Tag Archives: vlog

Sony ECM-W2BT Adalah Mikrofon Wireless Bebas Kabel Dengan Digital Multi Interface Shoe

Bagi content creator, perangkat kamera, lensa, dan mikrofon eksternal menjadi senjata utama dalam pembuatan konten. Karena bagaimana pun video adalah konten audio visual, jadi hasilnya harus enak dilihat dan didengar.

Untuk konten jenis vlog, umumnya mikrofon shotgun dan wireless menjadi pilihan utama, yang pasti jenis wireless lebih handy dan bisa digunakan dari jarak jauh. Baru-baru ini, Sony telah mengumumkan mikrofon wireless terbarunya yang benar-benar bebas kabel.

Namanya Sony ECM-W2BT, mikrofon wireless ini bisa digunakan tanpa kabel karena menggunakan Digital Audio Interface melalui Multi Interface (MI) Shoe. Artinya, receiver dapat mengirimkan audio dari mikrofon secara langsung melalui MI Shoe tanpa memerlukan kabel eksternal.

Sony belum mengungkapkan daftar kamera yang secara khusus mendukung protokol baru tersebut. Tentu saja, selain lewat MI Shoe, Sony ECM-W2BT juga tetap bisa digunakan dengan kabel menggunakan port mikrofon 3,5mm di kamera.

Sony mengatakan bahwa ECM-W2BT telah didesain ulang sepenuhnya dengan ‘advanced omni-directional mic capsule‘. Jangkauan transmisinya, unit dapat mengirimkan audio berkualitas tinggi hingga pada jarak 200 meter dengan gangguan yang minimal berkat penggunaan codec Qualcomm aptX berlatensi rendah.

Mikrofon ini memiliki tiga mode pengambilan yang berbeda. Meliputi mode MIC yang hanya akan merekam audio dari mikrofon di transmitter, mode MIX yang dapat mengambil audio dari transmitter dan receiver, serta mode RCVR baru yang hanya akan mengambil suara dari unit receiver yang terpasang pada Digital Multi Interface shoe.

Fitur lain ada lampu LINK yang memperjelas saat receiver terhubung ke transmitter mikrofon. Saat dipasangkan dengan kamera mirrorless Sony dengan MI Shoe, baterainya bisa bertahan sampai sembilan jam pemakaian dalam sekali charge.

Selain itu, Sony juga mengumumkan mikrofon lavalier ECM-LV1 yang merupakan pasangan yang cocok untuk ECM-W2BT. Mikrofon lavalier baru ini memiliki fitur omni-directional mic capsule, klip yang dapat diputar 360 derajat, dan windscreen. Untuk harganya, Sony ECM-W2BT dibanderol US$230 atau sekitar Rp3,3 jutaan dan US$30 atau Rp433 ribuan untuk mikrofon lavalier Sony ECM-LV1.

Sumber: DPreview

5 Tips Live Vlogging Menggunakan Smartphone

Semua orang bisa nge-vlog sekarang, tidak terkecuali presiden kita sendiri. Bedanya, Bapak Presiden tentu tidak menggarap vlog-nya sendirian. Namun itu bukan berarti kita yang one-man show tidak bisa menciptakan vlog yang menarik.

Seperti halnya blog, vlog akan terkesan unik sekaligus menarik ketika bisa merepresentasikan kepribadian masing-masing pembuatnya. Salah satu cara termudah untuk menciptakan vlog yang menarik adalah dengan melakukannya secara live.

Berikut adalah lima poin yang bisa diperhatikan sebelum memulai live vlogging.

Kenapa harus live?

Ada tiga alasan. Yang pertama adalah, spontanitas bakal semakin menumbuhkan kesan unik dan alami pada sebuah vlog. Kedua, merekam sekaligus menyiarkannya secara langsung berarti tidak ada proses editing yang harus dilalui, yang berarti semuanya bisa selesai dengan jauh lebih cepat dan simpel.

Terakhir, live vlog umumnya juga bersifat interaktif. Kita bisa langsung merespon pertanyaan penonton yang disampaikan melalui live chat, dan lagi-lagi ini bakal semakin menjadikan vlog terkesan unik.

Apa saja yang harus dipersiapkan?

Samsung Galaxy A30s dan A50s

Namanya video, tentu kita harus punya kamera. Tidak harus kamera profesional; smartphone justru akan terkesan lebih ideal untuk live vlogging. Smartphone-nya pun juga tidak harus yang flagship. Yang paling penting, kamera depannya harus bisa diandalkan, demikian pula ketahanan baterainya.

Di rentang harga 3 – 5 jutaan rupiah, contoh ponsel yang bisa diandalkan untuk live vlogging adalah Samsung Galaxy A30s dan Galaxy A50s. Keduanya punya kamera depan yang mumpuni (16 megapixel dan 32 megapixel, masing-masing dengan lensa wide-angle f/2.0), dan kapasitas baterainya cukup masif di angka 4.000 mAh. Atau Anda juga bisa memilih perangkat seri A yang lebih baru seperti Galaxy A51 dan Galaxy A71.

Topik lebih penting daripada kamera

Berhubung live, kita harus memikirkan topik yang akan dibahas secara matang. Jangan sampai di tengah-tengah vlog kita jadi terdiam karena bingung harus membahas apa. Jadi meskipun dilakukan secara live, bukan berarti kita tak perlu menyiapkan semacam naskah untuk dijadikan acuan.

Lagi-lagi karena live, naskah tersebut bisa diimprovisasi dengan melibatkan interaksi penonton. Komunikasi dengan penonton merupakan keunggulan utama dari live vlog, dan kita harus bisa memaksimalkannya dengan baik.

Audio tak kalah penting dari video

Freefly Movi
Sumber gambar: Moment

Dalam sebuah vlog, kita pasti banyak berbicara, dan itulah mengapa kualitas audio tidak boleh diremehkan. Menghindari lokasi yang anginnya bertiup kencang merupakan suatu langkah yang bijak, sama bijaknya seperti melangsungkan live vlogging di pagi atau siang hari ketimbang malam demi mendapatkan kondisi pencahayaan yang optimal.

Cara lain adalah dengan menyambungkan mikrofon eksternal ke ponsel. Pilihannya cukup beragam, dari yang murah sampai yang mahal, dan mic eksternal ini seringkali sangat berguna ketika membuat vlog di tempat yang ramai (bising). Lebih komplet lagi adalah ketika gimbal turut dilibatkan.

Terus berlatih secara konsisten

Mungkin ini adalah tips yang paling klise, tapi memang tidak ada yang bisa menggaet banyak penonton dan penggemar lewat satu sesi live vlogging begitu saja. Konsisten melakukan live vlogging juga pasti akan semakin mematangkan penampilan di depan kamera, sekaligus membuat kita makin terbiasa berinteraksi dengan penonton.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Samsung.

[VlogWithSony] Membahas Tren Vlogging dan Pendapat Content Creator Tentang Sony A6400

Sony Southeast Asia (SEA) telah menggelar acara bertema ‘Vlog With Sony‘ di Art Science Museum, Singapore pada tanggal 26 Maret 2019. Vlog With Sony adalah interactive campaign yang melibatkan 39 vlogger top dari 6 negara di kawasan Southeast Asia, meliputi Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Singapura.

Vlogger atau content creator tersebut terdiri dari empat kategori berbeda, mulai dari beauty, entertainment, travel, dan gadget. Sony ingin dunia mengetahui, bahwa mereka punya produk kamera dan aksesori yang dirancang untuk vlogger dengan background, konten, dan level experience yang berbeda-beda.

Dari Indonesia sendiri ada enam vlogger yang dipilih oleh Sony Indonesia, yaitu Vincent Raditya, JWestBros, Titan Tyra, Akadika, Estechmedia, dan BangRipiu. Saya mewakili Dailysocial sebagai media Indonesia bersama Infofotografi.

Tren-vlogging-5

Di acara ‘Vlog with Sony‘ ini mereka mengumumkan premium ultra-compact camera; Sony RX0 II. Ada juga sesi sharing seperti beauty vlog sharing, entertainment vlog sharing, travel vlog sharing, hingga special performance dari international YouTuber Sam Tsui.

Artikel hands-on untuk Sony RX0 II saya buat terpisah, singkatnya ultra camera ini sangat ideal untuk aktivitas vlog. Karena ukurannya yang ringkas, sangat serasi berpasangan dengan shooting grip (VCT-SGR1) – membuat vlogging di tempat umum tidak akan begitu mencolok.

Meningkatkannya Tren Vlogging 

Tren-vlogging-2

Tren vlogging meningkat pesat dari tahun ke tahun. Suka tidak suka banyak brand yang melirik content creator [baca; YouTuber] sebagai salah satu cara efektif untuk menyampaikan pesan kepada para audiensnya.

“Tren vlogging tidak terjadi serentak, tetapi marak di sejumlah wilayah di dunia. Contohnya Asia terutama Tiongkok dan juga di Amerika Serikat. Sedangkan di negara asal kami; Jepang, angkanya tidak meningkat pesat, tapi kenaikannya masih positif.” Ungkap Satoshi Hatano, General Manager Digital Imaging Group, Sony Imaging Product & Solutions.

Satoshi Hatano menambahkan bahwa meskipun tren vlog baru muncul belakangan ini, namun sejatinya Sony sudah sejak lama mendalami ranah di sektor kamera digital. Mulai dari handycam (camcorder) yang ‘easy to use‘ dan punya battery life panjang, action camera dan compact camera yang mengunggulkan portability, hingga mirrorless camera yang expandability – di mana bisa mengganti lensa dan compatibility dengan mikrofon eksternal.

Ada pertanyaan yang cukup menarik yang dilontarkan oleh awak media kepada Satoshi Hatano mengenai produk favorit yang digunakan untuk menciptakan video. Ternyata jawabannya bukan RX0 II, tapi A9 karena sudah memilikinya. Namun untuk kebutuhan yang lebih menyeluruh, Satoshi Hatano pribadi menyarankan A6400.

Saya juga setuju dengan Satoshi Hatano, menurut saya Sony A6400 memang sangat ideal untuk aktivitas vlog. Setelah memiliki kamera utama, Anda bisa melirik Sony RX0 II sebagai kamera sekunder untuk solusi pengambilan gambar multi kamera.

Tren-vlogging-4

Capability Sony RX0 II cukup mengagumkan, layarnya dapat diputar hingga 180 derajat, body-nya waterproof dan shockproof, mampu merekam video 4K dengan dukungan picture profile, dan punya jack mikrofon. Kamera ini juga punya fitur di mana kita bisa menggabungkan lima unit RX0 II untuk merekam bersama, bayangkan uniknya konten yang bisa Anda dapat.

Apa Kata Content Creator Mengenai Sony A6400?

Pada acara Vlog With Sony, para vlogger asal Tanah Air ditantang untuk membuat konten video menggunakan Sony A6400. Ada pula beberapa vlogger yang menggunakan compact camera premium Sony RX100 VI yang memiliki kelebihan dalam segi kenyamanan dan kepraktisan tingkat tinggi.

Enche Tjin - Infofotografi
Enche Tjin – Infofotografi

Lalu, apa pendapat mereka mengenai tren vlog dan Sony A6400? Menurut Enche Tjin sebagai pendiri Infofotografi dan seorang fotografer, tren vlog yang semakin marak dan bervariasi genrenya saat ini membutuhkan gear dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Menyikapi itu, Sony menawarkan kamera dalam berbagai bentuk untuk mengakomodir kebutuhan yang berbeda-beda.

“Tapi ingat, meskipun dipromosikan sebagai kamera untuk vlog, sebagian besar kamera-kamera Sony adalah kamera yang mumpuni untuk still photography juga.” Ujar Enche Tjin.

Akadika, vlogger dan profesional wedding photography
Akadika, vlogger dan profesional wedding fotografer

Beralih ke pendapat Akadika, vlogger yang juga seorang profesional wedding fotografer dari Bengkulu. Menurutnya, tren vlogging saat ini sudah menjadi salah satu racun yang diikuti banyak kalangan nggak cuma anak muda bahkan yang tua pun juga ikutan.

“Kalau pengalaman pakai A6400, gue cukup surprise karena beberapa fitur di dalamnya terutama soal focusing ya, focus-nya membantu banget untuk bikin vlog apa lagi kamera itu kita pegang sendiri. Terus yang gue suka lagi dari A6400 adalah transisi dari ruangan gelap ke terang peralihan exposure-nya halus banget.” Ungkap Akadika.

Erwin - Estechmedia
Erwin – Estechmedia

Menuju ke pendapat Erwin dari Estechmedia yang bercita-cita menjadi director, ia melihat tren vlogging sebagai sesuatu yang memang sangat potensial kedepannya, karena walaupun ini bukan hal baru tapi masih sangat menjanjikan kedepannya secara influence. Karena vlogging ini memiliki pengaruh yang cukup luas layaknya media tapi memiliki poin personal branding di mana para penonton dapat merasakan kedekatan dengan sang vlogger.

“Mengenai A6400, sejauh ini bisa dibilang A6400 itu seperti monster kecil, tapi bukan cuma kamera ini yang masuk dalam kategori itu tapi nggak perlu disebutkan ya. Ini kamera kecil yang memiliki potensi yang sangat tinggi seperti kamera profesional.” Kata Erwin.

Ikhsan - BangRipiu
Ikhsan – BangRipiu

Beralih ke Bang Ikhsan (BangRipiu) menurutnya sebagai first time user Sony Mirrorless, saya impress dengan kemampuan continuous autofocus-nya A6400 yang sangat responsive.

“Tampaknya kamera ini akan sangat mendukung saya dalam pembuatan video-video tentang gadget di YouTube, terutama pada video bertemakan unboxing gadget.” Ungkapnya.

Verdict

Melihat tren vlogging ini apakah Anda ingin ikut-ikutan menjadi vlogger atau content creator? Bila tertarik mulai saja dulu dengan smartphone, seiring perkembangan channel Anda bisa meng-upgrade equipment Anda secara perlahan. Yang pasti mereka para content creator telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mencapai titik sampai di acara Vlog With Sony.

Mendengar cerita perjuangan, merasakan semangat mereka, dan berbagi perspektif – banyak hal yang bisa dipetik. Sebenarnya banyak peluang lain juga yang bisa didapat dengan memiliki sebuah kamera mirrorless baik di ranah photography maupun videography, selain membuat konten video dan diunggah ke YouTube.

Saya sudah request unit review Sony A6400 dan terus terang saya sudah tidak sabar untuk me-review nya. Dengan harga Rp13 juta untuk body only, posisi A6400 memang untuk para vlogger yang sudah mulai dan ingin meningkatkan kualitas konten videonya.

Mirrorless untuk Kebutuhan Vlogging dan Travelling-mu

Tahun 2015 bisa dikatakan sebagai titik sentral pertumbuhan tren vlogging. Di tahun itu, 42% dari pengguna internet mengaku terpapar oleh konten-konten video yang merupakan transformasi dari blog tersebut. Tarik maju ke hari ini, tren ini disinyalir meningkat lebih gila lagi. Kanal yang dapat secara bebas dimanfaatkan (umumnya YouTube) adalah satu alasannya. Faktor pendukung lainnya ialah maraknya kamera ringkas di pasar.

Konten secara esensial memang penting untuk memancing viewers mampir menonton vlog. Tapi, dalam hal teknis, kamera juga punya nilai yang tak kalah tinggi bagi kualitas vlog. Artikel ini akan mengulas “standar” kamera yang dapat digunakan untuk vlogging; atau untuk merekam momen di kegiatan mobile-mu, seperti travelling. Kamera yang kita ulas sebagai perbandingan antara “teori teknis” dengan penggunaannya di lapangan ialah Panasonic Lumix DC-GF9K.

Desain dan bodi

Vlogging berbicara soal momentum; bagaimana kita menyoroti suatu hal dengan angle tertentu adalah seninya. Jika kamu sedang travelling, membuat vlog akan setingkat lebih “sulit” lagi, oleh sebab setiap detik yang menjadi begitu penting untuk direkam. Karenanya, penting bagimu untuk menenteng kamera mirrorless yang ringan dan ringkas.

WhatsApp_Image_2017-10-18_at_23745_PM

Panasonic Lumix DC-GF9K saya rasa punya poin ini. Bobotnya yang hanya sebesar 269 gram dan berukuran 64.4 mm x 33.3 mm x 106.5 mm ini sangat membantu dalam penyimpanan. Meski kemudian ukuran demikian bagi saya terkesan “ringkih” saat digenggam, namun perlu diakui bahwa DC-GF9K tercipta memang untuk traveler.

WhatsApp_Image_2017-10-18_at_23755_PM

rsz_whatsapp_image_2017-10-25_at_64653_pm

Bagi vlogger, desain bodi harusnya jadi hal penting yang harus diamati saat memilih kamera, agar tetap keren saat mengambil shot di mana pun—karena orang-orang sekitar yang menoleh ke arahnya. Lumix DC-GF9K yang saya coba berwarna orange dengan motif kulit jeruk. Saya melihat ada kesan leather yang ingin ditunjukkan; namun sayang, hal terlihat kurang optimal. Di sisi lain, tampilan analog dan klasik tetap terpancar dan menjadi daya tarik dari mirrorless yang tersedia dalam empat warna ini.

Tampilan antar muka

Sempat saya bahas di awal bahwa vlogging menjadi tren. Fenomena ini seketika melahirkan banyak video content creator yang bertebaran di mana-mana—tak jarang vlogger juga kini sudah menjadi cita-cita anak kecil dan menjadi profesi pilihan. Tidak semua dari mereka lama bergelut di dunia videografi; banyak juga yang baru mengikuti tren ini sambil belajar mengambil gambar.

Tampilan antar muka dari menu yang ada di Lumix DC-GF9K ini sebenarnya mudah, karena Panasonic menyajikan sistem pengaturan dengan touch screen dan pengaturan shutter button yang otomatis pindah ke button bagian kiri saat sedang selfie mode.

Tapi—sepertinya disebabkan oleh penggunaan pertama kali—bagi saya tampilan antar muka ini terasa kurang user-friendly. Penempatan konten menu dan fitur-fiturnya agak sedikit sulit dipahami dengan cepat, apalagi bagi vlogger pemula atau pengguna Lumix pertama kali. Rasanya, akan menjadi kesalahan besar bila kita lupa menaruh manual book yang tersedia di dalam box. Beruntung poin ini tidak terlalu menutupi fitur-fitur mumpuni yang ada di Lumix DC-GF9K, seperti 4K photo dan post focus mode.

Performa dan kualitas gambar

Bagian terakhir inilah yang menjadi unsur penting dalam vlogging. Bagaimana seorang vlogger menangkap momen bertumpu pada performa dan kualitas gambar dari kamera mirrorless. Jika kamu merasa kualitas 4K adalah titik pengalaman tinggi, Lumix DC-GF9K memang disiapkan untukmu.

Fitur 4K yang digelorakan oleh Panasonic membawa kesan baik bagi saya saat mengambil gambar Lumix DC-GF9K. Fitur ini didukung post focus mode dan focus stacking, yang dipoles oleh micro 4/3 sensor, sehingga membuat fleksibilitas dari pemilihan focus lebih nyaman dengan hasil maksimal.

Screenshot_2017-10-25_at_113650

Screenshot_2017-10-25_at_113415

P1060068JPG

Jika kembali ke urusan vlogging, kamera ini belum begitu memanjakan dalam hal merekam suara. Panasonic Lumix DC-GF9K tidak dipersenjatai output audio video, yang sejatinya dapat memberi daya dobrak yang lebih kuat perihal merekam suara. Namun, Panasonic menebusnya dengan mikrofon stereo yang dibekali wind noise canceller.

Vlogger juga perlu kecepatan. Tidak hanya dalam mengambil shot, tapi juga dalam menyimpan dan memindahkan data. Performa dalam hal kirim-mengirim dan simpan-menyimpan data ini terasa lebih mudah dengan kehadiran fitur pemindahan data dengan berbasis Wi-Fi melalui Panasonic Image App. Fitur ini memungkinkan penggunanya untuk “melempar” data tanpa harus terkoneksi dengan kabel.

Konklusi

Bicara vlogging, bicara tentang kecepatan dan portabilitas—kualitas konten adalah syarat mutlak, sehingga tak perlu disebutkan. Panasonic Lumix DC-GF9K yang terlahir dengan tubuh mungil dan enteng serta memiliki resolusi 4K sepertinya sudah menjawab dua kebutuhan tadi. Kendati secara penggunaan akan memakan waktu untuk mempelajarinya, tapi untuk para vlogger dan traveler—apalagi jika kamu keduanya—kamera mirrorless 16,84 megapiksel ini dapat menjadi pilihan untuk merekam momen harianmu.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Panasonic.

Program YouTube NextUp Bermisi Cetak 360 Selebriti Internet Baru

Melihat kesuksesan tokoh internet kondang PewDiePie membuat sebagian besar dari kita mengimpikan profesi sebagai seorang YouTuber profesional. YouTube sendiri sadar akan besarnya peluang karir yang bisa disediakan oleh layanannya. Maka dari itu, sejak tahun 2011 mereka sudah punya inisatif bernama YouTube NextUp.

NextUp pada dasarnya merupakan sebuah program dimana YouTube akan memilih deretan pembuat video potensial untuk digembleng menjadi lebih matang lagi. Sejak program ini berjalan pada tahun 2011, total sudah ada 250 ‘alumni’ dari 15 negara yang masing-masing kini sudah menjadi bintang di YouTube, macam ASAPScience atau Ingrid Nilsen.

Untuk NextUp tahun ini, YouTube bakal membuka kesempatan bagi lebih banyak pemilik channel, tepatnya 360 peserta yang beruntung. Tentu saja ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi jika mau terpilih. Utamanya adalah jumlah subscriber harus berada di kisaran 10.000 sampai 100.000.

Mereka yang terpilih akan menerima voucher senilai $2.500 untuk berbelanja peralatan produksi yang dibutuhkan. Tak hanya itu, mereka juga bakal diundang dalam event Creator Camp yang berlangsung selama satu minggu di YouTube Space yang tersebar di berbagai negara, seperti salah satunya yang sempat dikunjungi oleh tim DS di Tokyo, Jepang.

IMG_1639
Salah satu fasilitas studio di YouTube Space Tokyo

 

Di sana mereka akan menerima pelatihan dari berbagai ahli, termasuk halnya para alumni YouTube NextUp sebelumnya. Mereka akan dibimbing untuk menguasai teknik pencahayaan, mixing audio, sampai pelatihan untuk membangun brand dan strategi menggaet lebih banyak penonton.

Sayang sekali YouTuber tanah air yang tertarik belum bisa mengikuti program ini. NextUp hanya akan menerima pemilik channel yang berasal dari Amerika Serikat, Inggris Raya, Jepang, Brazil, Perancis, Jerman, Kanada dan India – karena baru di negara-negara itu saja markas YouTube Space berada.

Semoga ke depannya YouTube bisa melihat antusiasme YouTuber tanah air yang terus bertumbuh dan memutuskan untuk membangun YouTube Space di sini, supaya pada akhirnya program NextUp juga bisa mencetak lebih banyak lagi sosok-sosok kreatif di Indonesia.

Sumber: YouTube Creator Blog via TheNextWeb.