Tag Archives: vr headset

Sony Resmi Umumkan PlayStation VR2, Headset Virtual Reality Generasi Baru untuk PS5

Lama tidak terdengar kabarnya, PlayStation VR kembali menjadi topik pembicaraan setelah Sony memberikan pengumuman mengenainya di CES 2022. Belum, wujud headset PS VR generasi baru yang ditujukan untuk mendampingi PS5 itu masih belum disingkap, tapi setidaknya ia sudah punya nama resmi: PlayStation VR2.

Kedengarannya tidak kreatif sama sekali? Biarlah, sebab yang lebih penting adalah bagaimana PS VR2 bisa menyajikan pengalaman virtual reality yang lebih baik dari pendahulunya, dan cara termudah untuk mewujudkannya adalah dengan menyuguhkan visual yang lebih memanjakan mata.

Sony bilang bahwa PS VR2 bakal dilengkapi panel display OLED dengan resolusi 2000 x 2040 per mata, bidang pandang seluas 110°, refresh rate 90/120 Hz, beserta dukungan HDR. Apakah itu tidak terlalu berat untuk hardware PS5? Tidak, sebab Sony turut membekali PS VR2 dengan teknologi foveated rendering, yang berarti perangkat mampu me-render grafik secara dinamis berdasarkan arah pandangan penggunanya.

Foto produknya belum ada sama sekali, jadi cukup logo branding-nya dulu kali ini / Sony

Namun upgrade visual baru sebagian dari cerita utuhnya, sebab PS VR2 juga dilengkapi sejumlah penyempurnaan lain yang ditujukan untuk menambah sensasi immersive. Terkait aspek tracking misalnya, headset PS VR2 menawarkan inside-out tracking dengan empat buah kamera terintegrasi dan sistem pendeteksi gerakan 6-poros. Itu berarti pergerakan pengguna dapat langsung dipantau tanpa bantuan sensor/kamera eksternal.

Dari segi audio, PS VR2 bakal mengawinkan teknologi Tempest 3D AudioTech milik PS5 dengan teknologi headset feedback. Sony percaya ini dapat mengamplifikasi sensasi yang dirasakan pengguna selama bermain. Pasalnya, selain mendengar suara dari semua sisi, pengguna juga bakal merasakan getarannya, kurang lebih mirip seperti fitur unggulan yang ditawarkan headset Razer Kaira Pro.

PS VR2 juga bakal hadir membawa teknologi eye tracking. Menggunakan kamera infra-merah, perangkat mampu mendeteksi pergerakan mata pengguna secara real-time, dan ini rupanya bisa diterjemahkan menjadi input ekstra. Alhasil, interaksi di dalam game bisa terkesan lebih intuitif.

Controller PlayStation VR2 Sense / Sony

Bicara soal input, PS VR2 akan didampingi oleh controller PS VR2 Sense. Detail sekaligus wujud dari controller baru ini sebenarnya sudah diungkap sejak Maret tahun lalu. Singkat cerita, PS VR2 Sense bakal mewarisi fitur-fitur andalan controller DualSense, spesifiknya adaptive trigger dan haptic feedback.

PS VR2 Sense menyambung via Bluetooth 5.1, sementara headset PS VR2 itu sendiri hanya memerlukan satu kabel USB-C saja untuk bisa berkomunikasi langsung dengan PS5. Jauh lebih praktis daripada generasi pertamanya yang membutuhkan unit perantara, belum lagi kamera tracking eksternal.

Berhubung gambar produknya belum ada (kecuali controller-nya), Sony pun juga belum bicara apa-apa soal harga maupun jadwal rilisnya. Tebakan saya, akhir tahun ini, bertepatan dengan musim liburan, tapi tentu saja ini masih murni berupa spekulasi.

Dalam kesempatan yang sama, Sony juga sempat menyinggung mengenai seperti apa konten yang bakal PS VR2 sajikan. Salah satu judul unggulan yang sudah dipersiapkan adalah Horizon Call of the Mountain, sebuah game baru yang secara spesifik dikembangkan untuk PS VR2, dengan lore dan dunia yang sama seperti franchise Horizon.

Detail tentang game ini memang belum banyak (video teaser-nya cuma berlangsung beberapa detik saja mulai 1:16) tapi yang pasti pemain bakal menjalankan protagonis baru, dan dalam perjalanannya mereka juga akan berjumpa dengan Aloy, lakon utama Horizon Zero Dawn sekaligus sekuelnya, Horizon Forbidden West, yang akan hadir pada 18 Februari 2022 mendatang.

Horizon Call of the Mountain merupakan hasil kolaborasi Guerilla Games dengan Firesprite. Firesprite sendiri sudah cukup berpengalaman mengembangkan game VR, dan studio asal Inggris tersebut telah resmi bergabung dengan keluarga PlayStation Studios sejak September 2021 kemarin.

Sumber: PlayStation Blog.

Pimax Luncurkan VR Headset Baru dengan Resolusi Display 12K dan Full Body Tracking

Sejak tahun 2016, Pimax terus membuat gebrakan di industri virtual reality (VR) headset, utamanya terkait resolusi display. Yang terbaru, Pimax menyingkap headset bernama Reality 12K QLED, dan sesuai namanya, ia mengunggulkan display berteknologi QLED dengan resolusi total sebesar 12K.

Secara teknis, headset ini mengemas sepasang panel Mini LED berukuran 5,5 inci dengan kepadatan piksel sebesar 1.200 ppi. Tidak cukup sampai di situ saja, display-nya juga menawarkan refresh rate maksimum 200 Hz serta field of view yang sangat luas — 200° horizontal dan 135° vertikal.

Yang mungkin langsung memicu pertanyaan adalah, adakah PC yang sanggup menangani resolusi setinggi itu mengingat 8K saja masih jauh dari kata mainstream? Well, itulah gunanya teknologi foveated rendering. Berbekal eye tracker besutan Tobii, perangkat bisa mendeteksi ke arah mana mata pengguna melihat secara real-time, dan informasi tersebut akan digunakan oleh sistem untuk menentukan bagian mana yang perlu di-render dalam resolusi penuh dan mana yang tidak.

Namun mata bukan satu-satunya bagian tubuh yang bisa dibaca pergerakannya oleh headset ini. Empat buah kamera di bagian depannya mewujudkan tracking 6DoF, dan perangkat pun dirancang agar dapat memonitor pergerakan controller sekaligus tangan pengguna secara langsung.

Di dalam, masih ada dua kamera lagi untuk facial tracking. Pimax bahkan turut menyematkan tiga kamera ekstra yang dihadapkan ke bawah, yang bertugas untuk memonitor pergerakan bibir sekaligus tubuh dan kaki.

Menariknya, Pimax Reality 12K QLED tidak selamanya harus terhubung ke PC, sebab ia sebenarnya juga merupakan headset bertipe standalone yang mampu beroperasi secara mandiri layaknya Oculus Quest 2 maupun HTC Vive Flow. Chipset yang tertanam bahkan sama seperti milik Quest 2, yakni Qualcomm Snapdragon XR2.

Tanpa perlu terkejut, performanya bakal menurun dalam mode standalone. Display-nya pun juga dibatasi di resolusi 8K atau 5K saja dalam mode ini, demikian pula refresh rate-nya di 120 Hz dan field of view di 150°. Suplai dayanya sendiri datang dari baterai 6.000 mAh yang terpasang di sisi belakang.

Di atas kertas, Pimax Reality 12K QLED terdengar amat menjanjikan, sehingga tidak heran kalau harganya tergolong mahal: $2.399. Yang menarik, bagi konsumen yang sudah memiliki headset Pimax lain, mereka bisa mendapat potongan harga sebesar harga asli headset yang dibelinya itu. Pemasarannya sendiri dijadwalkan berlangsung mulai kuartal ke-4 tahun depan.

Sumber: VR Focus.

Ringkas dan Ringan, VR Headset HTC Vive Flow Utamakan Kenyamanan Ketimbang Performa

Bocorannya sempat bertebaran belum lama ini, VR headset terbaru HTC akhirnya diperkenalkan secara resmi. Perangkat bernama Vive Flow ini sangatlah berbeda dari headset-headset yang pernah HTC rilis selama ini, baik dari segi bentuk maupun skenario penggunaan.

Mari kita bahas desainnya terlebih dulu, sebab ini merupakan salah satu nilai jual utamanya. Seperti yang bisa kita lihat, wujudnya jauh lebih menyerupai kacamata ketimbang VR headset pada umumnya. Bentuknya langsung mengingatkan saya pada konsep headset bernama Project Proton yang HTC ungkap tahun lalu. Namun ketimbang memadukan VR dan AR sekaligus, Vive Flow murni menawarkan VR saja.

Realitas virtual itu disajikan melalui sepasang display LCD dengan resolusi 1600 x 1600 per mata dan refresh rate 75 Hz. Field of view-nya tergolong cukup luas di 100°, dan pengaturan fokus untuk tiap mata dapat dilakukan via kenop yang mengitari kedua lensanya di sisi dalam.

Tersamarkan oleh kaca berwarnanya adalah sepasang kamera yang bertugas untuk menangani kapabilitas inside-out motion tracking. HTC bilang nantinya bakal ada dukungan hand tracking, tapi sejauh ini belum ada kepastian kapan fitur tersebut bakal tersedia.

Sebagai gantinya, pengguna butuh sebuah smartphone Android untuk mengoperasikan Vive Flow, sebab ia tidak kompatibel dengan controller milik lini Vive Pro maupun Vive Cosmos. Andai diperlukan, Vive Flow tentu juga dapat meneruskan konten dari smartphone secara wireless.

Mirroring konten ini opsional karena Vive Flow merupakan VR headset tipe standalone yang dapat beroperasi secara mandiri. Performanya ditunjang oleh chipset Qualcomm Snapdragon XR1 — versi lebih lawas dari Snapdragon XR2 yang digunakan oleh Oculus Quest 2 — plus RAM 4 GB dan penyimpanan internal sebesar 64 GB.

Ia juga dibekali modul baterainya sendiri, tapi HTC bilang daya tahannya cuma beberapa menit saja. Idealnya, kalau menurut HTC sendiri, pengguna perlu menyambungkan Vive Flow ke sebuah aksesori battery pack yang dijual terpisah, atau ke power bank apapun yang memiliki kapasitas 10.000 mAh, agar perangkat bisa beroperasi selama beberapa jam.

Kompromi soal baterai ini perlu dilakukan demi menekan bobot perangkat sebanyak mungkin. Benar saja, berat Vive Flow diklaim tidak lebih dari 189 gram (bahkan lebih enteng daripada kebanyakan headset gaming). Bandingkan dengan Oculus Quest 2, yang bobotnya sudah menembus angka 1/2 kilogram.

Kenyamanan pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci buat Vive Flow. Saat sedang tidak digunakan, kedua tangkainya bahkan bisa dilipat layaknya kacamata, sehingga ia dapat disimpan ke dalam carrying case berbentuk tabung.

Dari sini bisa kita simpulkan juga bahwa performa bukanlah aspek yang ingin diprioritaskan HTC di sini. Vive Flow tidak dirancang untuk menjalankan game-game VR dengan grafis yang memukau, melainkan untuk streaming video maupun bercengkerama di platform social VR, dan sesekali bermain game-game VR yang sederhana.

Bentuknya yang menyerupai kacamata dan tanpa dibekali strap kepala juga mengindikasikan kalau ia tidak dirancang untuk digunakan selagi penggunanya aktif bergerak. Vive Flow akan lebih nyaman digunakan selagi duduk diam. HTC bahkan mengilustrasikan meditasi sebagai salah satu skenario penggunaan Vive Flow.

HTC Vive Flow bukanlah perangkat yang bisa dibilang murah. Di Amerika Serikat, HTC mematok harga $499, jauh lebih mahal daripada Oculus Quest 2. Murah atau mahal itu memang relatif, dan bisa jadi HTC menilai harganya cukup rasional buat target konsumen mereka, yakni generasi Baby Boomer.

Sumber: Ars Technica dan The Verge.

Fokus ke Segmen Enthusiast dan Enterprise, HTC Luncurkan Vive Pro 2 dan Vive Focus 3

Oculus dan HTC memulai kiprahnya di ranah virtual reality pada saat yang hampir bersamaan, akan tetapi masing-masing kini bermain di segmen yang berbeda. Oculus kini berfokus di segmen consumer secara luas dengan Quest 2 sebagai satu-satunya VR headset yang mereka tawarkan, sedangkan HTC lebih condong ke segmen enthusiast dan enterprise.

Keduanya sepertinya sudah cukup nyaman dengan segmentasi seperti itu. HTC belum lama ini memperkenalkan dua VR headset baru, yakni Vive Pro 2 dan Vive Focus 3, dan keduanya tidak ada yang dimaksudkan untuk menjadi pesaing Oculus Quest 2. Vive Pro 2, seperti pendahulunya, ditujukan untuk kalangan enthusiast yang memiliki PC berspesifikasi tinggi, sedangkan Vive Focus 3 adalah penerus Vive Focus Plus yang ditujukan buat kalangan enterprise.

Secara fisik, desain Vive Pro 2 tampak cukup identik seperti pendahulunya. HTC merasa tidak banyak yang perlu diubah, sebab headset tersebut sudah terbukti nyaman digunakan. Yang dirombak adalah jeroannya, spesifiknya panel display-nya, yang kini menawarkan resolusi 5K (2448 x 2448 pixel per mata), refresh rate maksimum 120 Hz, dan field of view seluas 120°.

Lain ceritanya dengan Vive Focus 3. Desainnya sudah banyak diubah demi meningkatkan kenyamanannya secara signifikan. Rangkanya kini terbuat dari bahan magnesium, menjadikannya sekitar 20 persen lebih ringan daripada pendahulunya, dan di saat yang sama jauh lebih tahan banting daripada headset serupa yang bodinya terbuat dari plastik.

Distribusi beratnya pun kini lebih seimbang berkat modul baterai yang diposisikan di belakang. Lebih menarik lagi, baterainya bisa dilepas-pasang dengan mudah, sangat cocok untuk kebutuhan konsumen enterprise yang mungkin mengharuskan headset untuk beroperasi nonstop selama berjam-jam.

Seperti sebelumnya, Vive Focus 3 merupakan headset bertipe standalone, yang berarti ia dapat beroperasi secara mandiri tanpa bantuan PC ataupun smartphone. HTC memercayakan chipset Qualcomm XR2 sebagai otaknya, sedangkan display-nya cukup mirip seperti Vive Pro 2 tadi — 2448 x 2448 pixel per mata dengan field of view 120° — hanya saja refresh rate-nya cuma 90 Hz.

Di Amerika Serikat, HTC Vive Pro 2 kabarnya akan segera dipasarkan dengan harga $749 (headset-nya saja), atau $1.399 untuk paket lengkap yang mencakup dua base station dan dua controller. Vive Focus 3 di sisi lain akan dijual seharga $1.300 mulai akhir bulan Juni mendatang.

Sumber: Engadget dan UploadVR.

Oculus Rift S Resmi Di-discontinue

Dibandingkan HTC Vive, lineup produk virtual reality yang Oculus tawarkan terkesan sangat sederhana. Dalam waktu dekat, portofolio produknya bahkan bakal jauh lebih simpel lagi dengan dihentikannya produksi Oculus Rift S, penerus Oculus Rift orisinal yang diperkenalkan di tahun 2019.

Kalau kita cek di situs resmi Oculus, terpampang status Rift S yang sedang kosong. Kepada UploadVR, Oculus sendiri juga telah mengonfirmasi bahwa mereka tidak berniat menambah stok Rift S, dan ini sejalan dengan rencana awal mereka ketika meluncurkan VR headset baru tahun lalu, yakni Oculus Quest 2. Kala itu, Oculus sempat bilang bahwa Rift S bakal segera di-discontinue.

Keputusan Oculus untuk berfokus pada Quest 2 saja sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Dibanding Rift S, headset tersebut memang menawarkan banyak kelebihan, utamanya adalah kemudahan penggunaan tanpa harus tersambung ke PC. Di saat yang sama, Quest 2 tetap dapat dihubungkan ke PC via kabel seandainya diperlukan (untuk memainkan gamegame yang lebih berat, yang membutuhkan kinerja kartu grafis milik PC).

Oculus Quest 2 / Oculus
Oculus Quest 2 / Oculus

Tidak heran apabila Quest 2 pada akhirnya menjadi produk terlaris Oculus meski baru dipasarkan selama kurang dari enam bulan. Jumlah persis unit yang terjual memang tidak disebutkan, tapi yang pasti lebih banyak ketimbang penjualan headsetheadset lain Oculus digabungkan (Rift, Go, Rift S, dan Quest generasi pertama). Harga yang cukup terjangkau — $299 — tentu turut berkontribusi terhadap kesuksesan Quest 2 di pasaran.

Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, apakah ke depannya Oculus masih akan melanjutkan seri Rift? Pertanyaan ini cukup tricky karena Oculus sendiri sebenarnya sudah pernah mengembangkan Rift 2. Sayangnya produk tersebut tidak pernah terealisasi karena Oculus membatalkan pengembangannya di tahun 2018, padahal tahap produksinya tinggal selangkah lagi kalau kata Palmer Luckey, founder Oculus sekaligus inventor Rift orisinal.

Sebagai gantinya, di tahun 2019 diluncurkanlah Rift S yang merupakan hasil kolaborasi Oculus bersama Lenovo. Dibanding pendahulunya, Rift S menghadirkan penyempurnaan dalam bentuk peningkatan resolusi sekaligus implementasi inside-out tracking, tidak ketinggalan pula banderol harga yang lebih terjangkau di angka $399.

Sumber: UploadVR.

Sony Umumkan Generasi Baru PS VR untuk PS5

Eksistensi PlayStation 5 mungkin membuat kita lupa akan keberadaan PlayStation VR. Namun ternyata Sony sama sekali belum lupa dengan sistem virtual reality besutannya tersebut. Malahan, Sony sedang sibuk mengembangkan sistem VR baru untuk menemani PS5 nantinya.

Sony memang belum punya banyak detail mengenainya, dan seperti apa wujudnya juga belum ada yang tahu. Terlepas dari itu, Sony mengklaim bahwa PS VR generasi baru ini bakal menghadirkan lompatan yang signifikan dari segi performa maupun elemen-elemen interaktifnya.

Lewat sebuah blog post, Sony juga sempat menyinggung soal peningkatan resolusi maupun field of view. Kinerja tracking dan kontrol yang lebih baik juga menjadi prioritas. Singkat cerita, yang bakal dirombak bukan hanya unit headset-nya saja, tapi juga unit controller-nya, yang disebut bakal meminjam sejumlah fitur unggulan milik controller DualSense. Semoga saja yang dimaksud adalah adaptive trigger dan haptic feedback.

Aspek kenyamanan dan kemudahan penggunaan pun turut mendapat perhatian khusus. Menurut Sony, headset PS VR baru ini hanya membutuhkan satu kabel saja untuk menyambung ke PS5, dan mereka memastikan bahwa ini tidak akan berdampak buruk pada kualitas visual yang disajikan.

Untuk jadwal rilisnya, Sony memastikan bahwa PS VR generasi baru ini tidak akan hadir di tahun 2021. Kendati demikian, CEO Sony Interactive Entertainment, Jim Ryan, sempat bilang bahwa mereka akan segera merilis development kit dalam waktu dekat. Harapannya mungkin supaya ketika perangkatnya telah siap untuk diungkap ke publik, Sony sudah punya beberapa game VR untuk didemonstrasikan bersamanya.

Bakal ada lebih banyak lagi game PS yang dirilis di PC

Days Gone / Sony Interactive Entertainment
Days Gone / Sony Interactive Entertainment

Dalam wawancaranya bersama GQ, Jim Ryan juga sempat membeberkan sejumlah detail lain yang tidak kalah menarik. Utamanya adalah rencana Sony untuk merilis lebih banyak lagi judul game eksklusif mereka di PC. Seperti yang kita tahu, tahun lalu Sony sudah membuat kejutan dengan merilis Horizon Zero Dawn di PC.

Judul eksklusif berikutnya yang akan menyusul jejak Horizon Zero Dawn adalah Days Gone, dengan estimasi jadwal rilis di musim semi. Ketika ditanya apa alasan Sony menerapkan strategi baru ini, Jim bilang bahwa mereka ingin meraup untung lebih banyak dari penjualan game, terlebih karena ongkos pembuatan game itu sendiri terus naik dari waktu ke waktu.

Days Gone baru satu dari beberapa game yang sudah direncanakan, dan mudah sekali bagi para gamer PC seperti saya untuk membayangkan judul-judul macam Marvel’s Spider-Man, God of War, The Last of Us, maupun seri Uncharted sebagai kandidat-kandidat selanjutnya yang bakal hadir di PC. Kalaupun masih harus menunggu lebih lama lagi, saya bersedia.

Sumber: PlayStation Blog. Gambar header: Depositphotos.com.

VR Headset Pimax 5K Super Unggulkan Refresh Rate Setinggi 180 Hz

Di industri virtual reality (VR), nama Pimax memang tidak sepopuler Oculus maupun HTC Vive. Kendati demikian, perusahaan asal Tiongkok tersebut cukup dikenal sebagai yang paling berani mengaplikasikan inovasi terkini di bidang VR, seperti ketika mereka merilis VR headset 4K pertama di tahun 2016.

Sekarang, portofolio produk Pimax tentu sudah bertambah lengkap. Yang terbaru, mereka baru saja memperkenalkan Pimax 5K Super. Namanya itu berasal dari total resolusi display yang diusung, yakni sepasang display yang masing-masing memiliki resolusi 2560 x 1440 pixel.

Label “Super” sendiri menandakan satu fitur unggulannya, yakni refresh rate hingga setinggi 180 Hz dalam mode eksperimental, atau hingga 160 Hz dalam mode standar. Sebagai perbandingan, Valve Index yang bisa dibilang memimpin soal ini hanya mampu menyuguhkan refresh rate maksimum 144 Hz.

Ilustrasi perbandingan efek ghosting pada refresh rate 90 Hz dan 180 Hz / Pimax
Ilustrasi perbandingan efek ghosting pada refresh rate 90 Hz dan 180 Hz / Pimax

Di titik ini, sebagian besar dari kita semestinya sudah paham betul bahwa refresh rate yang tinggi selalu diasosiasikan dengan kinerja yang lebih mulus. Dalam kasus VR headset, semakin tinggi refresh rate, semakin minimal efek ghosting yang dihasilkan oleh display-nya. Dipadukan dengan resolusi yang tinggi, hasil akhirnya adalah pengalaman keseluruhan yang lebih immersive lagi.

Juga tidak kalah penting adalah perihal field of view. Display milik Pimax 5K Super tercatat memiliki sudut pandang diagonal seluas 170°, atau malah bisa dibuat lebih lebar lagi (200°) jika memilih opsi refresh rate di bawah 160 Hz. Tentu saja Pimax juga tidak lupa melengkapinya dengan tuas pengaturan IPD (interpupillary distance), alias jarak antara kedua mata pengguna.

Bundel Pimax 5K Super bersama controller dan base station Valve Index / Pimax
Bundel Pimax 5K Super bersama controller dan base station Valve Index / Pimax

Perbandingannya dengan Valve Index bukan semata soal refresh rate, tapi juga karena Pimax 5K Super kompatibel dengan platform SteamVR. Itu artinya pengguna wajib memiliki base station SteamVR versi 2.0 agar tracking posisi bisa berjalan, serta controller yang memang kompatibel dengan platform tersebut.

Seandainya Anda belum bisa menebak, Pimax 5K Super bukanlah barang yang murah. Unit headset-nya saja dibanderol $749, atau $1.299 jika dibundel bersama sepasang controller dan base station milik Valve Index, jauh lebih mahal daripada harga Valve Index itu sendiri. Itu semua juga belum termasuk PC berspesifikasi high-end yang mampu mengatasi refresh rate setinggi 160 atau 180 Hz.

Sumber: VR Focus.

Virtuix Omni One Adalah Omnidirectional Treadmill untuk Konsumen Rumahan

Seumpama ada hal positif yang bisa kita pelajari dari film “Ready Player One”, mungkin yang paling menarik adalah fakta bahwa konsumen umum bisa mempunyai omnidirectional treadmill-nya sendiri di samping sebuah VR headset.

Di dunia nyata, perangkat semacam ini sebenarnya sudah eksis, tapi implementasinya baru sebatas di segmen komersial dan juga belum secanggih seperti yang di film. Tahun depan mungkin bisa berbeda ceritanya, sebab perusahaan yang menjadi pionir di ranah ini, Virtuix, sedang menyiapkan omnidirectional treadmill baru yang ditujukan untuk konsumen rumahan.

Dijuluki Omni One, ia menawarkan sederet peningkatan jika dibandingkan dengan omnidirectional treadmill generasi pertama Virtuix. Yang paling utama adalah, tidak ada lagi harness berbentuk cincin yang mengitari pinggang pengguna, yang tersambung ke porsi dasarnya oleh tiga buah lengan.

Harness barunya kini berwujud rompi, dengan bagian punggung yang terhubung ke satu lengan adjustable yang bisa bergerak memutari porsi dasarnya. Hasilnya adalah, pengguna tak hanya bisa berjalan atau berlari di tempat, tapi juga menunduk dan melompat, sehingga akhirnya pengalaman yang didapat bisa lebih immersive lagi ketimbang sebelumnya.

Virtuix Omni One

Berhubung ditujukan untuk konsumen rumahan, dimensi Omni One juga tergolong ringkas, dengan diameter tidak lebih dari 1,2 meter. Lengannya pun dapat dilipat sehingga perangkat bisa lebih mudah disimpan atau dipindahkan.

Rencananya, Virtuix Omni One bakal dipasarkan mulai tahun 2021 dengan harga $1.995. Paket penjualannya sudah termasuk sebuah standalone VR headset. Prototipenya sekarang memanfaatkan headset Pico Neo 2, akan tetapi Virtuix belum bisa memastikan headset apa yang diikutkan bersama versi finalnya nanti.

Alternatifnya, Virtuix juga bakal menawarkan bundel developer kit yang cuma meliputi treadmill-nya saja seharga $995. Dev kit ini penting mengingat Omni One bakal hadir bersama app store-nya sendiri, dan Virtuix sudah merencanakan setidaknya 30 judul game yang akan tersedia di hari peluncurannya.

Juga menarik adalah bagaimana Virtuix menawarkan Omni One melalui mekanisme crowdfunding-nya sendiri sekaligus membuka peluang bagi konsumen untuk menjadi investor di Virtuix. Sederhananya, konsumen yang berminat diminta untuk membayar $1.000 di muka, dan mereka berhak menerima potongan harga sebesar 20%, atau 40% kalau membayar di pekan pertama. Kalau mau, potongan harganya ini juga bisa dijadikan gift card untuk teman atau keluarga yang juga tertarik dengan Omni One.

Sumber: VR Focus.

Oculus Quest 2 Disingkap, Bawa Display 90 Hz dan Performa yang Lebih Kencang

Setelah beberapa kali dirumorkan, virtual reality headset Oculus Quest 2 akhirnya resmi menyapa dunia. Melanjutkan jejak pendahulunya sebagai VR headset bertipe standalone, Quest 2 hadir dengan sederet pembaruan yang cukup signifikan.

Kita mulai dari display-nya, yang kini menawarkan resolusi 1832 x 1920 pixel per mata, atau sekitar 50% lebih tinggi daripada milik Quest generasi pertama. Tidak kalah penting dari resolusi adalah refresh rate, dan di sini lagi-lagi Quest 2 juga membawa peningkatan, dari 72 Hz menjadi 90 Hz.

Guna mengakomodasi hardware yang semakin canggih, tentunya dibutuhkan otak yang lebih cerdas lagi. Quest 2 mengandalkan Snapdragon XR2, chipset anyar yang baru Qualcomm perkenalkan menjelang akhir tahun lalu, yang memang dirancang secara khusus untuk VR headset maupun AR headset. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM 6 GB dan pilihan storage internal antara 64 GB atau 256 GB.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam rangka baru yang sedikit lebih kecil sekaligus lebih ringan (503 gram). Seperti yang sudah kita pelajari dari bocoran gambarnya, desainnya sepintas kelihatan kalah premium dari pendahulunya karena tidak ada lagi bahan kain yang melapisi panel plastiknya. Namun itu semestinya tidak perlu menjadi masalah seandainya perangkat bisa terasa lebih nyaman di kepala.

Sebelum ini, sempat muncul kekhawatiran bahwa Quest 2 tidak dilengkapi kenop untuk mengatur jarak fisik antara lensa kiri dan kanan alias IPD (interpupillary distance). Memang benar kenopnya sirna, tapi untungnya Quest 2 masih menawarkan mekanisme untuk menyesuaikan IPD, yakni dengan menggeser kedua lensanya secara manual. Jeleknya, ini berarti pengguna harus melepas perangkat dulu agar bisa melakukan pengaturan.

Oculus tidak lupa menawarkan sejumlah aksesori opsional untuk Quest 2. Jadi seandainya pengguna tidak suka dengan strap yang luwes seperti yang terdapat dalam paket penjualan aslinya, mereka bisa membeli strap model lain yang kaku, atau yang di belakangnya dilengkapi modul baterai tambahan, yang juga berguna untuk semakin menyeimbangkan distribusi berat.

Juga ikut direvisi desainnya adalah controller Oculus Touch, yang diyakini lebih nyaman dalam genggaman ketimbang versi sebelumnya. Kinerja tracking-nya pun telah dioptimalkan agar lebih irit daya – sampai 4x lebih irit kalau kata Oculus sendiri. Bicara soal baterai, Quest 2 sendiri diklaim punya daya tahan yang sama seperti pendahulunya, yakni sekitar 2 – 3 jam dalam sekali charge.

Satu hal yang cukup menarik adalah bagaimana kehadiran Quest 2 memicu Oculus untuk menyetop pengembangan seri Rift. Mereka berdalih Quest 2 lebih superior ketimbang Rift S di segala aspek, dan seandainya pengguna ingin memakai Quest 2 untuk bermain game VR di PC macam Half-Life: Alyx, mereka bisa menyambungkan Quest 2 ke PC menggunakan kabel Oculus Link – yang sayangnya harus ditebus secara terpisah.

Kabar baiknya, Oculus Quest 2 dibanderol cukup terjangkau: mulai $299, alias lebih murah $100 daripada harga pendahulunya saat diluncurkan. Pemasarannya dijadwalkan akan berlangsung mulai 13 Oktober mendatang.

Sumber: Oculus.

Bocoran Gambar Tunjukkan Perubahan Desain yang Diusung Penerus Oculus Quest

Kehadiran virtual reality headset baru dari Oculus sepertinya sudah semakin dekat. Setelah rumor mengenai penerus Oculus Quest mulai beredar pada bulan Mei lalu, Oculus belum lama ini juga dikabarkan bakal memproduksinya secara massal mulai akhir Juli ini – plus mereka pun juga sudah menghentikan produksi Oculus Go.

Sekarang, bocoran gambar suksesor Quest itu juga sudah mulai bermunculan di jagat maya. Semuanya berawal dari unggahan seorang pengguna Twitter bernama WalkingCat (@h0x0d), yang sendirinya merupakan sosok leaker yang cukup terkenal dan punya reputasi yang bagus, hingga akhirnya foto unitnya disebar di Reddit.

Meski sepintas perangkat ini tampak identik seperti Oculus Quest generasi pertama, ada beberapa poin yang bisa kita pelajari yang ternyata sesuai dengan rumor sebelumnya. Yang pertama, kalau melihat foto tampak atasnya, kelihatan bahwa perangkat ini sedikit lebih tipis dibanding Quest generasi pertama, dan ini tentu saja berpengaruh langsung terhadap bobot perangkat secara keseluruhan.

Oculus juga tidak sebatas mengganti warnanya saja. Sejalan dengan rumornya, bagian samping yang tadinya berlapis kain sekarang cuma plastik. Kesan premiumnya jelas berkurang, akan tetapi perubahan material ini semestinya dapat menekan harga jualnya, serta memangkas bobotnya lebih signifikan lagi.

Perubahan lain yang mungkin bakal kurang disukai konsumen adalah hilangnya kenop IPD (interpupillary distance), alias kenop untuk mengatur jarak fisik antara lensa kiri dan kanan supaya bisa disesuaikan dengan posisi mata masing-masing pengguna yang tentu berbeda satu sama lain. Pada Quest generasi pertama, kenop ini diposisikan di sisi bawah, sedangkan di bocoran gambar suksesornya ini kenopnya sama sekali tidak kelihatan di sisi manapun.

Ini bukan pertama kalinya Oculus mengeliminasi kenop IPD dari perangkat buatannya. Sebelum ini, Oculus Rift S sudah lebih dulu hadir tanpa kenop IPD, dan penyesuainnya cuma bisa dilakukan via software. Mungkin saja ini juga berkaitan dengan misi Oculus untuk mengurangi bobot perangkat sekaligus menjadikan penerus Quest lebih nyaman digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Andai sang leaker bisa kembali dipercaya kali ini, kita bakal melihat penerus Oculus Quest ini diluncurkan pada tanggal 15 September mendatang.

Sumber: The Verge.