Tag Archives: Violetta “Caramel”

T.L. Taylor

Profesor MIT: Harassment Adalah Penyebab Esports Kurang Diminati Perempuan

Esports adalah bidang kompetisi yang secara alami lebih inklusif dari olahraga konvensional. Karena bidang ini tidak menuntut kemampuan fisik yang tinggi, esports bisa dimainkan oleh segala macam orang, baik itu laki-laki ataupun perempuan, bahkan pemain difabel. Akan tetapi pada kenyataannya, ekosistem esports masih belum memaksimalkan potensi inklusivitas tersebut, khususnya dalam hal kesetaraan gender.

Hal ini diungkapkan oleh T.L. Taylor, profesor bidang studi media komparatif di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dilansir dari Montana Kaimin, Taylor berkata bahwa saat ini kaum perempuan di dunia game kompetitif masih lebih banyak jadi penonton saja.

Taylor merupakan pendiri dari organisasi bernama AnyKey, sebuah organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan diversitas, inklusivitas, serta aksesibilitas dunia esports sejak tahun 2015. AnyKey menemukan bahwa partisipasi perempuan di esports, baik sebagai anggota klub atau pemain elit, masih sedikit sekali dibandingkan pertumbuhan jumlah gamer perempuan. Padahal studi Pew Research pada tahun 2018 menunjukkan bahwa 83% remaja perempuan di Amerika Serikat adalah gamer, jauh meningkat dari angka 50% di tahun 2017.

Team Bumble
Team Bumble, divisi Fortnite Gen.G khusus perempuan

Mengapa hal ini terjadi, salah satu penyebabnya menurut Taylor adalah karena lingkungan audiens esports masih kurang ramah. Masih banyak kasus harassment (penggangguan) terjadi, utamanya terhadap perempuan. “Penggangguan online bukan semata-mata serangan individu,” kata Taylor, “Ini tidak hanya menyakiti orang yang jadi target. Hal ini bergerak secara sosial. Menyiprat kepada semua orang yang melihatnya.”

Taylor berkata bahwa harassment terus-menerus bisa membuat streamer atau atlet esports terdorong untuk berhenti, juga menghalangi pemain baru untuk bergabung ke ekosistem ini. Aktivitas semacam ini tidak boleh ditolerir jika kita ingin esports dipandang sebagai hal serius. “Jika kita memahami live streaming sebagai sektor pengembangan media dan kultural yang semakin hari semakin signifikan, maka isu ini adalah isu yang harus diangkat di posisi paling depan,” paparnya.

Contoh bentuk harassment itu misalnya seperti diceritakan oleh Nikita Ware, salah satu pemain esports perempuan dari tim Grizzly Esports. Begitu audiens laki-laki melihat bahwa ada perempuan bermain League of Legends secara kompetitif, mereka langsung berkata, “Ya Tuhan! Ada cewek main League (of Legends). Boleh minta nomormu tidak?”

Sumber: Instagram EVOS Esports
Violetta berkata bahwa perempuan masih sulit berkompetisi di kondisi esports sekarang | Sumber: Instagram EVOS Esports

Violetta “Caramel” Aurelia dari EVOS Esports juga pernah berkata dalam wawancara dengan Hybrid bahwa pemain esports perempuan saat ini masih sedikit. “Walaupun nggak ada batasan fisik buat pemain, tapi pada kondisi esports sekarang, pemain perempuan jadi sulit ikut berkompetisi di kompetisi resmi karena alasan seperti, perempuan itu susah dikendalikan emosinya, baperan, dan lain sebagainya,” ujar Violetta saat itu.

Untungnya belakangan sudah mulai muncul beberapa pihak yang sadar akan masalah ini dan berusaha untuk mencari solusinya. Dating app Bumble misalnya, beberapa bulan lalu meluncurkan tim esports khusus perempuan untuk mendorong partisipasi mereka di ekosistem kompetitif. Bumble, meskipun sebenarnya merupakan aplikasi kencan, rupanya juga banyak digunakan sebagai sarana komunikasi antar gamer perempuan karena di aplikasi ini mereka merasa bisa berkomunikasi secara aman.

Mungkin masih akan butuh waktu lama sampai dunia esports bisa benar-benar mencapai kesetaraan gender. Bahkan di dunia olahraga konvensional pun hal ini masih belum 100% terwujud, padahal industri olahraga sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Akan tetapi setidaknya dengan adanya awareness akan isu ini, pihak-pihak yang punya suara di industri esports—seperti influencer, atlet, atau organisasi—bisa turut mengadvokasi pengurangan aksi harassment. Harapannya, dengan begitu ekosistem esports akan tumbuh lebih sehat, tidak hanya bagi atlet perempuan tapi bagi semua orang di dalamnya.

Sumber: Montana Kaimin

Cerita Violetta “Caramel” Soal EVOS Esports dan Jadi Player Esports Perempuan

Beberapa waktu lalu EVOS mengumumkan divisi Mobile Legends Ladies milik mereka. Roster ini tampil menjanjikan dengan menampilkan pemain-pemain Mobile Legends perempuan kawakan seperti Winda “Earl” Lunardi dan Crestisa “Pucci”. Tak lupa, roster terbaru ini juga memasukkan Violetta “Caramel” Aurelia.

Pemain ini bisa dibilang sebagai salah satu pemain Mobile Legends perempuan yang punya komitmen untuk mendapatkan prestasi. Terakhir kali bersama tim SFI Queen, Caramel dan kawan-kawan berhasil mendapatkan posisi runner-up. Pindah ke EVOS Esports, kami pun mencoba berbincang dengan Violetta seputar kepindahannya dan perjuangannya menjadi srikandi esports Indonesia.

Akbar (A): Halo, boleh minta waktunya untuk tanya-tanya

Violetta (V): Boleh-boleh

(A): Topiknya kali ini seputar EVOS dan perjuangan jadi player esports perempuan, agak panjang nggak apa-apa yaa.

(V): Sip, nggak apa-apa

(A): Soal kepindahannya ke EVOS, Waktu sama SFI Queen, Vio dan kawan-kawan bisa dapat prestasi yang cukup baik, chemistry permainan juga sepertinya sudah terbangun, terus sekarang pindah ke EVOS, kenapa?

(V): Soal kepindahan ke EVOS itu karena masa kontrak di SFI sudah habis. Setelah habis ada ditawari buat perpanjang tapi aku gak ambil karena kepingin rehat sebentar dan mau cari suasana yang baru.

Jadi keputusan buat lanjut atau nggak itu ada di pribadi masing2 member. Saat itu aku milih nggak lanjut dan ada juga yg milih buat perpanjang. Tapi pas milih nggak lanjut, ada jeda beberapa waktu dan ada beberapa tawaran dari berbagai tempat, dan akhirnya EVOS yang aku pilih.

Sumber: Instagram EVOS Esports
Sumber: Instagram EVOS Esports

(A): Kenapa akhirnya milih EVOS?

(V): Setelah beberapa pertimbangan dan melihat member yang sudah dikumpulkan dari beberapa tim, ternyata aku udah kenal beberapa dari mereka cukup lama, dan sering main bareng. Jadi lebih klop dan akhirnya itu jadi alasan milih EVOS.

(A): Salah satu media menyebutkan roster EVOS Ladies ini adalah roster yang kuat, karena melihat pengalaman pemain-pemainnya seperti Earl dan Pucci. Komentar Vio terhadap hal tersebut gimana?

(V): Roster EVOS Ladies yang sekarang menurutku memang udah punya basic yang cukup kuat dari pengalaman-pengalaman. Tapi harus dikembangin lagi soal chemistry.

Chemistry itu adalah yang paling penting di tim dan yang paling susah dibangun. Apalagi kami dari background tim yang beda2. Jadi kami masih banyak harus berkembang supaya bisa jadi tim yg kuat.

(A): Bersama EVOS Ladies, kompetisi terdekat apa yang dituju? Apa yang ingin Vio capai bersama roster EVOS Ladies ini?

(V): Soal tujuan, PR utama kami sekarang itu harus bangun chemistry tim yg kuat. Prepare dari sekarang supaya siap kalau ada kompetisi nanti. Untuk kompetisi terdekat belum ada, karena seperti yang kita tahu di Mobile Legends baru ada satu kompetisi khusus buat ladies, yaitu FSL (Female Esports League MLBB); yang sudah selesai beberapa waktu lalu. Ke depannya, kami bakal ikut bersaing di kompetisi untuk umum tapi untuk sekarang kami masih fokus tiap hari latihan untuk dapat chemistry dulu.

(A): Lanjut ke topik menjadi player esports perempuan. Untuk sekarang ini, kan udah cukup banyak perempuan berkarir di esports. Tapi most of them jadi influencer, caster, atau Brand Ambassador (BA). Menariknya, dibanding pilihan karir tersebut, kok Vio malah memilih jadi player, kenapa?

(V): Untuk soal karir di esports ini awalnya aku ada ditawari jadi influencer, BA, team manager, streamer tapi memang nggak berminat ke sana. Aku sendiri sudah main Mobile Legends dari season 2, udah cukup lama main dan ikutin perkembangan esports. Pas melihat pro-player bisa main di atas stage, angkat piala gitu kayak merinding dan kepingin bisa merasakan hal yang sama. Jadi mimpiku memang ke arah sana, yang membuat aku akhirnya lebih milih jalan menjadi player.

(A): Siapa sosok tersebut yang menginspirasi Vio?

(V): Kalau soal ini dulu aku sempat jadi manager tim Critical (Sekarang GEEK FAM). Pas melihat mereka yang dari tim kecil-kecilan, lalu bisa jadi kuda hitam di season 1 MPL, aku jadi terinspirasi dan kepingin jadi player juga. Mulai dari sana aku memulai karir esports sebagai player.

(A): Kenapa Vio lebih memilih main sama tim ladies? Apakah pernah mencoba gabung ke tim campuran yang berisi laki-perempuan?

(V): Pernah coba gabung ke tim campuran beberapa kali, tapi merasa memang sulit buat bersaing melihat tim-tim pro yang udah ada sekarang. Jadi udah coba gabung tim ladies sudah dari season 3. Jadi ketika itu sambil jalan dan mencoba dua-duanya (tim campuran dan ladies). Akhirnya kini merasa lebih bisa berkembang di tim ladies, yang membuat aku memilih fokus ke tim ladies.

Caramel bertanding di gelaran FSL Mobile Legends saat masih bersama tim SFI Queen Sumber: FSL Elite Official Page
Caramel bertanding di gelaran FSL Mobile Legends saat masih membela tim SFI Queen Sumber: FSL Elite Official Page.

(A): Prestasi tertinggi apa yang ingin Vio capai sebagai player

(V): Kepingin jadi best female MLBB player. Itu mimpi tertinggi yg kepingin aku capai.

(A): Pernah bermimpi bisa bertanding di MPL nggak? Terus kalau masuk MPL, kepingin sebagai tim campuran atau membawa tim ladies?

(V): Aku cukup berharap bisa ikut bertanding di kompetisi kelas itu. Untuk mencapainya aku lebih berharap dengan tim ladies, karena bakal lebih mencolok dan kelihatan dibanding tim campuran. Karena menurutku, untuk dapat masuk ke dalam tim campuran itu kecil banget kemungkinannya untuk dimainkan.

(A): Lanjut ke topik soal berkompetisi sebagai perempuan. Kalau bicara esports, bisa dibilang nggak ada batas fisik untuk pemainnya. Jadi baik laki/perempuan harusnya punya kemampuan berkompetisi yang sama. Berangkat dari hal ini, menurut Vio sendiri, perlu nggak sih kompetisi esports khusus perempuan? 

(V): Untuk ini sangat perlu. Walaupun nggak ada batasan fisik buat pemain, tapi pada kondisi esports sekarang, pemain perempuan jadi sulit ikut berkompetisi di kompetisi resmi karena alasan seperti, perempuan itu susah dikendalikan emosinya, baperan dan lain sebagainya.

(V): Untuk kenapa harus ada pembedaan, sebenarnya lebih ke arah agar dapat mendorong para pemain perempuan untuk turut berkompetisi. Karena untuk sekarang, perempuan yang main game di tingkat kompetitif itu masih sedikit. Dengan munculnya tournament khusus ladies, harapannya para pemain perempuan bisa terbuka dan menarik lebih banyak perhatian dengan pasarnya tersendiri.

(A): Untuk sekarang apakah kompetisi khusus perempuan sudah ada selain dari FSL? Adakah respon dari Moonton terhadap antusiasme player ladies seperti Vio ini?

(V): Untuk saat ini kompetisi khusus perempuan masih belum ada. Jadi mungkin bakal lebih banyak latihan dulu di turnamen umum demi membentuk mental kompetisi. Soal respon dari moonton, kebetulan belum ada sampai sekarang. Padahal sepertinya untuk game lain seperti FREE FIRE dan PUBG MOBILE sudah sering ada event kompetisi khusus perempuan dan terbilang cukup menarik perhatian di esports.

(A): Sebagai penutup, Vio ada pesan-pesan nggak buat penggemar esports secara umum atau para srikandi esports yang sedang berjuang?

(V): Pesan buat semuanya, khususnya ladies player yang kepingin masuk ke kancah kompetitif dan mau ikut kembangin esports untuk perempuan, banyak-banyak latihan dan belajar. Semangat terus, supaya perempuan di esports bisa ikut unjuk gigi. Buktikan bahwa bukan hanya laki-laki yang bisa sukses sebagai pemain di esports, tapi perempuan juga.

(A): Oke terima kasih ya Vio atas waktunya

Sama-sama.