Tag Archives: vlogger

Layar Depan Berwarna Bakal Jadi Sajian Utama GoPro Hero9 Black?

Sejak tahun 2016, GoPro rutin meluncurkan action cam kelas flagship (Hero Black) baru di bulan September atau Oktober. Kalau tahun lalu mereka memperkenalkan Hero8 Black, tidak lama lagi semestinya bakal ada Hero9 Black – meski tidak menutup kemungkinan pandemi memaksa GoPro untuk menunda rencananya sampai tahun depan.

Terlepas dari itu, pembaruan seperti apa yang kira-kira bisa dihadirkan Hero9? Kalau rumor yang baru-baru ini beredar tidak meleset, Hero9 Black bakal hadir mengusung layar depan yang berwarna layaknya DJI Osmo Action. Bocoran gambarnya bahkan sudah disebar oleh WinFuture, situs asal Jerman yang sudah beberapa kali terbukti bisa dipercaya terkait bocoran gadgetgadget terbaru.

Kumpulan gambar render GoPro Hero9 Black dari beragam angle ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi perubahan fisik lain sedrastis layar depannya. Di Hero8 Black, kita tahu bahwa layar depannya berukuran kecil dan hanya bisa menyajikan informasi-informasi tertentu dalam tampilan monokrom.

Layar depan yang berwarna seperti ini tentu bakal sangat bermanfaat bagi para vlogger, sebab layarnya dapat berfungsi sepenuhnya sebagai jendela bidik alias viewfinder. Kalaupun tidak hobi vlogging, pengguna masih bisa memanfaatkannya untuk memudahkan pengambilan selfie.

GoPro Hero9 Black

Lalu mungkin yang jadi pertanyaan adalah, kenapa GoPro tidak menerapkan desain ini sejak tahun lalu, apalagi mengingat DJI Osmo Action memang dirilis 5 bulan lebih awal ketimbang Hero8 Black? Entahlah, tapi yang pasti tahun lalu GoPro lebih memilih menawarkan koleksi Mod yang opsional untuk Hero8 Black, termasuk salah satunya Display Mod untuk keperluan vlogging.

Bukan cuma kurang praktis, mengandalkan aksesori semacam ini berarti konsumen juga perlu mengeluarkan biaya ekstra. Hero9 Black dengan layar depan berwarnanya semestinya bisa mengatasi problem ini, meski memang ada kemungkinan juga harga jualnya jadi sedikit lebih mahal daripada Hero8 Black.

WinFuture juga menyinggung opsi perekaman dalam resolusi 5K sebagai pembaruan lain yang dibawa Hero9, tapi sejauh ini belum ada detail lebih lanjut soal itu. Satu hal yang saya pribadi berani jamin adalah, mekanisme mounting aksesorinya sama simpelnya seperti Hero8 Black – kamera memiliki pengaitnya sendiri di bagian bawah sehingga tidak perlu dipasangkan ke dalam case terlebih dulu – atau malah bisa lebih disempurnakan lagi.

Sumber: WinFuture via Engadget.

Aplikasi untuk Vlogger

5 Aplikasi Wajib untuk Vlogger Bermodal Cekak

Vlogger adalah sebutan untuk orang yang sering membuat video atau disebut juga dengan konten kreator. Umumnya, vlogger mengunggah videonya ke YouTube atau platform lain selama memberikan benefit baginya.

Untuk menjadi vlogger, susah-susah gampang. Merekam momen jadi video saja saat ini rasanya belum cukup. Anda juga harus mampu menyusun agar video tersebut terlihat lebih menarik, lebih rapi dan terkesan “niat”. Untuk itu, Anda tidak bisa hanya bermodalkan kamera atau smartphone saja. Anda juga butuh beberapa alat tempur dalam bentuk aplikasi.

Nah, berikut ini adalah daftar aplikasi yang wajib dipunyai oleh seorang vlogger yang bermodalkan smartphone.

Power Director

Jika Anda ingin mengedit video sehingga hasilnya lebih menarik, Power Director bisa menjadi pilihan Anda. Sebab, dengannya Anda bisa melakukan edit video dalam bentuk timeline sama seperti mengedit video di komputer. Selain itu, fitur-fiturnya lengkap dan melimpah. Seperti halnya efek video, filter, quick editing, editing tools, slow motion dan masih banyak lagi. Hasilnya pun akan bagus dan tidak kalah dengan vlog profesional.

Adobe Premiere Rush

Membicarakan tentang aplikasi edit video, tidak lengkap jika tidak menyebut Adobe Premiere Rush. Adobe Premiere memang sudah tidak diragukan lagi. Fiturnya sangat banyak dan lengkap. Cocok untuk Anda yang ingin belajar menjadi vlogger profesional. Aplikasi ini bisa Anda unduh di Smartphone.

Screen Recorder

https://youtu.be/NsifWhkx314

Jika Anda ingin membuat video tentang game, Screen Recorder adalah aplikasi wajib yang harus Anda punya. Anda bisa melakukan perekaman layar atau video saat Anda bermain game. Aplikasi ini mengutamakan penangkapan layar dengan kualitas tinggi tanpa rooting. Selain itu terdapat juga musik, efek, dan filter untuk mengedit video Anda. Aplikasi ini juga menyembunyikan bingkai atau jendela rekam saat proses tangkapan layar sehingga video yang dihasilkan tidak ada watermark. Resolusi video yang disediakan mulai dari 144p sampai mode HD.

Thumbnail Maker

Apalah arti video yang bagus tanpa thumbnail yang menarik? Thumbnail adalah tampilan awal sebelum orang mengklik video Anda. Semakin menarik tampilan thumbnail maka semakin banyak orang akan penasaran dengan vlog Anda. Untuk membuat thumbnail terdapat aplikasi yaitu Thumbnail Maker. Berbagai desain menarik bisa Anda modifikasikan sendiri sesuai kreativitas. Penggunaannya juga mudah dan banyak pilihan font.

Video Converter

Setelah selesai mengedit vlog, ukuran video yang dihasilkan kadang terlalu besar sehingga memerlukan durasi lama untuk menguploadnya. Oleh karena itu Anda membutuhkan aplikasi Video Converter untuk mengkonversi berbagai format video ke format MP4. Untuk converter, Anda juga bisa menggunakan versi Windows, daftarnya di sini.

Gambar header Freepik.

Rode Umumkan Wireless GO, Mikrofon Nirkabel Mungil Seharga US$199

Bagi Anda yang bergelut di dunia videografi, videografer maupun seorang content creator seperti vlogger atau YouTuber – tentunya sangat memahami pentingnya kualitas audio pada sebuah video. Sebab itu, selain kamera kita juga membutuhkan mikrofon eksternal untuk memaksimalkan konten yang kita ciptakan.

Rode adalah salah satu merek mikrofon eksternal yang cukup populer di kalangan content creator. Karena harganya relatif tidak terlampau mahal dan ada banyak pilihan. Yang terbaru, Rode baru saja mengumumkan mikrofon wireless yang diklaim oleh Rode punya ukuran terkecil di dunia; Wireless GO.

Wireless-GO-2-740x422

Untuk transmitter-nya (TX), dimensinya hanya 44×45.3×18.5 mm dengan berat 31 gram. Selain memiliki jack input mic 3.5mm, mikrofon ini juga sudah built-in omnidirectional condenser. Jadi bisa langsung berfungsi meski tanpa menggunakan clip-on.

Untuk receiver-nya (RX), dimensinya 44×46.4×18.5 mm dengan bobot yang sama, 31 gram. Terdapat layar mini yang menampilkan sejumlah informasi seperti status baterai baik RX dan TX, level audio, kekuatan sinyal, dan pengaturan pad audio.

Uniknya adalah belt clip atau penjepitnya bisa ditancapkan langsung ke hot shoe kamera. Tapi bila ingin memasang aksesori lain seperti flash ke hot shoe, maka cukup jepitkan saja receiver-nya ke strap kamera.

Dalam paket penjualannya, terdapat kabel output TRS 3.5mm untuk menghubungkan receiver ke kamera mirrorless atau audio recorder. Bila kita punya kabel SC7 TRRS, harusnya kita juga bisa menggunakannya ke smartphone.

Selain dimensinya yang ringkas, yang ditawarkan Rode Wireless GO adalah kemudahan penggunaannya, antarmukanya intuitif, dan tidak butuh waktu lama untuk proses pengaturannya.

Serious-Wireless

Rode Wireless GO menggunakan digital wireless transmission 2.4GHz seri III dengan jangkauan 70 meter, harusnya bisa digunakan di mana pun tanpa masalah. Baterainya sendiri mampu bertahan tujuh jam sekali full charge dan di-charge melalui port USB Type-C.

Harga Rode Wireless GO ini dibanderol US$199 atau sekitar Rp2,8 jutaan. Direntang harga tersebut, kita juga bisa mendapatkan Rode Microphone Videomic Pro Rycote yang sudah terbukti kualitasnya.

Sumber: Newsshooter

SwitchPod Adalah Kombo Monopod + Tripod yang Wajib Dimiliki Para Vlogger

Awalnya hanya bermodalkan smartphone, seiring waktu para vlogger biasanya akan meng-upgrade ‘perlengkapan perang’ yang dimilikinya. Kamera adalah yang biasanya diganti pertama kali, namun terlepas dari apa kamera yang digunakan, aksesori pendukung macam monopod dan tripod tidak kalah krusial dalam keseharian seorang vlogger.

Monopod untuk dipegang dan dibawa-bawa, sedangkan tripod untuk diletakkan di atas meja atau permukaan rata lainnya. Porsi penggunaan keduanya tidak tentu, sehingga biasanya seorang vlogger punya keduanya. Namun sekarang ada alternatif menarik yang bisa merangkap keduanya.

Namanya SwitchPod, dan ia merupakan kombo monopod + tripod dengan penampilan sekaligus mekanisme penggunaan yang simpel. Berpindah dari mode handheld ke mode tripod bisa dilakukan dalam hitungan detik, demikian pula sebaliknya. Ini jelas berbeda dari perangkat siluman lainnya, macam Joby Gorillapod misalnya, yang memerlukan waktu untuk diatur sedemikian rupa terlepas dari fleksibilitasnya.

SwitchPod

Jangan tertipu oleh ketiga kakinya yang tipis. Bahan aluminium merupakan jaminan atas ketangguhannya, dan pengembangnya mengklaim SwitchPod sanggup menopang beban hingga seberat 45 kg. Mount tripod yang digunakan sendiri standar, dan kompatibel dengan kamera apapun, mulai dari DSLR sampai kamera pocket dan smartphone.

Kata-kata saya mungkin kurang bisa menggambarkan potensi asli dari SwitchPod. Maka dari itu, silakan tonton video perkenalan dari pengembangnya di bawah ini. Perangkat ini sekarang sedang dipasarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter seharga $79 ($20 lebih murah dari estimasi harga ritelnya).

Sumber: DPReview.

Sasar Kreator Konten, Skype Uji Fitur Perekaman Percakapan

Skype tidak hanya populer di kalangan konsumen umum maupun pekerja saja. Kreator konten juga banyak yang memakainya untuk berkolaborasi, atau sekadar melakukan wawancara jarak jauh dengan beberapa narasumber sekaligus. Yang kerap menjadi masalah, merekam percakapan untuk kemudian disiarkan bukanlah pekerjaan mudah.

Itulah yang mendorong Microsoft untuk mengembangkan fitur khusus pada aplikasi Skype versi desktop-nya. Dinamai Skype for Content Creators, fitur ini memungkinkan para podcaster, vlogger dan lain sebagainya untuk merekam dan menyiarkan percakapan yang berlangsung di Skype tanpa bantuan perlengkapan yang mahal.

Yang diperlukan hanyalah software seperti Wirecast, Xsplit, Vmix, atau yang lain yang mendukung teknologi NDI besutan NewTek. Fitur baru ini memungkinkan Skype untuk meneruskan percakapan video ke salah satu software tersebut, sehingga kemudian bisa disiarkan secara langsung, dengan kualitas audio dan video yang tetap bagus.

Tampilan siarannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan selera, contohnya seperti gambar di atas. Andai live streaming tidak diperlukan, percakapan yang direkam bisa langsung dipindah ke software seperti Adobe Premiere Pro atau Adobe Audition untuk diedit lebih lanjut.

Tersedia pada aplikasi Skype untuk Windows 10 dan Mac, fitur ini sekarang masih berstatus preview dan sedang diuji bersama pengguna dalam jumlah terbatas. Perilisan publiknya dijadwalkan berlangsung pada musim panas mendatang.

Sumber: Skype.

Mirrorless untuk Kebutuhan Vlogging dan Travelling-mu

Tahun 2015 bisa dikatakan sebagai titik sentral pertumbuhan tren vlogging. Di tahun itu, 42% dari pengguna internet mengaku terpapar oleh konten-konten video yang merupakan transformasi dari blog tersebut. Tarik maju ke hari ini, tren ini disinyalir meningkat lebih gila lagi. Kanal yang dapat secara bebas dimanfaatkan (umumnya YouTube) adalah satu alasannya. Faktor pendukung lainnya ialah maraknya kamera ringkas di pasar.

Konten secara esensial memang penting untuk memancing viewers mampir menonton vlog. Tapi, dalam hal teknis, kamera juga punya nilai yang tak kalah tinggi bagi kualitas vlog. Artikel ini akan mengulas “standar” kamera yang dapat digunakan untuk vlogging; atau untuk merekam momen di kegiatan mobile-mu, seperti travelling. Kamera yang kita ulas sebagai perbandingan antara “teori teknis” dengan penggunaannya di lapangan ialah Panasonic Lumix DC-GF9K.

Desain dan bodi

Vlogging berbicara soal momentum; bagaimana kita menyoroti suatu hal dengan angle tertentu adalah seninya. Jika kamu sedang travelling, membuat vlog akan setingkat lebih “sulit” lagi, oleh sebab setiap detik yang menjadi begitu penting untuk direkam. Karenanya, penting bagimu untuk menenteng kamera mirrorless yang ringan dan ringkas.

WhatsApp_Image_2017-10-18_at_23745_PM

Panasonic Lumix DC-GF9K saya rasa punya poin ini. Bobotnya yang hanya sebesar 269 gram dan berukuran 64.4 mm x 33.3 mm x 106.5 mm ini sangat membantu dalam penyimpanan. Meski kemudian ukuran demikian bagi saya terkesan “ringkih” saat digenggam, namun perlu diakui bahwa DC-GF9K tercipta memang untuk traveler.

WhatsApp_Image_2017-10-18_at_23755_PM

rsz_whatsapp_image_2017-10-25_at_64653_pm

Bagi vlogger, desain bodi harusnya jadi hal penting yang harus diamati saat memilih kamera, agar tetap keren saat mengambil shot di mana pun—karena orang-orang sekitar yang menoleh ke arahnya. Lumix DC-GF9K yang saya coba berwarna orange dengan motif kulit jeruk. Saya melihat ada kesan leather yang ingin ditunjukkan; namun sayang, hal terlihat kurang optimal. Di sisi lain, tampilan analog dan klasik tetap terpancar dan menjadi daya tarik dari mirrorless yang tersedia dalam empat warna ini.

Tampilan antar muka

Sempat saya bahas di awal bahwa vlogging menjadi tren. Fenomena ini seketika melahirkan banyak video content creator yang bertebaran di mana-mana—tak jarang vlogger juga kini sudah menjadi cita-cita anak kecil dan menjadi profesi pilihan. Tidak semua dari mereka lama bergelut di dunia videografi; banyak juga yang baru mengikuti tren ini sambil belajar mengambil gambar.

Tampilan antar muka dari menu yang ada di Lumix DC-GF9K ini sebenarnya mudah, karena Panasonic menyajikan sistem pengaturan dengan touch screen dan pengaturan shutter button yang otomatis pindah ke button bagian kiri saat sedang selfie mode.

Tapi—sepertinya disebabkan oleh penggunaan pertama kali—bagi saya tampilan antar muka ini terasa kurang user-friendly. Penempatan konten menu dan fitur-fiturnya agak sedikit sulit dipahami dengan cepat, apalagi bagi vlogger pemula atau pengguna Lumix pertama kali. Rasanya, akan menjadi kesalahan besar bila kita lupa menaruh manual book yang tersedia di dalam box. Beruntung poin ini tidak terlalu menutupi fitur-fitur mumpuni yang ada di Lumix DC-GF9K, seperti 4K photo dan post focus mode.

Performa dan kualitas gambar

Bagian terakhir inilah yang menjadi unsur penting dalam vlogging. Bagaimana seorang vlogger menangkap momen bertumpu pada performa dan kualitas gambar dari kamera mirrorless. Jika kamu merasa kualitas 4K adalah titik pengalaman tinggi, Lumix DC-GF9K memang disiapkan untukmu.

Fitur 4K yang digelorakan oleh Panasonic membawa kesan baik bagi saya saat mengambil gambar Lumix DC-GF9K. Fitur ini didukung post focus mode dan focus stacking, yang dipoles oleh micro 4/3 sensor, sehingga membuat fleksibilitas dari pemilihan focus lebih nyaman dengan hasil maksimal.

Screenshot_2017-10-25_at_113650

Screenshot_2017-10-25_at_113415

P1060068JPG

Jika kembali ke urusan vlogging, kamera ini belum begitu memanjakan dalam hal merekam suara. Panasonic Lumix DC-GF9K tidak dipersenjatai output audio video, yang sejatinya dapat memberi daya dobrak yang lebih kuat perihal merekam suara. Namun, Panasonic menebusnya dengan mikrofon stereo yang dibekali wind noise canceller.

Vlogger juga perlu kecepatan. Tidak hanya dalam mengambil shot, tapi juga dalam menyimpan dan memindahkan data. Performa dalam hal kirim-mengirim dan simpan-menyimpan data ini terasa lebih mudah dengan kehadiran fitur pemindahan data dengan berbasis Wi-Fi melalui Panasonic Image App. Fitur ini memungkinkan penggunanya untuk “melempar” data tanpa harus terkoneksi dengan kabel.

Konklusi

Bicara vlogging, bicara tentang kecepatan dan portabilitas—kualitas konten adalah syarat mutlak, sehingga tak perlu disebutkan. Panasonic Lumix DC-GF9K yang terlahir dengan tubuh mungil dan enteng serta memiliki resolusi 4K sepertinya sudah menjawab dua kebutuhan tadi. Kendati secara penggunaan akan memakan waktu untuk mempelajarinya, tapi untuk para vlogger dan traveler—apalagi jika kamu keduanya—kamera mirrorless 16,84 megapiksel ini dapat menjadi pilihan untuk merekam momen harianmu.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Panasonic.

YouTube Permudah Vlogger Memblokir Komentar Spam

Komentar spam sudah sejak lama menjadi masalah banyak layanan, termasuk di situs berbagi video, YouTube. Google selaku pemilik layanan juga sudah melakukan berbagai macam cara untuk mengeliminasi komentar “sampah” dari orang-orang yang memanfaatkan situasi. Google mencoba mendorong upaya pemberatasan spam lebih ketat dari sebelumnya dengan menghadirkan cara penyaringan baru.

Metode baru ini dirancang bagi para pembuat video untuk membantu mereka menyaring komentar yang berpotensi spam. Ditandai dengan bubuhan tautan dan hashtags. Kehadiran tool baru ini secara langsung diumumkan oleh YouTube melalui forum Google Product dan dipublikasikan juga ke akun Twitter.

Dijelaskan, bahwa fitur baru ini memungkinkan pembuat video (creator) untuk mengatur komentar apa saja yang tampil di videonya. Mereka dapat mengatur agar komentar yang memuat tautan situs tertentu atau hashtags untuk masuk ke Held for Review, semacam wadah yang menampung komentar-komentar yang harus disetujui terlebih dahulu. Jika dirasa aman, maka pengguna dapat menyetujui komentar untuk tampil di videonya.

block links

Penggunaan fitur ini terbilang mudah. Pembuat video cukup membuka Creator Studio – Comunity – Community Settings – Links kemudian beri tanda centang pada bagian kontak. Setelah pengaturan ini diaktifkan, komentar-komentar yang memuat dua elemen di atas tadi, akan dicekal oleh sistem.

Sumber berita Google Products.

5 Kamera Pilihan untuk Keperluan Vlogging

Sama seperti blogger, semua orang pada dasarnya bisa menjadi vlogger. Mengapa? Karena medium distribusinya adalah internet – biasanya YouTube – dan topik yang dijadikan fokus pun bisa bermacam-macam, bisa seputar teknologi, gadget seperti MKBHD atau SobatHape untuk yang lokal, kuliner, tips perawatan wajah sampai gaming macam PewDiePie.

Kalau senjata utama para blogger adalah laptop, vlogger tentu saja membutuhkan kamera untuk merekam video. Kamera apapun? Ya selama bisa merekam video, kamera itu bisa dipakai untuk vlogging. Pun begitu, untuk bisa menarik minat penonton, tentunya kita perlu menyediakan konten yang berkualitas. Untuk itu, kamera yang dipilih harus bisa menghasilkan video dengan mutu yang terjamin.

Apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kamera untuk vlogging? Utamanya adalah kualitas video dalam resolusi full-HD (1080p) atau lebih, tapi fitur ekstra seperti layar yang bisa diputar menghadap ke depan atau colokan mikrofon juga tidak kalah penting di mata seorang vlogger.

Dalam artikel ini, DS/lifestyle sudah menyiapkan 5 kamera pilihan yang bisa dijadikan senjata andalan saat vlogging. Kelimanya dipilih menyesuaikan budget dan berdasarkan keunggulannya masing-masing. Berikut daftar lengkapnya.

1. Canon PowerShot G7 X

Canon PowerShot G7 X

G7 X bukan sembarang kamera compact. Ia dibekali sensor 1 inci beresolusi 20,2 megapixel, dan yang terpenting, sanggup merekam video dalam resolusi 1080p 60 fps. Namun yang lebih krusial lagi, pengaturan exposure bisa dilakukan secara manual selagi video sedang direkam, mulai dari kecepatan shutter, aperture sampai tingkat sensitivitas ISO.

Anda bahkan juga bisa menetapkan titik fokus dengan menyentuh LCD-nya. LCD-nya sendiri bisa dimiringkan hingga menghadap ke depan sehingga Anda bisa melihat langsung apa yang sedang direkam oleh kamera. G7 X turut dibekali sistem image stabilization dan lensa jagoan, 24 – 100 mm f/1.8-2.8.

Harganya tidak terlalu mahal, sekitar Rp 6,5 juta. Namun kalau Anda mau bersabar, Anda bisa menanti kehadiran G7 X Mark II yang punya bodi lebih ergonomis dan performa lebih kencang.

2. GoPro Hero4 Silver

GoPro Hero4 Silver

Tidak cuma untuk mengabadikan aksi-aksi ekstrem, GoPro Hero4 Silver juga ideal bagi para vlogger. Kualitas hasil rekamannya tak perlu diragukan lagi. Ia bahkan siap merekam dalam resolusi 2,7K 30 fps dan dalam sudut pandang 170 derajat yang amat luas.

Keunggulan lain Hero4 Silver adalah kehadiran LCD di belakang untuk melakukan pengaturan dengan mudah, tidak ketinggalan pula dukungan aksesori mount yang begitu melimpah. Semisal Anda ingin vlogging sembari bersepeda, lakukan saja selagi Hero4 Silver menggantung di atas setang.

Harganya sepadan dengan fitur dan kualitas yang diberikan di kisaran Rp 5,5 juta.

3. Sony RX100 III

Sony RX100 III

Saya tahu, ini memang bukan model yang terbaru. Namun perbedaannya terbesarnya dengan RX100 IV hanyalah pada resolusi dan mode slow-motion, sedangkan harganya terpaut jauh. Kalau yang Anda cari sekedar video 1080p dalam sebuah paket yang begitu ringkas, RX100 III adalah pilihan yang tepat.

Fitur lain yang membuat kamera ini ideal bagi para vlogger adalah LCD yang bisa diputar menghadap ke depan, sama seperti milik G7 X tadi. Pengoperasian secara manual pun juga mungkin dilakukan. Minus terbesar dari kamera ini hanyalah, layarnya bukan layar sentuh.

Selebihnya, dengan modal Rp 11 juta Anda akan mendapat kamera jago foto sekaligus video yang bisa disimpan dengan mudah di dalam saku celana. Travelling sambil vlogging, silakan.

4. Panasonic Lumix G7

Panasonic Lumix G7

Bagi vlogger yang sudah cukup berpengalaman dan ingin meningkatkan kualitas produksinya, Lumix G7 adalah salah satu alternatif terbaik. Tak hanya mampu merekam video dalam resolusi 4K 30 fps, tapi ia juga akan menyimpannya langsung di memory card tanpa memerlukan bantuan perangkat eksternal.

Kualitas hasil rekamannya juga dapat lebih dimaksimalkan lagi dengan memasangkan lensa yang lebih oke, mengingat ia merupakan kamera mirrorless. LCD-nya yang berada di belakang bisa diputar ke depan, dan pengguna juga bebas menentukan titik fokus dengan menyentuh layar.

Selain itu, Lumix G7 turut mengemas colokan mikrofon. Seperti yang kita tahu, video itu bukan soal gambar bergerak saja, tetapi juga suara. Dengan G7, pengguna bisa menyambungkan mikrofon eksternal guna meningkatkan kualitas suara yang ditangkap selagi perekaman berlangsung.

Terkait harganya, ia dibanderol Rp 10,8 juta bersama lensa 14 – 42 mm f/3.5-5.6.

5. Sony A7S II

Sony A7S II

Kamera yang terakhir ini benar-benar ditujukan buat videografer maupun vlogger yang sudah masuk dalam taraf profesional. Kelebihan utamanya? Sensor full-frame dengan sensitivitas terhadap cahaya yang begitu tinggi. Saking tingginya, bahkan ia bisa melihat apa yang kita tidak bisa lihat di dalam kegelapan.

Kelebihan lain adalah sistem image stabilization 5-axis yang akan memastikan hasil rekaman benar-benar mulus meski pengguna tidak memakai tripod. Lebih lanjut, A7S II turut dibekali colokan mikrofon dan headphone sekaligus. Jadi selain dapat disambungkan dengan mikrofon eksternal, ia juga bisa ditancapi headphone – berguna untuk memonitor kualitas audio selama perekaman.

Tak ada gading yang tak retak. Kamera seharga Rp 45 juta (body only) ini punya satu kekurangan yang cukup krusial bagi para vlogger: layarnya tidak bisa dimiringkan sampai menghadap ke depan dan bukan merupakan layar sentuh. Kendati demikian, kalau mementingkan kualitas video di atas segalanya, sulit mencari lawan yang lebih unggul darinya.

Itu tadi daftar singkat yang DS/lifestyle susun, Anda punya usulan atau rekomendasi kamera lain yang pas untuk vlogging? Jangan lupa untuk menuliskannya di kolom komentar.

Gambar header: Marques Brownlee via YouTube.

Program YouTube NextUp Bermisi Cetak 360 Selebriti Internet Baru

Melihat kesuksesan tokoh internet kondang PewDiePie membuat sebagian besar dari kita mengimpikan profesi sebagai seorang YouTuber profesional. YouTube sendiri sadar akan besarnya peluang karir yang bisa disediakan oleh layanannya. Maka dari itu, sejak tahun 2011 mereka sudah punya inisatif bernama YouTube NextUp.

NextUp pada dasarnya merupakan sebuah program dimana YouTube akan memilih deretan pembuat video potensial untuk digembleng menjadi lebih matang lagi. Sejak program ini berjalan pada tahun 2011, total sudah ada 250 ‘alumni’ dari 15 negara yang masing-masing kini sudah menjadi bintang di YouTube, macam ASAPScience atau Ingrid Nilsen.

Untuk NextUp tahun ini, YouTube bakal membuka kesempatan bagi lebih banyak pemilik channel, tepatnya 360 peserta yang beruntung. Tentu saja ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi jika mau terpilih. Utamanya adalah jumlah subscriber harus berada di kisaran 10.000 sampai 100.000.

Mereka yang terpilih akan menerima voucher senilai $2.500 untuk berbelanja peralatan produksi yang dibutuhkan. Tak hanya itu, mereka juga bakal diundang dalam event Creator Camp yang berlangsung selama satu minggu di YouTube Space yang tersebar di berbagai negara, seperti salah satunya yang sempat dikunjungi oleh tim DS di Tokyo, Jepang.

IMG_1639
Salah satu fasilitas studio di YouTube Space Tokyo

 

Di sana mereka akan menerima pelatihan dari berbagai ahli, termasuk halnya para alumni YouTube NextUp sebelumnya. Mereka akan dibimbing untuk menguasai teknik pencahayaan, mixing audio, sampai pelatihan untuk membangun brand dan strategi menggaet lebih banyak penonton.

Sayang sekali YouTuber tanah air yang tertarik belum bisa mengikuti program ini. NextUp hanya akan menerima pemilik channel yang berasal dari Amerika Serikat, Inggris Raya, Jepang, Brazil, Perancis, Jerman, Kanada dan India – karena baru di negara-negara itu saja markas YouTube Space berada.

Semoga ke depannya YouTube bisa melihat antusiasme YouTuber tanah air yang terus bertumbuh dan memutuskan untuk membangun YouTube Space di sini, supaya pada akhirnya program NextUp juga bisa mencetak lebih banyak lagi sosok-sosok kreatif di Indonesia.

Sumber: YouTube Creator Blog via TheNextWeb.