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan bagi konsumen kami dan terus melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan mereka”

Arah perkembangan quick commerce di Indonesia

Tidak hanya Astro, kini pasar quick commerce turut diramaikan sejumlah pemain lainnya, termasuk Bananas, AlloFresh (bentukan Bukalapak dan CT Corp), hingga Radius yang fokus di pasar luar Jakarta. Sementara pemain legasi juga mulai mendirikan unit yang sama, seperti Sayurbox lewat SayurKilat, Tokopedia dengan Tokopedia Now, sampai Grab via GrabMart Kilat.

Startup Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Investor
Astro Seri B $90 juta Accel, Tiger Global AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, Sequoia Capital India, dll.
AlloFresh Corporate Joint Venture $70 juta PT Trans Retail Indonesia (bagian dari CT Corp), Bukalapak, dan Growtheum Capital Partners
Bananas Pendanaan Awal ~$1,5 juta East Ventures, SMDV, Arise, Y Combinator, dll.
Radius Pra-Awal ~500 ribu Y Combinator

Mengambil salah satu studi kasus bisnis quick commerce di Indonesia dalam mengoperasikan layanannya. Untuk menghadirkan proses pengiriman cepat, Bananas mengandalkan hub mikro berbasis teknologi (dark stores) dalam menjalankan bisnisnya. Dark stores ditempatkan di berbagai lokasi strategis mendekati area pemukiman yang memungkinkan mitra pengemudi untuk mengantarkan produk pesanan kepada pelanggan secara instan.

Selain itu, mereka juga berkolaborasi langsung dengan berbagai brand principal untuk menghadirkan berbagai pilihan produk. Fokus terhadap penggunaan data menjadi salah satu kekuatan yang dihadirkan penyedia quick commerce untuk menghadirkan value untuk mitra penyedia produknya tersebut. Data ini penting untuk mempelajari perilaku serta kebutuhan konsumen demi menjaga akurasi level stok produk.

Kondisi tersebut membuat pada startup quick commerce membutuhkan modal tidak sedikit untuk debut dan mengakselerasi bisnisnya. Seperti yang disampaikan Bananas, bahwa pendanaan awal yang didapat akan difokuskan untuk mendorong perkembangan bisnis dan membangun lebih banyak dark stores yang akan menyediakan berbagai macam pilihan produk.

Disrupsi ritel FMCG

Cerita menarik lainnya datang dari Astro. Disampaikan hingga Mei 2022, pertumbuhan yang dicatatkan perusahaan telah mencapai 10x lipat dengan efisiensi pengiriman yang lebih tinggi ke pelanggan. Mereka telah mengoperasikan dark stores di 50 titik di Jabodetabek dengan 1.500 SKU produk, mempekerjakan lebih dari 200 staf.

Melalui aplikasinya, selain menyuguhkan UI/UX yang sangat sederhana, Astro juga berusaha memberikan pengalaman belanja yang lebih dipersonalisasi. Bahkan jika ada item yang tidak sesuai pesanan, fitur pelaporan di aplikasi juga disediakan untuk melakukan penggantian produk dalam waktu maksimal 15 menit.

Hal lain yang juga menarik adalah, kini Astro mulai mengembangkan produk private label. Mereka memulai dengan produk minuman dan makanan siap santap, di antaranya aneka kopi dan roti. Ini menarik, karena ritel modern juga melakukan hal serupa untuk pemenuhan barang konsumsi sekali pakai — contohnya Indomaret juga memproduksi air mineral sampai tisu dengan brand milik mereka sendiri. Diyakini juga bahwa strategi ini dapat menghadirkan unit ekonomi yang signifikan.

Produk makanan dan minuman yang diproduksi in-house dengan brand Astro / Astro

Pengalaman akan kecepatan yang ditawarkan oleh quick commerce jelas menjadi proposisi nilai tersendiri. Selain itu, dengan perputaran produk yang cepat dan akuisisi kanal pembelian masyarakat memungkinkan bisnis ini mendapatkan keuntungan potensial dari setiap penjualannya. Faktanya, di kancah global selama pandemi quick commerce mengalami pertumbuhan pendapatan hingga 50%.

Tantangan bagi pelaku quick commerce di Indonesia adalah menyeimbangkan pertumbuhan dan cash burn dalam proses merumuskan resep yang tepat untuk skalabilitas. Oleh karena itu, model bisnis memerlukan perhatian yang mendetail pada sisi logistik operasi dan pengadaan, pembangunan merek, dan kontrol kualitas.

Tanggapan pelaku e-grocery

Dalam sebuah kesempatan temu media, Managing Director HappyFresh Indonesia Filippo Candrini memberikan komentar terkait quick commerce yang mulai menjadi tren pasar dan terkesan segera menggantikan peran platform e-grocery.

“Berdasarkan pengalaman kami dalam pengamatan terhadap perilaku konsumen e-grocery, kami mengetahui bahwa sebagian besar konsumen merencanakan pembelanjaan dengan memilih beragam produk dari berbagai kategori dan menyimpannya di keranjang belanja,” ujarnya.

Sebagai antisipasi, HappyFresh mengembangkan layanan Supermarket Online agar bisa menampung lebih banyak SKU di toko virtual. Jumlah ini cenderung lebih besar dari kapasitas dark stores quick commerce – dengan waktu pengiriman hanya dalam 30 menit atau pada jam-jam tertentu sesuai preferensi pengguna (untuk layanan full-weekly grocery basket).

“Dengan demikian, kami mencegah risiko kerusakan bahan makanan atau membahayakan keselamatan mitra pengemudi pengiriman kami,” tambah Filippo.

Dari hipotesis tersebut, HappyFresh masih meyakini bahwa model yang diusung sekarang adalah yang paling relevan dengan kebutuhan pasar. Dan pada akhirnya fokus ke kualitas produk akan menjadi kunci utama kebertahanan layanan e-grocery. Dengan kata lain, HappyFresh tidak akan turut andil dalam hingar-bingar quick commerce dulu.

Peluang ekspansi di luar kota metro

Sementara pasar e-grocery Indonesia bertumbuh pesat disokong oleh pandemi, potensi ini belum tergarap sepenuhnya mengingat masih banyak area di luar kota metropolitan yang masih belum merasakan dampak dari kemudahan dan kecepatan pengiriman yang ditawarkan layanan quick commerce.

Dalam upaya penetrasinya sendiri, tantangan hadir dari berbagai sisi, di mana timbul kelangkaan penyedia online, lalu melambungkan biaya layanan serta proses pengiriman yang memakan waktu berhari-hari. Pada akhirnya, keterbatasan ini memaksa pelanggan untuk memilih yang “lebih efisien”, yaitu supermarket offline.

Tentunya tidak mudah menggambarkan potensi yang dimiliki ketika solusi ini bahkan belum menjangkau bagian masyarakat yang lebih besar. Prediksi pertumbuhan layanan quick commerce saat ini masih sangat bergantung pada inklusivitas dari perkembangan digitalisasi yang terjadi di Indonesia.

Meskipun begitu, digitalisasi ritel tradisional di Indonesia tetap berlangsung. Pasar grosir di Indonesia disebut telah bertumbuh hingga $207 miliar. Sekitar 70% dari total tersebut datang dari area pedesaan. Fakta ini menciptakan optimisme di sektor ini untuk bisa berkembang bahkan 5x lipat dalam lima tahun ke depan.

Sementara kota tingkat 1 akan menjadi ranah pertumbuhan layanan quick commerce, Adrian mengungkapkan proyeksinya terkait ekspansi layanan ini, “Kami percaya bahwa distribusi berbasis agen atau B2B2C model akan menjadi solusi yang tepat untuk kota tingkat 2-3 karena mereka menjembatani kesenjangan antara kesiapan teknologi dan biaya logistik jarak jauh yang akan diperjuangkan oleh perdagangan cepat menguntungkan khususnya di daerah yang kurang padat.”

Masa depan layanan quick commerce ini sendiri terkait erat dengan demokratisasi pertumbuhan ekonomi yang telah dialami Indonesia beberapa tahun terakhir, semakin meningkat oleh pergerakan modal politik negara. Tidak hanya redistribusi ekonomi namun penetrasi layanan ini ke area pedesaan juga bisa menciptakan redistribusi talenta, dengan lebih banyak pekerja kerah biru dan talenta teknologi tidak lagi harus mencari peluang kerja berkualitas di kota-kota tingkat 1.

Kristin Siagian berpartisipasi dalam penulisan artikel ini.

Pendanaan Seri B Astro

Astro Umumkan Pendanaan Seri B Senilai 872 Miliar Rupiah

Startup quick commerce Astro hari ini (30/5) mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $60 juta atau setara dengan 872 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Accel, Citius, dan Tiger Global dengan partisipasi investor sebelumnya seperti AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, dan Sequoia Capital India.

Dengan dana segar yang didapat, sejak berdiri September 2021, Astro secara total telah membukukan pendanaan ekuitas $90 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah. Sebelumnya mereka juga telah membukukan pendanaan seri A yang diumumkan awal Februari 2022 lalu senilai $27 juta atau setara 387 miliar Rupiah dipimpin Accel dan Sequoia Capital India.

Turut disampaikan, dana yang baru terkumpul akan difokuskan untuk akuisisi pelanggan dan memperkaya cakupan produk. Perekrutan tim juga akan menjadi fokus di tahun 2022 ini.

Catatkan pertumbuhan positif

Astro baru mengakomodasi pengguna di seputar Jabodetabek. Saat ini mereka telah beroperasi di 50 titik yang tersebar di wilayah tersebut. Titik kehadiran (dark store) ini menjadi penting, pasalnya memungkinkan Astro untuk bisa melakukan pemenuhan pesanan dengan durasi maksimal 15 menit.

Sepanjang tahun 2022 ini, Astro mencatatkan pertumbuhan 10x lipat dengan mengklaim efisiensi pengiriman yang lebih tinggi ke pelanggan. Disampaikan juga, aplikasi Astro telah diunduh hampir 1 juta kali dalam enam bulan pertama. Jajaran tim juga meningkat pesat, kini memiliki 200 staf yang bekerja secara WFA (Work From Anywhere).

“Misi Astro adalah membuat hidup orang lebih sederhana dan lebih mudah. Astronauts (sebutan untuk tim Astro) kami terus melayani pelanggan saat mereka sangat membutuhkan kami, terutama selama lonjakan Omicron Covid-19 terakhir, di mana Indonesia mengalami jumlah kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Co-Founder & CEO Astro Vincent Tjendra.

Astro menawarkan lebih dari 1.500 SKU produk dengan harga bersaing melalui aplikasi. Untuk meningkatkan retensi pengguna, sejumlah strategi dibangun. Termasuk dengan menyajikan UX yang mempertimbangkan aksesibilitas bagi pelanggan di semua kelompok usia.

Masuk ke bisnis private-label

Astro juga mulai berkolaborasi dengan pebisnis lokal untuk meluncurkan produk private-label. Produk awal mereka adalah roti dan kopi — menjadi upaya awal Astro untuk berkolaborasi dengan lebih banyak mitra untuk menyediakan pilihan produk yang lebih banyak. Sebelumnya untuk memenuhi permintaan di bualan Ramadan, Astro juga bekerja sama dengan petani hidroponik untuk menyediakan produk buah dan sayuran segar.

Astro tidak sendirian menggarap segmen pasar ini. Sejumlah pemain lain juga berusaha menyajikan layanan serupa, termasuk AlloFresh yang didirikan CT Corp dan Bukalapak, SayurKilat dari SayurBox, Tokopedia Now, Bananas, dan lain sebagainya.

Dari data yang disampaikan, potensi layanan pemenuhan bahan makanan segar masih sangat besar di Indonesia. Penetrasi digitalisasi layanan di sektor tersebut masih sekitar 0,4%, dibandingkan dengan e-commerce yang telah mencapai 10%. Pandemi turut mendongkrak adopsi online grocery, diproyeksikan sektor tersebut akan bernilai $6 miliar pada 2025 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

3 Catatan Penting dalam Membangun Layanan “Quick Commerce”

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ritel online yang cukup signifikan. Memang kontribusinya masih sangat kecil, sekitar 10% terhadap total penjualan ritel nasional, namun pertumbuhan ini terbilang signifikan jika dibandingkan beberapa tahun lalu yang kontribusinya hanya 2%-4%.

Pertumbuhan ini turut didorong meningkatnya permintaan belanja on-demand di masa pandemi Covid-19. Masyarakat mulai memanfaatkan platform digital untuk berbelanja produk, terutama untuk kebutuhan sehari-hari atau (grocery).

Seiring dengan pertumbuhan permintaan, ekspektasi masyarakat terhadap pengiriman produk juga ikut meningkat. Para pelaku startup mulai mengembangkan inovasi untuk mengakomodasi kebutuhan belanja online secara cepat atau disebut sebagai quick commerce.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Co-Founder dan CEO Astro Vincent Tjendra berbagi pandangan dan pengalamannya dalam membangun bisnis quick commerce di Indonesia. Berikut rangkuman selengkapnya.

Unsur kecepatan

Bicara quick commerce, pada dasarnya istilah ini punya konsep serupa dengan e-commerce. Bedanya, pengiriman barang di quick commerce dilakukan secara instan, setidaknya dalam kurun waktu satu jam.

Mengacu laporan RedSeer, quick commerce didefinisikan sebgai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggerak utama quick commerce di antaranya adalah  peningkatan permintaan pengiriman produk kebutuhan sehari-hari, perilaku belanja impulsif atau tidak terencana, termasuk perubahan perilaku konsumen akibat Covid-19.

Dalam mengembangkan Astro, Vincent menekankan unsur kecepatan dengan melakukan pengiriman hanya dalam 15 menit. Berbeda dengan pengiriman instan atau same day delivery yang memakan waktu lebih dari satu jam.

Menurutnya, penentuan waktu pengiriman 15 menit ini sesuai dengan riset yang telah dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan on-demand masyarakat yang betul-betul membutuhkan produknya saat itu juga, misalnya bahan masakan.

Namun, komitmen untuk memenuhi pengiriman dalam 15 menit saja dinilai cukup sulit dikarenakan Jakarta dan sekitarnya rentan macet. Ia menilai salah satu kunci untuk mengatasi hal ini adalah membangun titik (hub) penyimpanan produk sehingga memungkinkan pengirimannya ke lokasi terdekat pengguna.

“Di Jakarta saja rasanya tidak mungkin mengirimkan barang dalam 10-15 menit. Tetapi, dari transaksi yang dilakukan konsumen, 15 menit menjadi waktu yang cukup pas untuk mencapai radius tertentu. Kami juga melihat, meski konsep ini terbilang baru, konsumen mengapresiasi layanan [quick commerce] tuturnya.

Kurasi produk

Salah satu yang membuat e-commerce cukup banyak diminati dibandingkan toko ritel fisik adalah ketersediaan produk yang lebih beragam. Lalu, bagaimana platform quick commerce dapat mengurasi produk yang dapat dikirim secara cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat?

Pada kasus Astro, pihaknya memilih fokus mengakomodasi kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar, bahan pokok, makanan dan minuman, hingga bahan-bahan darurat. Menurutnya, kata kunci kurasi produk didasarkan pada barang yang betul-betul dibutuhkan saat itu juga.

“Dengan kurasi ini, platform dapat memastikan ketersediaan produk karena stok sudah pasti akurat, pelayanan jadi lebih efisien karena mengurangi waktu untuk menanyakan ketersediaan produk. Platform jadi bisa fokus pada pengiriman saja,” ujar Vincent.

Meskipun demikian, pengecualian diberikan bagi produk segar. Menurutnya, ketersediaan stok tidak selalu equal dengan kualitas. Stok bisa jadi ada, tetapi belum tentu layak untuk dikirim. Mengingat produk segar selalu berkejaran dengan waktu konsumsi, penting untuk melakukan penyimpanan di kulkas dan pengecekan secara berkala di setiap hub. Ini yang menjadi salah satu tantangan dalam menjalani layanan quick commerce untuk produk segar.

Selain itu, Vincent juga menyoroti pentingnya penerapan harga produk yang tepat dalam menjalankan bisnis ini. Meski mengusung kecepatan, tak serta merta harga harus lebih murah atau mahal dibandingkan platform sejenis.

Pricing yang kompetitif itu penting, tetapi yang utama adalah menerapkan harga yang wajar bagi pembeli,” tambahnya.

Evaluasi pasar

Lebih lanjut, Vincent menilai bahwa ruang pertumbuhan quick commerce masih sangat besar mengingat penetrasi e-grocery saja hanya 0,4% dari total penetrasi e-commerce di Indonesia. Menurutnya, ini juga menjadi momentum untuk mengevaluasi peluang-peluang baru.

“Astro memang menitikberatkan value kecepatan kepada konsumen. Namun, kita perlu melihat apakah kecepatan menjadi sesuatu yang penting bagi pasar di tier 2 dan 3? Bisa jadi pasar-pasar di luar tier 1 lebih mementingkan harga atau kualitas produk. Ini menjadi hal yang perlu dipikirkan untuk bisa reach lebih banyak konsumen,” ujarnya.

Masih mengacu laporan RedSeer, saat ini quick commerce masih didominasi oleh konsumen di kota metropolitan. Segmen rumah tanggan berpenghasilan menengah ke atas di kota tier 1 ini diprediksi menjadi pendorong pertumbuhan, terutama segmen konsumen yang memilih kenyamanan dan belanja cepat pada produk habis pakai.

RedSeer memproyeksi penetrasi pasar quick commerce sebesar $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10-15 kali lipat menjadi $5 miliar dalam lima tahun mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Astro Announces Series A Funding Worth of 387 Billion Rupiah

An online grocery start-up with the quick-commerce concept, Astro, announced $27 million Series A funding or equivalent to 387 billion Rupiah. The round was led by Accel and Sequoia Capital India. Some previous-funding venture capitalists were also invoved, including AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, and Goodwater Capital.

Some angel investors backed this company, including founders and senior executives from Traveloka, Ajaib, Meesho, OYO, Swiggy, and Udaan. Astro will immediately use the funds to expand its reach in Indonesia. In addition, it will be channeled to increase human resources up to 3 times by the end of 2022.

“Astro adheres to the mission to improve the quality of life of people in Indonesia by providing convenience shopping for daily needs. Our Astronauts [partners] are ready to deliver groceries and essentials within 15 minutes, therefore, you can spend time, energy and money on other things,” Astro’s Co-Founder & CEO, Vincent Tjendra said.

Since its launching in September 2021, Astro has established 15+ hubs throughout Jakarta with 1,500+ product SKUs, from food, vegetables, meat, and other daily necessities. The Astro app has been downloaded by hundreds of thousands of people on the Google Playstore. This hub is an important infrastructure for Astro, because their quick-commerce concept guarantees a maximum delivery process of 15 minutes after the order is completed — even for product returns if it doesn’t match.

Competition for the leading online grocery

Previously, in an interview with DailySocial.id, Vincent said, the quick commerce business model provides its own competitive advantages for Astro, including offering convenience and speed through instant delivery, a 24 hours online store with a wide variety of products to meet customer’s needs.

Astro uses the existence of ‘dark stores’ as distribution centers placed at various points to allow instant delivery services. Astro utilizes an in-house logistics fleet to accommodate all orders. The flat shipping cost per order is IDR 15 thousand with  the minimum transaction of IDR 50 thousand.

According to the data, the current retail sector in Indonesia for foodstuffs has a fairly low penetration, which is around 0.4% compared to the penetration of e-commerce that reaches 10%. However, the pandemic is widely seen as an opportunity for online grocery to build the market. According to the research, this sector is projected to grow at $6 billion in 2025.

In Indonesia alone, some players also provide similar services, here are the top list of leading applications on Google Play in the shopping category (as of 02 February 2022). This rating fluctuates, indicating the growth rate of downloads and usage of related apps.

App Rank Download
Klikindomaret 11 1 million+
Segari 23 100 thousand+
Sayurbox 26 1 million+
Pasarnow 30 100 thousand+
Titipku 40 100 thousand+
KitaBeli 42 100 thousand+
TaniHub 52 500 thousand+
LOTTEmart 92 50 thousand+
MyYOGYA 99 100 thousand+

Apart from the standalone grocery services, a number of local tech giants are getting serious to penetrate this segment. For example, Blibli with the BlibliMart. Also, the company has recently took a corporate action by acquiring a majority stake in the Ranch Market company – which is planned to be integrated to strengthen the online grocery line.

Other startups also gain significant support from investors, considering the market is still very “green” to work on. Earlier this year, KedaiSayur has received fresh funding from its parent company Triputra Group. A number of ex-Tanihubs also launched JaPang late this year to provide grocery services that focus on serving markets outside Java.

Meanwhile, last year, apart from Astro, a number of other startups received funding from investors, including Segari (Series A), Dropezy (Series A), Pasarnow (Series A), Segari (Series A), Titipku (Pre-Series A), HappyFresh (Series A). Series D), and Sayurbox (Series B).

“There are several things cannot be separate from e-commerce, one of which is that consumers always want faster delivery, more diverse choices, and appropriate pricing. The quick-commerce model answers all of these needs. With the rapid growth of the market in Indonesia, especially in the online groceries category, this certainly opens up a big market opportunity and deserves to be explored […],” Sequoia India’s VP, Aakash Kapoor said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pendanaan seri A Astro

Astro Umumkan Pendanaan Seri A 387 Miliar Rupiah

Startup online grocery berkonsep quick-commerce Astro mengumumkan telah mengumpulkan pendanaan seri A senilai $27 juta atau setara 387 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Accel dan Sequoia Capital India. Turut tergabung para pemodal ventura yang terlibat di investasi sebelumnya, termasuk AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, dan Goodwater Capital.

Sejumlah angel investor juga mendukung pendanaan ini, di antaranya founder dan eksekutif senior dari Traveloka, Ajaib, Meesho, OYO, Swiggy, dan Udaan. Dana segara akan dimanfaatkan Astro untuk memperluas jangkauan di Indonesia. Selain itu juga akan digunakan untuk meningkatkan SDM hingga 3x lipat hingga akhir tahun 2022 mendatang.

“Astro berpegang pada misi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia dengan memberikan kenyamanan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Astronauts [sebutan untuk mitra] kami siap mengirimkan bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam waktu 15 menit sehingga Anda dapat menghabiskan waktu, energi, dan uang untuk menjalani hal-hal lainnya,” Co-Founder & CEO Astro Vincent Tjendra.

Sejak diluncurkan pada September 2021, , Astro telah mendirikan 15+ hub di seluruh Jakarta dengan 1.500+ SKU produk, mulai dari makanan, sayur, daging, dan kebutuhan harian lainnya. Aplikasi Astro sendiri telah diunduh oleh ratusan ribu orang di Google Playstore. Hub ini menjadi infrastruktur penting bagi Astro, pasalnya konsep quick-commerce mereka menjanjikan proses pengantaran maksimal 15 menit setelah pesanan selesai — pun untuk pengembalian produk jika tidak sesuai.

Berlomba menjadi online grocery terdepan

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial.id, Vincent mengatakan, model bisnis quick commerce memberikan keunggulan kompetitif tersendiri untuk Astro, antara lain menawarkan kenyamanan dan kecepatan melalui pengiriman instan, toko online yang buka selama 24 jam setiap hari, hingga variasi produk yang beragam untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Astro memakai memanfaatkan keberadaan ‘dark stores’ sebagai pusat distribusi yang diletakkan di berbagai titik untuk menikmati layanan instan pesan-antar. Astro memanfaatkan armada logistik in-house untuk mengakomodasi seluruh pesanan. Ongkos kirim yang ditetapkan per pesanan adalah Rp15 ribu dan minimal transaksi adalah Rp50 ribu.

Menurut data yang disampaikan, saat ini di Indonesia sektor ritel untuk bahan makanan memiliki penetrasi yang cukup rendah, yakni sekitar 0,4% dibanding dengan penetrasi e-commerce yang menapai 10%. Namun demikian, kondisi pandemi banyak dilihat sebagai kesempatan bagi online grocery untuk membentuk pasar. Menurut riset, sektor ini diproyeksi akan bertumbuh dengan nilai $6 miliar pada 2025 mendatang.

Di Indonesia sendiri sejumlah pemain juga turut memberikan layanan serupa, berikut ini beberapa di antaranya yang aplikasinya menduduki peringkat teratas di Google Play pada kategori belanja (per 02 Februari 2022). Peringkat ini fluktuatif, menunjukkan tingkat growth dari unduhan dan penggunaan aplikasi terkait.

Aplikasi Peringkat Jumlah Unduhan
Klikindomaret 11 1 juta+
Segari 23 100 ribu+
Sayurbox 26 1 juta+
Pasarnow 30 100 ribu+
Titipku 40 100 ribu+
KitaBeli 42 100 ribu+
TaniHub 52 500 ribu+
LOTTEmart 92 50 ribu+
MyYOGYA 99 100 ribu+

Di luar aplikasi yang secara standalone menghadirkan layanan grocery, sebenarnya sejumlah raksasa teknologi lokal juga mulai serius di sana. Misalnya yang dilakukan Blibli dengan menghadirkan BlibliMart. Tidak hanya itu, belum lama ini mereka melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi saham mayoritas perusahaan Ranch Market – yang rencananya akan diintegrasikan untuk menguatkan lini online grocery mereka.

Startup lain juga terus mendapatkan dukungan signifikan dari investor, mengingat pasar yang masih sangat “hijau” untuk digarap. Awal tahun ini KedaiSayur baru mendapatkan pendanaan segar dari induk perusahaannya Triputra Group. Sejumlah ex-Tanihub juga akhir tahun meluncurkan JaPang untuk menghadirkan layanan grocery yang fokus melayani pasar di luar Jawa.

Sementara tahun lalu, selain Astro, sejumlah startup lain menerima pendanaan dari investor, yakni Segari (Seri A), Dropezy (Seri A), Pasarnow (Seri A), Segari (Seri A), Titipku (Pra-Seri A), HappyFresh (Seri D), dan Sayurbox (Seri B).

“Ada beberapa hal yang tak terbantahkan dalam e-commerce, salah satunya bahwa konsumen selalu menginginkan pengiriman yang lebih cepat, pilihan yang lebih beragam, dan penetapan harga yang sesuai. Model quick-commerce menjawab semua kebutuhan tersebut. Dengan pesatnya pertumbuhan pasar di Indonesia, terutama di kategori online groceries, hal ini tentunya membuka peluang pasar yang besar dan layak dieksplorasi […],” jelas VP Sequoia India Aakash Kapoor.

Application Information Will Show Up Here
Startup quick commerce Astro

Strategi Astro Usung Layanan “Quick Commerce”

Konsep quick commerce mulai dikenal di tengah merebaknya industri e-commerce yang tumbuh pesat sepanjang pandemi. Segmen ini mengusung kecepatan pengiriman dan kenyamanan untuk memenuhi permintaan konsumen.

Astro mencoba peruntungan sebagai quick commerce dengan memulai debutnya di Senayan, Jakarta pada September 2021. Dalam kurun dua bulan, perusahaan berhasil menutup putaran pendanaan tahap awal sebesar $4,5 juta dari sejumlah investor yang sudah diumumkan beberapa hari lalu.

Astro didirikan oleh Vincent Tjendra (CEO), Jessica Jap (COO), Marcella Moniaga (CCO), Sherlyn Gautama (Chief Sourcing & Merchandising), dan Wandi Budianto (VP Operations). Mereka datang dari berbagai latar belakang sebagai senior leadership di perusahaan teknologi Indonesia (Tokopedia, Traveloka, Sirclo).

“Keahlian [kami] yang saling melengkapi [jadi bekal] untuk menghadirkan proposisi baru yang menarik bagi pelanggan di seluruh Indonesia,” ucap Vincent dalam wawancara bersama DailySocial.id.

Tim Astro

Dengan model bisnis quick commerce, menurut dia, memiliki keunggulan kompetitif, antara lain menawarkan kenyamanan dan kecepatan melalui pengiriman instan, toko online yang buka selama 24 jam setiap hari, hingga variasi produk yang beragam untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Agar sejalan dengan keunggulan tersebut, Astro memakai memanfaatkan keberadaan ‘dark stores’ sebagai pusat distribusi yang diletakkan di berbagai titik untuk menikmati layanan instan pesan-antar. “Pelanggan hanya perlu melakukan pemesanan dan pembayaran secara daring, kemudian seluruh kebutuhan tersebut akan diantarkan langsung dari pusat distribusi ke rumah pelanggan dalam waktu singkat.”

Saat ini, Astro menyediakan lebih dari 1.000 produk dari berbagai jenis kategori, seperti camilan, sayuran, buah segar, daging, alat tulis, sampai dengan obat. Vincent menyebut, pihaknya akan terus menambah jumlah portofolio produk agar dapat memberikan pilihan yang lebih beragam untuk para konsumen.

“Varian produk yang ditawarkan Astro, serta pengalaman yang diterima para pelanggan melalui berbagai kemudahan dan keunggulan menjadi daya tarik tersendiri yang membedakan quick commerce startup ini dibandingkan kompetitor lain.”

Kendati demikian, bisnis ini memiliki tantangan untuk terus menjaga kualitas layanan, sembari dengan cepat ekspansi bisnis yang lebih luas ke area-area yang belum pernah disentuh. Oleh karenanya, pendanaan yang diterima Astro dapat menjadi amunisi yang tepat untuk mewujudkan misi tersebut.

“Dengan pendanaan ini, Astro optimis dapat menjawab antusiasme positif dari para pelanggan di area Jakarta yang ingin menikmati layanan quick commerce Astro untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari hanya dalam waktu 15 menit. Astro optimistis dapat menjangkau seluruh wilayah Jakarta hingga akhir tahun ini.”

Meski tidak dijelaskan secara rinci oleh Vincent, Astro memanfaatkan armada logistik in-house untuk mengakomodasi seluruh pesanan. Ongkos kirim yang ditetapkan per pesanan adalah Rp15 ribu dan minimal transaksi adalah Rp50 ribu. Cakupan wilayahnya saat ini adalah area Senayan, Kuningan, Puri, Kemang, Kelapa Gading, dan PIK. Ke depannya akan mencakup seluruh Jakarta dan Jabodetabek.

Dengan layanan pengiriman instan ini, Astro menyasar target konsumen yang berbeda dengan pemain e-grocery kebanyakan. Vincent menjelaskan pihaknya membidik pelanggan kalangan muda dan dewasa yang mengedepankan kenyamanan dan kualitas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka sebagai target pelanggan utamanya.

“Astro berencana untuk melakukan ekspansi secara masif di beberapa wilayah di kawasan ibu kota yang menjadi core target pasar Astro. Ke depan, Astro optimis dapat mencapai target besar untuk menjadi pilihan utama pelanggan untuk berbelanja keperluan sehari-hari,” pungkasnya.

Industri Quick Commerce

India menjadi contoh terdekat untuk implementasi quick commerce. Menurut laporan “Quick Commerce: A $5 billion market by 2025” yang diluncurkan RedSeer, penetrasi pasar quick commerce diperkirakan mencapai $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10x-15x hingga lima tahun mendatang menjadi $5 miliar.

Dalam laporan tersebut, quick commerce didefinisikan sebagai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggeraknya tak lain karena meningkatnya adopsi antara pelanggan yang mencari kenyamanan dengan perilaku pemesan yang tidak terencana; meningkatnya afinitas pelanggan online dengan Gen-Z terhadap top up dan pembayaran, dan perubahan perilaku konsumen yang dipicu Covid-19.

Mengutip dari sumber lain, quick commerce menjadi generasi ketiga dari industri e-commerce yang terus berevolusi. Kehadirannya berdampak penuh pada industri logistik karena menawarkan pengiriman yang cepat, pengiriman terlokalisasi, mengoptimalkan pengiriman last-mile, gudang yang lebih kecil, pengemasan cepat, dan stok real time.

E-commerce Quick commerce
Waktu pengiriman Hari Menit/jam
Ketersediaan stok Berbagai macam produk Pilihan produk yang sedikit
Transportasi Kendaraan roda empat Kendaraan roda dua
Tipe gudang Gudang terpusat Toko fisik atau gudang lokal kecil
Application Information Will Show Up Here

Astro Quick Commerce Startup Scores 64 Billion Rupiah Funding, Providing 15 Minutes Delivery

Astro quick commerce startup announced $4.5 million (over Rp64 billion) funding from a series of VCs, such as Global Founders Capital, AC Ventures, Lightspeed Venture Partners, and Goodwater Capital. Astro will use this fresh fund to build and strengthen the team, as well as expand the business area.

Astro was founded by Vincent Tjendra who previously worked at Tokopedia as AVP and started its operation since September 2021. Astro offers a quick commerce concept, selling more than 1,000 high quality products, ranging from daily necessities, such as snacks, vegetables, fresh fruit and over-the-counter medicines. Orders are scheduled to be received by consumers in 15 minutes at affordable and competitive prices.

Investors said that Astro provides the fastest delivery experience of quick commerce service for Indonesian consumers. It is also supported by a founding team with experience and expertise that synergizes to run quick commerce.

“We firmly believe that Astro’s ‘quick commerce’ service is able to change the way Indonesian consumers buy daily needs, electronics, snacks and pet food. Global Founders Capital is honored to be able to support Astro from the earliest stages,” GFC’s Partner Melvin Hade said in an official statement, Tuesday (2/11).

The fact that Indonesia is positioned at first place as the country with the most active online shopping population gives confidence that Astro is here at the right time to answer the needs of consumers who want fast, economical, and safe products.

As many as 87.1% of internet users in Indonesia also revealed that they use online shopping services to buy certain products, including food and daily necessities. Astro will operate for 24 hours, but follow government regulations during the PPKM period.

Currently, Astro has served requests in the Jakarta area only, with coverage areas of Senayan, Permata Hijau, Gandaria, Kuningan, SCBD, Kemang, Cilandak, Cipete, Puri Indah, Kebon Jeruk, Kelapak Gading, and Pantai Indah Kapuk. It is said that by the end of this year, the company will be able to serve all areas in Jakarta and parts of Greater Jakarta.

Previously, Dropezy also announced Series A funding to launch quick commerce services as its latest solution.

Online grocery competition

The online grocery industry has fierce competition, but still has space for high growth because its penetration is still concentrated in big cities.

A report from Statista said, last year the online grocery market share in this country only reached 0.3%, it is predicted to increase by 20 basis points to 0.5% in 2022. The pandemic that hit the country is said to be one of the main factors that triggered the increase in the popularity of online grocery services among consumers.

Based on data, a further impact of the pandemic apart from changing consumer online buying behavior, is a change in consumer mindset in shopping. “Worried about the economic impact of the pandemic, many Indonesian consumers are becoming more budget conscious. In addition, the priority of purchasing basic necessities and health among consumers is also seen during the pandemic,” the report said.

Source: Statista


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Astro Startup Quick Commerce

Startup “Quick Commerce” Astro Tutup Pendanaan 64 Miliar Rupiah, Sediakan Pengiriman Instan 15 Menit

Startup quick commerce Astro mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $4,5 juta (lebih dari Rp64 miliar) dari sejumlah VC, seperti Global Founders Capital, AC Ventures, Lightspeed Venture Partners, dan Goodwater Capital. Astro akan memanfaatkan dana segar ini untuk membangun dan memperkuat tim, serta memperluas area bisnis.

Astro baru beroperasi sejak September 2021, didirikan oleh Vincent Tjendra yang sebelumnya bekerja di Tokopedia sebagai AVP. Astro menawarkan konsep quick commerce, menjual lebih dari 1.000 pilihan produk berkualitas, mulai dari kebutuhan sehari-hari, seperti camilan, sayuran, buah segar sampai dengan obat bebas dengan nyaman. Pesanan ditargetkan diterima konsumen dalam 15 menit dengan harga yang terjangkau dan kompetitif.

Para investor menuturkan, layanan quick commerce yang ditawarkan Astro memberikan pengalaman pengiriman tercepat untuk konsumen Indonesia. Didukung pula oleh tim pendiri yang memiliki pengalaman dan keahlian yang bersinergis untuk menjalankan quick commerce.

“Kami sangat yakin layanan ‘quick commerce’ Astro mampu mengubah cara konsumen Indonesia membeli kebutuhan pokok sehari-hari, elektronik, snack hingga pet food. Global Founders Capital merasa terhormat karena dapat mendukung Astro sejak tahap paling dini,” ungkap Partner GFC Melvin Hade dalam keterangan resmi, Selasa (2/11).

Fakta bahwa Indonesia berada pada urutan pertama sebagai negara dengan penduduk yang paling aktif berbelanja daring, memberikan keyakinan Astro hadir di saat yang tepat untuk menjawab kebutuhan konsumen yang ingin serba cepat, hemat, dan aman.

Sebanyak 87,1% pengguna internet di Indonesia juga mengungkapkan bahwa mereka memakai layanan belanja online untuk membeli produk-produk tertentu, di antaranya makanan dan kebutuhan sehari-hari. Astro akan beroperasi selama 24 jam, namun turut mengikuti peraturan pemerintah selama di masa PPKM.

Saat ini Astro telah melayani permintaan di area Jakarta saja, dengan cakupan area Senayan, Permata Hijau, Gandaria, Kuningan, SCBD, Kemang, Cilandak, Cipete, Puri Indah, Kebon Jeruk, Kelapak Gading, dan Pantai Indah Kapuk. Ditargetkan menjelang akhir tahun ini, perusahaan dapat melayani seluruh area di Jakarta dan sebagian Jabodetabek.

Sebelumnya, Dropezy juga mengumumkan pendanaan Seri A untuk melancarkan layanan quick commerce sebagai solusi teranyarnya.

Kompetisi industri online grocery

Industri online grocery memiliki persaingan yang sengit, namun masih memiliki ruang tumbuh yang tinggi karena penetrasinya yang masih terpusat di kota-kota besar.

Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista
Application Information Will Show Up Here