Tag Archives: Wawancara

Tips Sukses Wawancara dan Public Speaking Ala Content Creator VINA A Muliana

Bagi kamu yang sedang mencari pekerjaan pastinya sudah tidak asing lagi dengan job interview. Nah, tahapan wawancara ini biasanya dilakukan setelah kamu lolos seleksi berkas. Umumnya tahapan wawancara ini digunakan oleh perekrut untuk mengetahui tentang diri kamu lebih dalam lagi dan menentukan apakah kamu memiliki kriteria yang sesuai dengan perusahaan tersebut. Nah, faktor yang menjadi pendukung lancarnya tahapan wawancara ini adalah skill public speaking.

Soft skill ini memiliki peran penting dalam tahapan wawancara, tetapi terkadang tidak semua orang memiliki skill public speaking yang cukup. Akan tetapi bagi kamu yang memiliki sifat pemalu, pastinya akan terkendala saat berbicara atau berkomunikasi. Apalagi jika situasi yang dihadapkan adalah sebuah tes wawancara untuk masuk ke perusahaan impian kamu. Jangan sampai kamu melewatkannya begitu saja!

Nah, untuk itu kamu harus memiliki persiapan yang cukup untuk mengikuti wawancara, salah satunya dengan menerapkan beberapa tips sukses dalam wawancara dan melatih public speaking.

Sukses Wawancara Dengan Rumus Tanya Puji Reaksi Ala Content Creator Vina A Muliana

Sebenarnya ada banyak tips yang bisa membuat kamu menjadi lebih percaya diri untuk bisa public speaking agar wawancara kerja bisa sukses. Salah satunya adalah dengan dengan mengikuti rumus Tanya Puji Reaksi yang diinisiasi oleh Vina A Muliana, Content Creator dan Senior Associate Culture Measurement and Program Development MIND ID.

Rumus Tanya Puji Reaksi ini cocok banget bagi fresh graduate yang memiliki sifat pemalu ketika harus berhadapan dengan tes wawancara kerja. Berikut penjelasannya!

1. Tanya

Rumus yang pertama adalah tanya. Umumnya saat tahapan wawancara HRD akan bertanya kepada kandidat, kamu bisa mencoba untuk bertanya kembali untuk membuat percakapan open-ended. Sehingga, bisa meningkatkan interaksi saat sesi wawancara.

2. Puji

Puji di sini adalah dengan menyebutkan sesekali nama pewawancara saat memberikan jawaban, hal ini bisa berguna untuk menciptakan unsur pujian dan kedekatan dengan pewawancara yang nantinya bisa menciptakan chemistry yang baik antara kedua belah pihak.

3. Reaksi

Menurut Vina, rumus yang terakhir adalah reaksi. Rumus ini sangat penting dalam tahapan wawancara. Biasanya di sesi terakhir saat wawancara, pewawancara akan memberikan kesempatan kepada kamu untuk bertanya. Untuk itu gunakan kesempatan ini untuk bertanya dan memberikan reaksi atas apa yang sudah didiskusikan sebelumnya.

Tips Mengasah Public Speaking Bagi yang Memiliki Sifat Pemalu

Tentunya ketiga rumus di atas juga harus dikolaborasikan dengan skill public speaking yang baik agar wawancara bisa berjalan lancar. Namun, jangan khawatir Vina juga memberikan beberapa tips mengasah public speaking supaya kamu bisa lolos wawancara.

Memberikan Afirmasi Positif Untuk Diri Sendiri

Tips yang pertama adalah coba untuk menarik napas dalam dan berikan vibes positif untuk diri kamu sendiri, kalau kamu bisa dan mampu untuk berbicara. Hal ini berguna untuk menambah kepercayaan diri dan apa yang kamu pelajari tidak terbuang sia-sia. Kemudian, jangan lupa lupa untuk selalu tenang.

Hindari Tatapan Mata Secara Langsung

Apabila kamu harus berhadapan dengan audience yang banyak, coba hindari untuk menatap mata mereka dan tatap ke arah pelipis atau dahi audience. Dengan melakukan trik ini kamu bisa meningkatkan kepercayaan diri, loh!

Namun, jangan menggunakan trik ini ketika melakukan tahapan wawancara yang biasanya dilakukan one by one,karena bisa memberikan sinyal jika kamu tidak menghargai lawan bicara.

Perbanyak Baca Buku

Salah satu faktor yang bisa membuat public speaking berjalan lancar adalah kamu harus bisa memiliki beragam koleksi kata. Sehingga, kamu perlu banyak membaca buku untuk menambah kosa kata, tetapi perlu diingat untuk menggunakan kata-kata yang bisa dimengerti oleh audience atau lawan bicara kamu.

Nah, itu adalah beberapa tips mengasah public speaking yang untuk kamu yang memiliki sifat pemalu agar sukses dalam tahapan wawancara. Tentunya, masih banyak tips dan trik yang akan diberikan oleh Vina A Muliana yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari atau  juga mengembangkan karir.

Untuk mendengarkan lebih jauh terkait tip dan trik sekaligus sejuta inspirasi dalam berkarir, kamu bisa menghadiri event Young On Top, yaitu Young On Top National Conference (YOTNC) 2022 yang  akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2022 di Kota Kasablanka, Kasablanka Hall lt 3, Jakarta Selatan. Selain Vina A Muliana, tentunya akan hadir 12 speaker ternama seperti Grace Tahir, Ernanda Putra, Ricky Silaen yang siap memberikan inspirasinya kepada kamu. Tunggu apalagi, langsung daftar sekarang juga melalui www.youngontop.com/yotnc

Menilik Program Devkit Nintendo dari AGI untuk Game Developer Indonesia

Ada informasi yang cukup menarik di ekosistem game developer lokal (Indonesia) beberapa waktu lalu. Informasi ini hadir dari pengumuman yang dirilis oleh AGI yang merupakan Asosiasi Game Indonesia. 

Adalah info terkait program Nintendo Developer Partner yang mencuri perhatian saya. AGI mengumumkan bahwa mereka mengadakan program untuk memfasilitasi game developer tanah air untuk akses atas Developer Kit dari Nintendo Switch.

Prpgram ini untuk membantu para game developer asal Indonesia yang ingin mengembangkan game di Nintendo Switch. AGI berkoordinasi dengan Nintendo untuk menjadi Nintendo Developer Partner. Program ini juga didukung KBRI Tokyo dan BKPM Tokyo. 

Program ini pada dasarnya adalah membantu game developer lokal asal Indonesia untuk mendapatkan development kit atau devkit dengan lebih mudah. Sehingga mereka yang ingin merilis game di Switch bisa mengembangkan langsung tidak harus bekerja sama dengan publisher atau developer asing dari negara asal devkit tersebut. Devkit bisa langsung dikirim ke Indonesia ke alamat game developer terkait. 

Informasi ini tentunya menarik untuk dibahas karena, bagi saya, Switch semacam oase bagi para developer indie atau game developer lokal sebagai lahan untuk merilis game mereka. Di Tengah tingginya persaingan di ranah mobile, Switch bisa jadi sebuah alternatif. Jika konsol atau PC terasa ‘berat’ dari sisi pengembangan, Switch bisa jadi pilihan. Ini bukan berarti game-game di Switch kalah dari game konsol atau PC namun karena karakternya yang unik (bisa digunakan sebagai handheld dan juga konsol – untuk Switch versi tertentu), maka lebih terasa cocok game-game independen atau game yang memiliki story lebih ramah penggunaan handheld.

Pilihan Switch sebagai alternatif juga didukung juga dengan suksesnya beberapa game developer lokal yang merilis game mereka di platform milik Nintendo ini.

Untuk menjawab rasa penasaran, saya mencoba mengontak salah satu pengurus AGI untuk menanyakan beberapa hal dan untuk mendapatkan penjelasan lebih lengkap tentang program AGI bersama Nintendo ini. 

Adam Ardisasmita, Wakil Ketua Umum AGI, memberikan jawaban yang cukup lengkap untuk program ini, saya rangkumkan dan tuliskan ulang agar lebih nyaman untuk dibaca. 

Tentang program AGI terkait publikasi game

Adam menjelaskan bahwa saat ini ada beberapa program AGI yang terkait publishing, yaitu Archipelageek yang merupakan program mengirimkan gamedev Indonesia ke luar negeri untuk business matchmaking dengan publisher dari luar negeri. Beberapa diantara yang sudah berjalan untuk program ini antara lain Gamescom, Tokyo Game Shop, Game Connection America dan lainnya. Untuk program ini didukung oleh Kemenparekraf. 

Selain itu ada pula program IGDX Business, yang merupakan acara business matchmaking di Indonesia dengan mengundang publisher dari luar negeri untuk hadir di sini. Acara ini mendapatkan dukungan dari Kemkominfo. 

Yang terakhir adalah program Devkit Advocation. Ini adalah program yang dijalankan berupa berkomunikasi dengan stakeholders terkait agar bisa memudahkan game developer lokal dalam mendapatkan devkit. Untuk stakeholdernya sendiri ada Kemkominfo, Kemenparekraf, Kemenkeu (Bea Cukai), BKPM, KBRI, sampai dengan pemilik devkit seperti Nintendo, Microsoft, dan Sony.

Lebih spesifik tentang program devkit Nintendo Developer Partner

Untuk program Nintendo Developer Partner, AGI berkoordinasi dengan Nintendo yang juga dibantu oleh BKPM serta kedutaan besar Indonesia yang berada di Tokyo. 

Untuk tahapannya untuk ikut program ini antara lain adalah mendaftarkan diri menjadi Nintendo Developer Partner (NDP). Nantinya AGI akan berperan sebagai jembatan yang memfasilitasi agar developer yang ingin menjadi NDP bisa di-support agar diterima menjadi NDP, hingga membantu memberikan akses kepada devkit Nintendo.

Dijelaskan Adam, proses saat ini prosesnya masih manual, mereka yang tertarik nanti setelah mendaftarkan diri ke NDP bisa langsung menghubungi AGI di contact@agi.or.id. Setelah itu nanti akan diinformasikan tahapan selanjutnya mulai dari cara mendaftar menjadi member AGI sampai dengan proses agar bisa disetujui menjadi NDP dan mendapatkan Devkitnya.

Ketika menggali lagi lebih tentang program ini dijelaskan bahwa AGI tidak menargetkan untuk jumlah pengembang gim yang ikut program ini. Namun informasi yang saya dapat animonya sangat tinggi dan sudah banyak yang ingin dibantu untuk mendapatkan akses DevKit Nintendo. 

Adam juga menjelaskan bahwa AGI ini memfasilitasi agar developer lokal bisa ikut NDP dan memiliki akses DEvkit dari Nintendo, sehingga mereka semakin banyak game lokal yang bisa dijual di Nintendo Switch. Karena tanpa devkit ini pengembang gim lokal tidak bisa membuat dan merilis game di platform ini.  

Karena tanpa devkit tersebut, developer di Indonesia tidak akan bisa membuat dan merilis gamenya di platform tersebut. Support AGI adalah memfasilitasi agar developer lokal bisa menjadi NDP dan bisa memiliki akses ke Devkit Nintendo, yang output-nya adalah semakin banyak game lokal bisa berjualan di Nintendo Switch. Untuk developer sendiri AGI tidak targetkan, so far animonya sangat tinggi dan sudah banyak yang ingin difasilitasi untuk mendapat akses Devkit Nintendo. 

Dukungan atas akses ke publisher ini mengingatkan saya pada era ketika developer game mobile belum seperti sekarang. Merek ponsel yang memiliki ekosistem aplikasi turut serta membantu para pengembang dengan memberikan kemudahan akses termasuk developer kit atau perangkat untuk uji testing. Namun memang tidak sama kondisinya dengan platform konsol atau handheld seperti Switch, yang biasanya lebih sulit karena proses seleksi serta cakupan wilayah juga masih terbatas. 

Seperti yang siinggung sedikit di awal artikel, devkit memang memiliki peran penting bagi pengembangan game di platform tertentu, dan biasanya untuk mendapatkannya ada persyaratan tertentu. Adam menyebutkan bahwa beberapa kesulitan yang dihadapi oleh gamedev lokal untuk mendapatkan devkit, umumnya para developer harus bikin company representative di negara yang sudah masuk daftar devkit, baru membawanya ke Indonesia. Cara lain adalah bekerja sama dengan publisher. Jadi nanti yang mengirimkan devkit ke pengembang game-nya adalah publisher ini.

Tetapi dengan program AGI dengan Nintendo ini, developer lokal tidak perlu lagi membuat kantor cabang di negara yang masuk daftar, akses untuk mendapatkan devkitnya jadi lebih dipermudah. 

Adam juga menjelaskan bahwa untuk akses devkit bersama Nintendo ini bisa dibilang pionir. Salah satu hal yang mendorong AGI untuk menjalankan program ini adalah melihat kondisi game developer Indonesia yang frustasi dengan sulitnya mendapatkan devekit, serta banyak yang meminta bantuan AGI dengan permasalahan kesulitan mendapatkan devkit ini. Inisiatif dari Nintendo juga diharapkan AGI bisa menjadi salah satu alternatif bagi para game developer lokal untuk mendapatkan akses.

Tentang program untuk platform lain 

Tentunya tidak lengkap untuk tidak bertanya ke perwakilan AGI untuk program sejenis tetapi untuk platform yang berbeda. Saya menanyakan apakah AGI juga sudah ada atau sedang menyiapkan program serupa yang membutuhkan devkit untuk pengembang gim tanah air. 

Adam menjelaskan bahwa AGI telah menjalin komunikasi dengan berbagai pemilik platform, termasuk dengan Playstation dan Xbox. Adam juga menambahkan bahwa setiap pemilik platform memiliki mekanisme dan kebijakan yang berbeda, AGI secara kontinyu mencari solusi yang paling baik agar bisa memberikan peluang untuk judul game lokal masuk ke berbagai platform. 

Kita tunggu saja semoga ada update terbaru dari kerja sama devkit setelah program Nintendo Devkit ini. 

Saya juga menanyakan dua pertanyaan penutup pada Adam terkait platform yang menjadi arahan AGI. Adam menjelaskan bahwa dari sisi program tidak ada perbedaan atas platform yang dilakukan AGI. Mulai dari mobile, PC atau konsol. AGI telah memiliki kolaborasi atau setidaknya komunikasi dengan pemilik berbagai platform ini. 

Beberapa contoh yang disebutkan Adam antara lain, di ranah mobile, AGI memiliki kolaborasi dengan Google dan Huawei untuk mendukung game lokal. Lalu dari sisi PC, AGI juga telah menjalin kontak dengan Steam. Sedangkan di sisi konsol, komunikasi juga telah dilakukan dengan Nintendo, Xbox dan Sony. 

Tentang platform pilihan developer Indonesia dan pentingnya kisah sukses

Untuk platform pilihan game developer lokal sendiri, saya sendiri melihat bahwa ada kecenderungan pergerasan beberapa jalur yang dipilih, jika biasanya fokus ke mobile, setelah kehadiran Nintendo Switch, dikarenakan untuk menembus pasar konsol dan PC terlalu ‘berat’ (baik dari sisi biaya pengembangan maupun pasar), makan pilihan jatuh ke handheld lewat Switch. 

Tentang hal ini saya juga menanyakan ke AGI apakah ada informasi terkait pandangan saya di atas. Adam menjelaskan bahwa untuk beberapa waktu ini, tren game developer lokal yang mengincar platform konsol semakin banyak. Adam juga menyebutkan bahwa kisah sukses dari game developer juga menjadi role model bagi developer lain. 

Beberapa game yang sukses di konsol maupun handheld antara lain, Valthirian Arc yang sukses meraup 7 miliar dalam waktu 3 bulan, lalu Coffee Talk yang meraup 7.6 miliar dalam waktu satu bulan saja. Di ranah crowdfunding, muncul lagi developer lokal yang sukses menggalang dana, yaitu Coral Island dengan melampaui target dan mendapatkan 23 miliar dalam waktu sebulan saja. 

Cerita sukses atau role model memang cukup penting bagi ekosistem. Adanya kisah-kisah sukses ini bisa memacu pengembang game lain untuk juga mengembangkan di platform yang sama. 

Adam juga menyebutkan bahwa cerita sukses dari game lokal di ranah global bisa memberikan efek di sisi platform owner. Semakin banyak game lokal Indonesia yang sukses di platform tertentu, maka usaha dari platform tersebut untuk mendukung game akan semakin tinggi. 

Adam mengatakan bahwa;

‘Kita perlu mempersiapkan talenta, modal, dan juga program agar bisa lebih banyak game berkualitas yang muncul dari Indonesia. Satu hal yang bisa kita petik pelajaran adalah Indonesia bisa bikin game yang bagus dan sukses secara finansial. Tidak melulu harus game mainstream, game-game dengan ceruk niche pun sangat besar potensinya. Jadi jangan terpaku dengan apa yang sedang tren saat ini, tapi buatlah sesuatu yang unik dan punya ceruk market yang spesifik’.

Saya termasuk yang ikut memantau dari jauh perkembangan game developer lokal sejak 2012-an. Sempat cukup dekat dengan beberapa developer lokal asal Bandung dan ikut memantau beberapa game hasil karya mereka. Ikut memantau juga perkembangan komunitas game indie di jogja dengan hadir di acara mereka.

Sampai akhirnya sampai pada momen saya mengambil posisi untuk memantau agak jauh perkembangan game developer lokal, karena agak bosan dengan ekosistem yang seperti jalan ditempat. Setidaknya dalam pandangan saya, perbandingannya dengan ekosistem startup yang berkembang sangat pesat dalam 10 tahun ke belakang. 

Namun perkembangan satu atau dua tahun kebelakang sepertinya memberikan angin segar. Pengembang game lokal senior yang telah berkembang telah memiliki modal dan mulai giving back to ecosystem dengan mengakuisisi developer/studio game yang lebih kecil. Munculnya berbagai kisah sukses penjualan dengan angka fantastis dari game rilisan lokal, sampai dengan munculnya platform baru seperti Switch, yang memberikan channel tambahan di tengah kerasnya persaingan ranah mobile. 

Peran asosiasi seperti AGI dengan kepengurusan terbaru pun saya melihat mulai memberikan efek yang cukup signifikan. Peran asosiasi yang sejati bagi saya adalah mengusahakan atau memecahkan masalah-masalah yang tidak bisa dipecahkan sendiri oleh pelaku utama alias game developer. Masalah birokrasi dan kerja sama dengan pemerintah, memberikan sumbangsih atas kebijakan, atau menaikan daya tawar ekosistem – seperti kerja sama dengan pemilik platform lewat penyediaan akses devkit. Selain tentunya mengembangkan ekosistem lewat program-program yang secara langsung memberikan efek pada game developer lokal. 

Semoga saja, titik cerah kebangkitan (kembali) game developer lokal mendapatkan momentumnya, dan ekosistem game di ranah lokal bisa menggeliat dan tumbuh pesat. Tidak kalah dengan ekosistem startup lokal yang berkembang cukup pesat dan telah menghadirkan berbagai unicorn, serta bersaing dan bersinergi dengan ekosistem esports, yang juga telah tumbuh dan menanti semakin banyak game lokal yang masuk jadi bagian besar pasar esports tanah air.

Apa yang Menarik dari Sebuah Monitor? Wawancara dengan GTiD

Bagi yang mengikuti banyak channel teknologi di YouTube seperti saya, Anda pasti sadar bahwa setiap channel sebenarnya mempunyai spesialisasi atau niche-nya masing-masing. Sebagian besar mungkin menaruh fokus ekstra pada kategori seperti smartphone atau laptop, namun ada juga sebagian lain yang mencoba menawarkan sesuatu yang berbeda dengan membahas topik spesifik yang mungkin tidak begitu populer karena kurang menarik untuk dibicarakan panjang lebar.

Di kalangan YouTuber lokal, salah satu channel yang masuk kategori tersebut adalah GTiD. Sepintas channel ini mungkin terdengar seperti channel gadget pada umumnya, tapi kalau Anda amati, mayoritas dari video-video yang diunggahnya membahas mengenai monitor. Tidak jarang pembahasannya malah cukup panjang dengan durasi di atas 10 menit. Padahal, buat sebagian orang, monitor mungkin tidak semenarik itu untuk dibahas sampai begitu mendalam.

Saya pun pada awalnya juga punya pandangan yang serupa. Namun pada kenyataannya, sampai artikel ini ditulis, GTiD sudah mempunyai hampir 70 ribu subscriber. GTiD juga sudah memiliki komunitas Discord-nya sendiri yang cukup aktif, dan semua ini menurut saya sudah bisa menggambarkan kalau di luar sana rupanya tidak sedikit yang tertarik dengan pembahasan in-depth mengenai monitor.

Berhubung masih penasaran, saya pun memutuskan untuk menghubungi host sekaligus penggagas channel GTiD, Eldwin, untuk bercakap-cakap secara singkat. Berikut adalah hasil perbincangan kami yang sebagian besar telah disunting agar lebih jelas penyampaiannya.

Kenapa niche monitor? Bisa diceritakan awalnya kenapa GTiD fokus membahas tentang monitor?

Awalnya sebatas iseng mencoba, dan ternyata ada pasarnya yang belum difokuskan di market YouTube, dan itu berlanjut sampai hari ini.

Tidak banyak tech YouTuber Indonesia yang secara spesifik membahas tentang monitor sampai sedetail GTiD. Apa sih sebenarnya yang menarik dari monitor?

Seperti yang saya bilang sebelumnya, justru karena tidak ada yang melakukannya, saya pun berusaha untuk mengisi kekosongan itu sebaik mungkin. Dan sama seperti statement di pertanyaan ini, awalnya saya sendiri juga merasa segmen monitor itu kurang menarik. Namun setelah saya dalami dan pelajari, ternyata ada satu hal yang bisa membuat monitor jadi semakin penting ke depannya untuk semua orang, yaitu kehadiran USB-C.

Saya percaya ke depannya kita cukup punya smartphone dan menghubungkannya ke monitor via USB-C, maka kita bisa memakainya layaknya personal computer kita selama ini. Di sisi lain, kita juga sudah merasakan pentingnya monitor ketika pandemi COVID-19 melanda dan kita harus WFH. Agar WFH bisa berjalan dengan nyaman, kita tentu butuh monitor.

Menurut Eldwin, kenapa konsumen perlu menyimak ulasan merinci tentang sebuah monitor?

Banyak tim marketing brand monitor yang tidak menjelaskan secara merinci plus dan minus monitor mereka. Sebagian mungkin bahkan tidak tahu, tapi sekalipun mereka tahu, mereka terikat dengan etika perusahaan, sehingga tidak mungkin juga mereka menunjukkan kelemahan produk mereka sendiri.

Belum lagi ditambah banyaknya persepsi yang salah mengenai monitor di pasaran. Di sinilah GTiD hadir untuk membantu penonton mendapatkan monitor terbaik sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.

Apa saja sebenarnya miskonsepsi seputar monitor yang umum beredar di kalangan konsumen?

  • Color gamut tinggi berarti warna yang dihasilkan akurat, padahal keduanya sebenarnya punya makna yang berbeda.
  • Motion blur yang diklaim oleh brand monitor dianggap sudah tepat, padahal kenyataannya semua itu cuma sebatas angka yang tidak bisa menggambarkan keadaan sebenarnya.
  • “Mata manusia cuma bisa melihat 60 Hz, nggak guna lebih tinggi dari itu”, atau “144 Hz dan 240 Hz tidak ada bedanya.” Penjelasan panjang lebarnya pernah saya sampaikan di video review monitor ASUS PG259QN.

Gimmick-gimmick monitor apa saja yang Eldwin kurang suka?

  • Yang saya lihat, brand senang mempromosikan bahwa seakan-akan label “Pantone validated” atau “Callman certified” adalah sesuatu yang luar biasa untuk sebuah monitor profesional. Pada kenyataannya, monitor-monitor tersebut mungkin tidak sesempurna itu. Terkadang hasil warnanya bahkan bisa dikalahkan oleh monitor gaming yang dijual dengan harga lebih murah.
  • Motion blur sebuah panel sering misleading cara penyampaiannya. 1 ms di panel TN berbeda dari 1 ms di panel VA, demikian pula dengan 1 ms di panel IPS. Terkadang malah tulisan angka itu tidak ada artinya sama sekali karena tidak menjelaskan apa-apa terkait kejadian sebenarnya.

Selain ukuran dan resolusi, atribut-atribut apa saja yang harus konsumen perhatikan dalam membeli monitor, baik untuk monitor gaming ataupun monitor profesional?

Untuk monitor gaming:

  • Tipe panel
  • Motion blur
  • Refresh rate

Untuk monitor profesional:

  • Panel bit-depth
  • Akurasi warna
  • Color gamut
  • Brightness
  • Contrast
  • White point

List-nya masih lebih panjang lagi untuk monitor profesional, tapi faktor-faktor berikutnya lebih condong ke preferensi masing-masing konsumen, seperti misalnya ada tidaknya VESA mount, port USB-C, factory-calibrated atau tidak, desain bodi, dan lain sebagainya.

Kriteria monitor yang ideal buat Eldwin itu bagaimana? Monitor gaming bagaimana? Monitor profesional bagaimana?

Kriteria di bawah ini sudah termasuk cukup, tapi tidak bisa dikatakan sempurna karena kalangan sultan sebenarnya bisa membeli yang lebih bagus lagi:

  • Untuk gamer kompetitif: 25 inci, FHD, 240/360 Hz
  • Untuk gamer casual yang sering bermain bersama teman-temannya: 27 inci, QHD, 144 Hz
  • Untuk gamer single-player atau kreator konten: 4K, 60 Hz
  • Untuk editor profesional: spesifikasi monitor mengikuti seberapa profesional masing-masing pengguna, dengan budget yang mungkin tidak terbatas, dimulai dari Apple Pro XDR
Selain monitor, Eldwin sesekali juga mengulas tentang gadget yang lebih umum seperti laptop, mouse, keyboard, dan lain sebagainya / Sumber foto: Dokumentasi pribadi GTiD

Selain tentu saja perbedaan jenis kartu grafis yang didukung, adakah perbedaan lain antara Nvidia G-Sync dan AMD FreeSync?

Bagi saya, kedua teknologi tersebut punya tujuan yang sama, yakni untuk menghilangkan tearing saat bermain game. Pada deretan game casual yang umumnya lebih mementingkan kualitas gambar dengan preset grafik High, Ultra, dan sebagainya, fitur ini mungkin bisa membantu memaksimalkan keindahan itu. Kan tidak enak kalau misalnya kualitas grafik sudah bagus, tapi tiba-tiba ada satu frame yang seperti terpotong di sepanjang layar.

Di sisi lain, kalau konteks yang dibicarakan adalah pro player game PC, banyak dari mereka yang tidak menyarankan untuk menyalakan fitur ini karena ada resiko meningkatnya latensi mouse dan keyboard, yang pada akhirnya bisa membuat kita kalah satu langkah dibanding lawan. Dan lagi ketika bermain di fps (frame per second) yang sangat tinggi, tearing juga hampir tidak terasa.

Pendapat Eldwin tentang Nvidia Reflex? Apakah tren teknologinya berada di jalur yang benar?

Nvidia Reflex keren. Konsepnya jelas dan memang tujuannya adalah untuk membantu para gamer. Namun saya rasa belum begitu relevan untuk pasar Indonesia saat ini. Rakyat Indonesia lebih butuh internet yang stabil dan latensi rendah dari provider internet, yang sejauh ini masih belum merata sama sekali di Indonesia.

Menurut Eldwin, kondisi pasar monitor di Indonesia sekarang bagaimana? Apakah ada satu atau dua brand yang mendominasi, atau persaingannya sudah cukup merata?

Jelas sekali tidak seketat di pasar smartphone. Persaingannya juga masih belum merata, dan banyak brand yang masih menjual dengan harga sangat tinggi, melebihi value dari produk itu sendiri, karena kurangnya persaingan.

Menurut Eldwin, apa alasan penamaan model-model monitor yang selalu terkesan ngawur?

Saya rasa mereka sebatas ingin jadi berbeda saja dibanding brand lainnya. Saking ingin berbedanya, kadang jadi terkesan sangat ngawur saat memberi kode. Salah satu contohnya, ViewSonic VX2705-2KP-MHD (27 inci, QHD, 144 Hz). Kalau melihat dari spesifikasinya, sebenarnya bisa saja dibuat lebih simpel, seperti misalnya VX2705-2K.

Bisa diceritakan seperti apa suka-duka menjadi seorang reviewer monitor?

Suka:

  • Banyak yang terbantu, dan saya mendapat banyak DM positif tentang mereka yang bisa membeli monitor terbaik yang mereka butuhkan.
  • Review-nya tidak seribet produk elektronik lainnya, karena fungsi monitor cuma satu, yakni sebagai display dari sesuatu yang disambungkan sebagai input.

Duka:

  • Terkadang jumlah view tidak sebanyak orang yang mengulas tentang smartphone.
  • Dan itu berimbas pada pemasukan dari YouTube yang tidak terlalu besar.

Jujur saya suka dengan gaya penyampaian Eldwin yang frontal. Selama ini apakah ada pihak yang sempat protes dengan gaya Eldwin?

Dari pihak brand, sempat ada yang datang ke tim kami dan menyampaikan secara langsung bahwa intinya tim kami sudah di-blacklist oleh mereka. Ada kemungkinan juga kami di-blacklist secara diam-diam oleh sejumlah brand yang tidak suka dengan gaya review kami.

Buat saya itu bukan masalah, sebab tujuan GTiD sendiri memang adalah supaya bisa independen tanpa bergantung pada brand tertentu. Saya tidak tahu apakah kami bisa mencapainya atau tidak, tapi yang pasti saya ingin terus memberikan value kepada penonton yang sudah setia memberikan dukungan dari awal.

Kepada para penonton baru, saya berharap bahwa setiap kali mereka menonton review GTiD, mereka bisa menganggap saya sebagai seorang teman yang peduli terhadap uang mereka. Pasalnya, barang-barang yang kami review bukan barang yang murah, dan mungkin ada orang di luar sana yang menabung dalam jangka waktu lama untuk bisa mendapatkan barang tersebut. Jika saya tidak jujur mengenai kekurangan-kekurangan produk tersebut, saya yakin mereka bakal kecewa berat.

Mungkin tidak banyak orang yang bisa terima dengan gaya review saya yang ekspresif. Namun saya tidak ingin mengubahnya karena itu memang adalah saya yang sesungguhnya di dunia nyata, dengan gaya yang sama persis ketika ada seorang teman yang meminta saran soal barang yang ingin mereka beli.

Suka-Duka Seorang Tech YouTuber: Bincang-Bincang Singkat dengan Joshua Timothy

Definisi YouTube buat seorang kreator konten tidak selalu sama. Ada kreator yang sudah sepenuhnya menganggap YouTube sebagai platform untuk mencari nafkah, ada pula yang baru sebatas memperlakukannya sebagai wadah untuk menyalurkan hobi.

Salah satu alasan terpopuler yang datang dari seseorang yang memutuskan untuk menjadi full-time YouTuber adalah supaya ia bisa lebih fokus berkreasi, sehingga pada akhirnya kualitas konten yang dihasilkan menjadi lebih baik. Namun tidak jarang juga ini dijadikan sebuah pembelaan diri, di mana ketika seorang YouTuber merasa belum sukses, alasannya adalah karena ia belum bisa memutuskan untuk full-time dan fokus sepenuhnya ke YouTube.

Namun pernahkah terpikirkan bahwa fokus itu sebenarnya bisa datang dengan sendirinya selama kita melakukan hal yang kita sukai? Sentimen seperti itulah yang saya dapatkan setelah berbincang-bincang singkat dengan Joshua Timothy, tech YouTuber lokal yang belakangan mulai cukup naik daun.

Pemuda introvert yang lebih sering dipanggil Ocha dan mengidolakan PewDiePie ini adalah salah satu contoh kreator yang konsisten menghasilkan konten-konten menarik tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya. Di saat sedang tidak membuat video YouTube, Ocha adalah seorang fotografer profesional untuk sebuah agensi media sosial.

Topik bahasan yang diangkat pada channel-nya cukup bervariasi, mulai dari hobi di dunia mechanical keyboard; ulasan smartphone, headphone, dan beragam gadget lain; sampai tips merakit PC sekaligus menata meja kerja, serta tentu saja tips fotografi dan videografi.

Berikut adalah hasil obrolan kami yang sudah disunting agar lebih jelas.

Di posisi Ocha sekarang, apakah memungkinkan untuk menjadikan YouTube sebagai pekerjaan full-time?

Untuk sekarang masih belum memungkinkan, dan saya juga belum ada pikiran untuk menjadikan YouTube sebagai pekerjaan full-time. Pasalnya, selain mengulas gadget, saya juga sangat mengapresiasi pekerjaan sebagai fotografer dan masih belum mau melepaskannya.

Saya juga masih belum menganggap YouTube sebagai pekerjaan atau tanggung jawab yang harus saya lakukan, melainkan sebagai komunitas kecil di mana saya bisa sharing pengalaman saya mengenai gadget dan lifestyle yang saya suka di hidup saya.

Kapan Ocha menyadari bahwa prospek di YouTube bagus dan memutuskan untuk mulai lebih fokus?

Sebenarnya sudah sadar dari sebelum memulai YouTube, hanya saja saya belum pernah melakukannya. Ketika pandemi melanda, barulah saya sadar ini mungkin boleh dicoba karena kebetulan ada banyak waktu kosong selagi seharian di rumah saja.

Untungnya saya memang suka dengan kegiatannya, jadi tidak perlu difokuskan karena otomatis bakal fokus sendiri ketika mengerjakan hal yang saya senangi.

Adakah YouTuber lokal yang menjadi inspirasi Ocha? Kalau ada, siapa saja?

Walaupun saya lebih terekspos oleh YouTuber dari luar Indonesia, tapi setelah mencoba YouTube sendiri, saya mulai melihat bahwa ada banyak YouTuber lokal yang sangat bertalenta sekaligus menginspirasi. Salah satunya adalah Malvin dari Bestindotech, yang menjadi salah satu alasan kenapa channel YouTube saya bisa jadi seperti ini.

Malvin sering membantu saya untuk menaikkan eksposur saya di luar sana. Walaupun saya masih terhitung YouTuber yang sangat kecil, tapi dia tetap mau membantu saya. Suatu saat saya berharap saya juga bisa seperti dia, di mana saya bisa membantu YouTuber lain yang baru mulai untuk bisa menaikkan eksposur mereka, sama seperti yang Malvin lakukan kepada saya.

Kalau tidak keberatan, bisa diberikan gambaran persentase pendapatan yang diperoleh dari YouTube?

AdSense 46%, affiliate 34%, dan sponsorship 20%.

Bisa diceritakan pengalaman mencari sponsor video? Apakah Ocha yang approach sendiri, atau sebaliknya, brand yang langsung memberikan penawaran?

Sejauh ini, sebagian besar brand-lah yang mencari saya dan memberikan penawaran sponsorship, baik melalui email maupun DM Instagram, dan saya merasa beruntung sekali ada brandbrand di luar sana yang mau bekerja sama dengan saya dan percaya dengan karya yang saya buat.

Sebelum saya memulai YouTube, tidak pernah sekalipun terpikirkan bakal ada brand yang mau bekerja sama dengan saya, jadi saya sangat berterima kasih.

Beberapa penonton sudah menganggap Ocha sebagai reviewer gadget. Bisa diceritakan bagaimana Ocha menyeimbangkan antara memberikan ulasan yang jujur kepada penonton, dan ‘menyenangkan’ brand?

Saya tidak tahu apakah saya memenuhi kualifikasi sebagai reviewer. Saya lebih merasa sebagai orang yang hanya sharing pengalaman menggunakan barang atau produk tersebut. Makanya kalau diperhatikan, kebanyakan video saya tidak membicarakan spesifikasi secara mendetail, tapi lebih ke user experience-nya saja.

Saya juga akan selalu jujur dengan pengalaman saya, baik untuk produk dari sebuah brand atau produk yang saya beli sendiri. Kalau saya tidak suka dengan sebuah produk, atau pengalaman saya menggunakan produk tersebut tidak memuaskan, saya akan bilang apa adanya.

Selain YouTube, adakah platform sosial lain yang Ocha gunakan yang sejauh ini sudah bisa mendatangkan pendapatan?

Sejauh ini masih belum ada, tapi suatu saat ingin mencoba Twitch untuk konten live gaming, supaya sekalian dapat berinteraksi dengan penonton secara live. Saya merasa itu juga bisa menjadi hal yang seru bagi penonton.

Sebagai seorang fotografer dan YouTuber, seberapa bergantung Ocha terhadap ekosistem aplikasi Adobe?

Ya, betul sekali, tanpa Adobe sepertinya saya tidak bisa apa-apa. Saya sudah terlalu nyaman dengan ekosistem Adobe walaupun tidak sempurna (sering crash dan lain-lain), tapi sejauh ini Adobe-lah yang membuat saya bisa berkarya di bidang fotografi dan YouTube.

Seandainya Adobe tiba-tiba bangkrut dan semua produknya sirna, software alternatif apa saja yang bakal Ocha pakai, dan kenapa alasannya?

Saking nyamannya dengan ekosistem Adobe, saya sampai belum pernah melihat-lihat lagi software alternatif lain. Mungkin dalam video editing ada Final Cut Pro dari Apple, atau juga DaVinci Resolve, tapi sayangnya saya belum pernah mencoba menggunakan softwaresoftware tersebut.

Bisa diceritakan seperti apa suka duka menjadi seorang tech YouTuber?

Buat saya pribadi keluh kesahnya hanya di pembagian waktu antara pekerjaan utama, YouTube, dan personal. Sejauh ini saya hanya bisa memberikan konten baru seminggu sekali, atau maksimum dua kali dalam seminggu, sedangkan banyak tech YouTuber lain yang bisa mengunggah empat sampai lima video dalam seminggu.

Namun saya selalu mencoba untuk tidak membandingkan saya dengan orang lain dan tetap berjalan dengan tempo saya sendiri. Walaupun pada dasarnya manusia itu akan selalu saling membandingkan, tapi saya akan selalu berusaha untuk tidak seperti itu. Saya memang orang yang cukup kompetitif, dan saya paham jika saya selalu membandingkan diri dengan orang lain, maka saya akan merasa insecure dan kehilangan kepercayaan diri.

Di dunia kreasi konten seperti YouTube, di mana ada ribuan orang yang melakukan hal yang sama seperti saya, terkadang memang cukup susah untuk tidak membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Namun saya selalu mengingatkan diri sendiri bahwa tidak ada hal baik yang didapat dari sana, dan untuk tetap fokus saja dengan diri saya sendiri.

Kenapa Harga Smartphone Nokia Mahal? Seperti Ini Penjelasan dari HMD Global

Jauh sebelum iPhone dan smartphone Android eksis, toko ponsel sudah banyak bertebaran di kota-kota di Indonesia. Bagi yang pernah merasakan mampir ke toko ponsel di awal-awal tahun 2000-an, Anda pasti ingat bagaimana Nokia begitu mendominasi, dengan seabrek model dari yang harganya relatif terjangkau sampai yang hanya bisa dibeli oleh kaum 1%.

Kondisinya sekarang tentu sudah berubah drastis. Nokia bukan lagi merek yang paling diincar oleh konsumen, dan tidak semua toko smartphone menjual produk-produk bikinan perusahaan asal Finlandia tersebut. Pihak yang tadinya sangat dominan kini harus bersaing ketat dengan sederet produsen lain dalam pasar yang demikian progresif.

Tugas berat inilah yang diemban oleh HMD Global, perusahaan asal Finlandia yang sejak Desember 2016 memegang lisensi eksklusif atas brand ponsel Nokia. Baru-baru ini, saya berkesempatan berbincang-bincang dengan Karel Holub, General Manager HMD Global untuk kawasan Indonesia, mengenai perkembangan terkini brand Nokia di pasar smartphone tanah air.

Saya membuka pembicaraan dengan menanyakan mengenai Nokia 5.4, smartphone terbaru yang HMD luncurkan pada bulan Maret lalu. Dibandingkan sejumlah smartphone lain yang dijual di kisaran harga tiga jutaan rupiah, spesifikasi Nokia 5.4 memang bukan yang terbaik. Pada kenyataannya, saya tidak akan heran apabila sebagian dari Anda menganggap harganya kemahalan usai meninjau spesifikasinya secara menyeluruh.

Lalu kenapa bisa begitu? Apa alasan HMD mematok harga yang lebih tinggi dibanding kompetitornya? Terkait hal ini, Karel punya beberapa jawaban. Yang pertama adalah perihal build quality, di mana HMD pada dasarnya ingin meneruskan legasi ponsel Nokia yang dikenal tahan banting.

Kedua, HMD tidak lupa mengedepankan aspek longevity. Hampir semua smartphone Nokia, termasuk halnya Nokia 5.4, dipastikan bakal menerima update sistem operasi sampai dua tahun setelah peluncurannya, yang berarti perangkat bakal punya kesempatan untuk menjalankan hingga dua versi Android berikutnya. Tidak kalah penting adalah janji HMD untuk menghadirkan security update secara rutin setiap bulannya sampai tiga tahun.

Keamanan data dan umur panjang perangkat jadi prioritas

Data center Google Cloud di kota Hamina, Finlandia / Sumber gambar: Google

Bicara soal keamanan, Karel lanjut menjelaskan mengenai General Data Protection Regulation, atau biasa disingkat GDPR. Ini merupakan kebijakan privasi data baru yang ditetapkan di kawasan Uni Eropa sejak tahun 2018, yang dipercaya mampu memberikan proteksi yang lebih akuntabel terhadap data konsumen.

Lalu bagaimana ceritanya ponsel Nokia yang dijual di Indonesia bisa ter-cover oleh kebijakan yang dimaksudkan untuk negara-negara Eropa tersebut? Jawabannya adalah karena HMD telah bekerja sama dengan Google untuk membangun data center Google Cloud di Finlandia, sehingga data-data yang disimpan ke cloud oleh smartphone Nokia dipastikan bakal mendekam di Finlandia, yang pada akhirnya berada di bawah perlindungan GDPR.

Ini berbeda dari biasanya, di mana konsumen umumnya tidak punya kontrol atas lokasi data center yang Google pakai untuk menyimpan data. “Nokia adalah satu-satunya brand yang dapat menjamin bahwa data Anda tidak akan dijual ke pengiklan demi memperoleh pemasukan yang tinggi, dan Anda juga tidak akan ditarget berdasarkan pola penggunaan Anda,” jelas Karel mengenai signifikansi GDPR buat para pengguna smartphone Nokia.

Yang jadi pertanyaan berikutnya adalah, apakah alasan-alasan ini pada akhirnya dapat menjustifikasi harga smartphone Nokia yang lebih mahal ketimbang penawaran kompetitor? Karel percaya demikian, sebab spesifikasi bukanlah segalanya. Karel juga sempat menyinggung soal studi yang dilakukan Hootsuite tahun lalu, yang menunjukkan bahwa 56% konsumen sebenarnya peduli terhadap topik privasi.

Menurut Karel, ia sebenarnya cukup sering mendengar komentar bahwa produk-produk Nokia terlalu mahal, dan konsumen sebenarnya bisa membeli ponsel lain dengan spesifikasi yang serupa di harga yang lebih murah. Namun di mata Karel, jika konsumen memutuskan untuk membeli ponsel tersebut, maka mereka pada dasarnya hanya akan mendapat satu versi Android saja, serta proteksi data yang ala kadarnya.

Seperti yang kita tahu, perkara update sistem operasi ini memang sudah menjadi problem umum yang dijumpai oleh pengguna smartphone Android. Tidak jarang, smartphone di kelas menengah ke bawah hanya akan menerima update selama beberapa bulan saja pasca pembelian. Lalu ketika Google merilis Android versi baru di tahun berikutnya, update dari masing-masing pabrikan datang sangat terlambat, atau bahkan tidak datang sama sekali.

HMD paham betul bahwa kepercayaan konsumen merupakan nilai utama yang selalu dipegang oleh Nokia sejak lama, dan itulah yang ingin terus mereka pertahankan sekarang dan ke depannya. Pun begitu, kita memang tidak boleh lupa dengan yang namanya user error, dan bagaimana data konsumen sebenarnya bisa dicuri akibat kesalahan sendiri. Namun apabila konsumen bisa menjaganya dengan baik, maka HMD juga akan memastikan perlindungan yang maksimal terhadap data-data mereka.

Terlepas dari semua itu, Karel tidak menepis fakta bahwa spesifikasi perangkat tetap merupakan parameter yang krusial. Menurutnya, spesifikasi yang mumpuni juga punya peran dalam memperpanjang umur perangkat. Tanpa spesifikasi yang baik, perangkat mungkin bakal kesulitan mempertahankan relevansinya dalam jangka panjang, dan pada akhirnya rentetan update sistem operasi yang dijanjikan tadi pun bakal terkesan sia-sia.

Strategi ala enterprise untuk segmen consumer

Karel Holub, General Manager HMD Global untuk Indonesia / HMD Global

Menariknya, pembicaraan panjang lebar soal keamanan data dan umur panjang perangkat ini sebenarnya mengacu pada smartphone yang duduk di kelas menengah ke bawah. Kalau yang dibahas adalah smartphone high-end, maka komitmen perusahaan terkait keamanan dan longevity seperti itu mungkin bakal terdengar wajar. Itulah mengapa Karel sangat bangga dengan fakta bahwa Nokia adalah satu-satunya brand yang berani menawarkan proposisi tersebut di harga tiga jutaan rupiah ke bawah.

Menurut Karel, tidak jarang pabrikan lain hanya menekankan perkara proteksi data dan update yang berkelanjutan pada produk-produk yang duduk di kelas high-end saja, sehingga pada akhirnya tidak bisa menjangkau mayoritas konsumennya.

Cara berjualan yang diterapkan HMD ini sebenarnya sangat cocok untuk segmen enterprise. Karel sadar betul akan hal itu, dan ia juga dengan percaya diri mengklaim bahwa Nokia punya penawaran terbaik untuk kalangan enterprise di Indonesia sejauh ini. Antusiasme tersebut bukan tanpa bukti; salah satu klien enterprise terbesar HMD untuk pasar Indonesia saat ini adalah Blue Bird.

Yang mungkin masih belum terbukti adalah seberapa efektif strategi tersebut di pasar consumer smartphone secara luas. Saya pribadi bisa membayangkan betapa sulitnya mempromosikan soal privasi dan perlindungan data ke konsumen Indonesia di saat negaranya sendiri malah terkesan kurang peduli terhadap keamanan data rakyatnya. Semoga saja dengan adanya kasus tersebut, publik bisa semakin melek terhadap topik privasi dan keamanan data.

5G dan komitmen HMD ke depannya

Nokia X20, salah satu smartphone 5G terbaru Nokia yang dipersenjatai Snapdragon 480 / HMD Global

Sesi wawancara singkat dengan seorang petinggi perusahaan smartphone tentu tidak akan lengkap tanpa perbincangan seputar 5G. Meski memang masih jauh dari kata mainstream, teknologi jaringan generasi kelima itu pada akhirnya sudah tersedia secara resmi di Indonesia, dan ini sudah pasti menjadi menjadi lampu hijau bagi produsen untuk menghadirkan smartphone 5G di pasar tanah air.

HMD pun juga demikian. Saat ini sebenarnya sudah ada beberapa smartphone 5G dari Nokia, seperti misalnya Nokia 8.3 5G, Nokia X10, maupun Nokia X20, tapi belum ada satu pun yang masuk ke Indonesia secara resmi. Seandainya komersialisasi 5G di Indonesia sudah dimulai sejak tahun lalu, kita mungkin sudah bisa membeli Nokia 8.3 5G secara resmi. Sayang kenyataannya tidak demikian.

Meski begitu, Karel menjelaskan bahwa HMD sudah punya rencana untuk mendatangkan smartphone 5G ke Indonesia secepat mungkin. Kemungkinan adalah Nokia X Series tadi, yang spesifikasinya mencakup chipset Snapdragon 480, salah satu chipset yang paling banyak dibicarakan belakangan ini berkat performa dan efisiensinya yang sangat baik, serta tentu saja kompatibilitas dengan jaringan 5G di kelas harga yang relatif terjangkau.

HMD mengakui bahwa mereka masih punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Brand Nokia memang sudah ada di Indonesia selama 25 tahun, akan tetapi posisi HMD di kancah smartphone masih bisa digolongkan sebagai startup, dengan umur tim yang masih sangat muda. Bukan sembarang startup memang, melainkan yang sudah berstatus unicorn.

Kalau menurut Karel sendiri, tujuan akhir yang hendak dicapai oleh HMD di Indonesia adalah supaya konsumen bisa mampir ke toko smartphone apapun, lalu membeli smartphone Nokia dengan mudah. Kurang lebih sama mudahnya seperti belasan tahun lalu ketika ponsel Nokia masih dijual di mana-mana pada masa kejayaannya. Bukan tugas yang gampang memang, apalagi mengingat jumlah pesaingnya jauh lebih banyak daripada dulu.

Di saat yang sama, HMD juga tidak mau mengesampingkan aspek-aspek penunjang lainnya, seperti salah satunya layanan purna jual. Saya melihat hal ini kerap dipandang sebelah mata oleh sejumlah pabrikan, padahal sebenarnya sangat krusial untuk membangun kepercayaan konsumen.

Dalam melayani konsumennya, HMD juga tidak mau pilih-pilih. Pada kenyataannya, HMD justru memberikan pelayanan khusus bagi konsumen Nokia C1, smartphone paling murah Nokia yang harganya tidak sampai satu juta rupiah; di mana seandainya ponsel mereka rusak, mereka bisa langsung mampir ke toko untuk menukarkannya dengan unit yang baru. Kebijakan ini juga mereka tetapkan untuk kategori feature phone, seperti misalnya Nokia 5310 yang sarat nuansa nostalgia.

Nokia mungkin tidak akan pernah lepas dari nostalgia. Bagaimanapun juga, sejarah mencatat nama Nokia sebagai salah satu merek telepon seluler yang paling mendunia, dan sekarang tugas HMD adalah mempertahankan sekaligus meneruskan legasi tersebut agar bisa tetap relevan ke depannya.

Seluk-Beluk Mechanical Keyboard dari Brand Lokal: Wawancara dengan Founder Noir Gear

Mechanical keyboard itu bukan cuma untuk gamer.” Pernyataan itu terus terngiang-ngiang dalam benak saya usai berbincang dengan Mario Hendrawan, salah satu founder dari brand mechanical keyboard lokal Noir yang sedang naik daun belakangan ini. Di saat mechanical keyboard semakin dikenal di kalangan gamer, Noir justru ingin mendiversifikasi target pasarnya hingga turut mencakup kalangan pekerja maupun pelajar.

Setidaknya dalam setahun terakhir ini, memang ada banyak mechanical keyboard baru keluaran merek-merek lokal. Noir bahkan baru menjalani debutnya di bulan Desember 2020, namun berkat respon positif dari sejumlah YouTuber, namanya kini sudah lumayan dikenal di komunitas IMKG (Indonesia Mechanical Keyboard Group).

Produk perdana mereka adalah Noir N1, sebuah wireless mechanical keyboard dengan layout 65%. Kalau Anda lihat di Tokopedia maupun Shopee, keyboard ini sudah habis terjual sejak beberapa pekan lalu. Stok barang yang tersedia memang tidak banyak kalau berdasarkan pengakuan Mario sendiri — sayang ia enggan menyingkap berapa persisnya jumlah unit yang terjual — tapi paling tidak ini bisa menunjukkan bahwa produk dari brand yang belum punya nama sama sekali pun bisa laris asalkan dieksekusi dengan baik.

Seperti yang saya bilang tadi, Noir tidak mau mengasosiasikan namanya sepenuhnya dengan ranah gaming. Sebaliknya, Noir justru ingin mengedukasi masyarakat tanah air bahwa mechanical keyboard bukanlah produk yang eksklusif untuk kalangan gamer. Menurut Mario, konsumen yang masih memakai membrane keyboard tidak harus menekuni hobi gaming terlebih dulu agar bisa dicap pantas untuk membeli mechanical keyboard.

Arahan “tidak sepenuhnya gaming” ini juga bisa kita tinjau dari desain Noir N1 yang tampak minimalis sekaligus elegan. Ketika saya tanya brand apa saja yang menjadi inspirasi Noir, Mario memang menjawab “Keychron” dan “Leopold”, dua brand mechanical keyboard yang produk-produknya bisa dibilang tidak gaming sama sekali.

Di saat yang sama, Noir tentu tidak ingin melewatkan pasar gamer yang begitu besar dan menguntungkan. Tagline yang Noir gunakan adalah “boost your productivity, elevate your gaming experience,” yang sederhananya bisa diartikan bahwa Noir ingin menciptakan produk yang balanced, yang bisa menunjang kegiatan bekerja dan belajar sekaligus kegiatan bermain dengan baik, tanpa mengorbankan salah satu di antaranya.

Visi ini justru menjadi tantangan tersendiri buat Noir, sebab memenuhi kebutuhan dua kalangan konsumen sekaligus adalah hal yang lebih mudah diomongkan daripada dilakukan. Pekerja atau pelajar umumnya mencari keyboard nirkabel dengan alasan kenyamanan atau kepraktisan, sedangkan gamer kompetitif biasanya menghindari konektivitas wireless demi memastikan performanya tidak menurun akibat adanya latency dari koneksi Bluetooth.

Solusi jalan tengahnya adalah konektivitas wireless via dongle USB (2,4 GHz), dan inilah yang menjadi salah satu nilai jual utama Noir N1. Di samping itu, Noir tidak lupa menyertakan software pendamping agar pengguna bisa mengatur fungsi-fungsi macro sesuai kebutuhannya masing-masing, tidak ketinggalan pula pengaturan pencahayaan RGB milik perangkat. Semua ini merupakan fitur-fitur yang bisa dikatakan wajib pada keyboard gaming.

Jadi kalau ditanya Noir N1 ini keyboard gaming atau bukan, saya bakal menjawab gaming karena terbukti beberapa kriteria dasarnya bisa dipenuhi, terlepas dari desainnya yang kurang begitu terkesan gaming. Di saat yang sama, desainnya cukup simpel untuk bisa memenuhi kriteria konsumen yang umumnya mengikuti akun-akun inspirasi minimal desk setup di Instagram ataupun YouTube.

Awal terbentuknya Noir dan rencana ke depannya

Founder Noir Gear: Mario (kiri) dan Irwandi (kanan) / Noir Gear
Founder Noir Gear: Mario (kiri) dan Irwandi (kanan) / Noir Gear

Noir merupakan buah pemikiran dua orang gamer kompetitif. Mario dan kawannya, Irwandi, adalah pemain Counter Strike: Global Offensive (CS:GO), sehingga eksposur mereka ke dunia mechanical keyboard awalnya bermula dari penawaran merek-merek seperti SteelSeries, Razer, maupun Logitech.

Melihat harga mechanical keyboard dari berbagai brand mainstream yang tergolong mahal ini, tercetuslah ide iseng untuk menciptakan brand sendiri yang mampu menawarkan mechanical keyboard dengan kualitas yang tidak kalah dari brand luar, tapi di saat yang sama harganya bisa lebih terjangkau. Sebelum mendirikan Noir, Mario sendiri mengawali karirnya di sebuah startup yang bergerak di bidang esports, jadi wajar seandainya semangat enterpreneurship-nya langsung terpicu seperti ini.

Kebetulan Irwandi memiliki koneksi ke pabrik OEM (original equipment manufacturer) yang dapat memproduksi keyboard dalam jumlah banyak, jadi mulailah mereka merancang mechanical keyboard pertamanya; mulai dari memikirkan desain casing-nya, desain keycap, menentukan layout, sampai memikirkan packing beserta tema yang hendak diangkat. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, kiblat Noir adalah Keychron dan Leopold, dan Noir banyak mempelajari keunggulan-keunggulan yang ditawarkan oleh kedua brand tersebut.

Dari Keychron, yang dijadikan inspirasi adalah cara mereka menyematkan unsur produktivitas, mulai dari font yang identik dengan platform macOS (yang juga digunakan oleh Noir), sampai kombinasi warna yang tidak terkesan gaming tapi masih dilengkapi RGB. Bukan cuma itu, bahkan website dan strategi marketing Keychron pun juga Noir amati dan jadikan pelajaran.

Untuk Leopold, Noir ingin produk-produknya mempunyai build quality yang mengingatkan konsumen terhadap brand asal Korea Selatan tersebut. Buat yang tidak tahu, keyboard besutan Leopold memang sangat dikenal memiliki fisik yang amat kokoh sekaligus feel mengetik yang sangat nyaman tanpa harus menerima satu pun modifikasi, dan ini merupakan salah satu kriteria mechanical keyboard yang ideal kalau menurut Mario — meski pada kenyataannya dia sendiri mengaku sudah cukup terjerumus ke dunia modding keyboard.

Selain belajar dari dua brand tersebut, Noir juga banyak belajar dari komunitas IMKG. Masukan demi masukan yang diterima pada akhirnya Noir jadikan prioritas, dan mereka tidak segan untuk menanyakan langsung ke komunitas IMKG mengenai hal-hal apa saja yang diinginkan dari keyboardkeyboard mereka selanjutnya.

Prototipe keyboard kedua Noir, N2, yang memiliki layout TKL / Noir Gear
Prototipe keyboard kedua Noir, N2, yang memiliki layout TKL / Noir Gear

Untuk produk keduanya misalnya, yakni Noir N2 yang mengusung layout tenkeyless (TKL), mereka sempat menanyakan ke komunitas IMKG mengenai kombinasi warna yang paling cocok untuk keyboard baru tersebut. Bukan cuma itu, testimoni konsumen juga Noir gunakan untuk menyempurnakan produk sebelumnya.

Jadi bersamaan dengan Noir N2 yang dijadwalkan hadir pada bulan April – Mei mendatang, juga akan ada Noir N1v2 yang mengemas sejumlah pembaruan. Salah satunya adalah switch yang hot-swappable, yang mudah sekali diganti tanpa harus melibatkan proses solder-menyolder. Saat Noir N1 dirilis Desember lalu, salah satu kekurangan terbesar yang dikeluhkan konsumen memang adalah absennya fitur hot-swappable switch tersebut, dan Noir rupanya tidak mau tinggal diam begitu saja.

Hal lain yang Noir pelajari dari konsumen Indonesia adalah perihal garansi. Tidak jarang konsumen menilai keberanian suatu brand berdasarkan durasi garansi yang diberikan. Semakin lama periode garansinya, semakin menarik suatu produk di mata konsumen, kira-kira begitu penjelasan sederhananya.

Noir sendiri memberikan garansi selama 1 tahun, dan menurut Mario itu cukup bisa menggambarkan keyakinan Noir akan kualitas produk yang mereka tawarkan. Bahkan untuk konsumen yang gemar memodifikasi keyboard-nya seperti Mario sendiri, garansi tetap menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan saat membeli suatu mechanical keyboard.

Tentunya masih ada banyak hal yang harus dibenahi oleh Noir, salah satunya adalah terkait stok barang yang langka. Percuma saja produknya bagus dan terjangkau kalau ‘ghoib’. Mengenai hal itu, Mario mengakui bahwa salah satu kelemahan Noir sejauh ini memang adalah kapasitas produksinya yang masih terbilang kecil.

Bukan cuma Noir, menurut saya tidak sedikit pula brand mechanical keyboard lokal lain yang juga mengalami kendala serupa. Dipadukan dengan harga produk yang memang lebih terjangkau daripada penawaran brand luar, otomatis stok barang yang tersedia pun ludes dalam waktu singkat. Noir sendiri sudah punya komitmen untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka ke depannya.

Noir N1
Versi baru Noir N1 nantinya akan mengusung sejumlah pembaruan, salah satunya hot-swappable switch / Noir Gear

Poin terakhir yang tak kalah menarik dari perbincangan saya dengan Mario adalah terkait ketertarikan Noir untuk merambah kategori periferal lain, khususnya yang bisa menjembatani kebutuhan produktivitas dan gaming seperti tagline-nya itu tadi. Jadi selain Noir N2 dan N1v2 tadi, Noir juga telah menyiapkan sebuah wrist rest untuk mouse yang diciptakan dengan tujuan untuk mengurangi angka kasus carpal tunnel syndrome (CTS) yang cukup umum terjadi di kalangan gamer kompetitif.

Dibandingkan wrist rest untuk keyboard, wrist rest untuk mouse jauh lebih jarang digunakan. Namun justru menarik melihat Noir merencanakan produknya bukan berdasarkan apa yang sekiranya bakal laku keras di pasaran, melainkan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh kalangan konsumen yang spesifik — yang cenderung menggunakan pengaturan sensitivitas yang tinggi pada mouse-nya selagi bermain.

Setelahnya, Noir juga akan meluncurkan desk mat hasil kolaborasi mereka dengan desainer produk ternama di tanah air. Mario turut memastikan bahwa Noir sudah ada rencana untuk berkolaborasi dengan orang-orang di komunitas IMKG ke depannya. “Dari komunitas, untuk komunitas,” demikian pernyataan Mario sembari mengakhiri perbincangan kami.

[Computex 2019] Wawancara dengan Presiden APAC dari Synology

Computex 2019 yang dilakukan di Taiwan memang mengundang banyak vendor untuk memamerkan produk-produk mereka. Namun, salah satu vendor yang enggan membuka booth pada perhelatan komputer terbesar di Asia ini adalah Synology. Mereka pun mengadakan pameran tersebut pada Taipei Far Eastern Telecom Park tersebut terletak pada kota New Taipei

Setelah melakukan tur pada pameran yang diadakan sendiri oleh Synology, kami pun diajak masuk ke dalam kantor baru mereka. Hal tersebut tentu saja berhubungan dengan janji kami untuk mewawancarai salah satu petinggi dari Synology. Kami pun langsung dihadapkan dengan Simon Hwang yang menjabat sebagai President APAC Synology.

Synology Desktop

Pada kesempatan yang sama pula, Clara Hsu selaku Synology Sales Specialist membantu kami dalam wawancara kali ini dan menterjemahkan kata-kata dari Simon. Hal tersebut tentu saja membuat kami cukup lega karena walaupun kami cukup fasih dalam berbahasa Inggris, tentu saja masih ada batasan-batasan tertentu yang akan sulit dipahami.

Wawancara yang kami lakukan beserta dua orang dari media lain memakan waktu sekitar 35 menit. Hal tersebut sudah termasuk bagian pengenalan perusahaan oleh Clara Hsu dalam bahasa Indonesia. Ternyata, tidak sedikit perusahaan di Indonesia yang menggunakan solusi dari Synology.

Synology sendiri, menurut sebuah survei, sudah menduduki peringkat pertama untuk produk NAS mereka. Beberapa penghargaan juga telah diraih oleh Synology berdasarkan pilihan pembaca sebuah majalah dan pilihan para pelaku bisnis. Hal tersebut juga tidak lepas dari solusi yang ditawarkan Synology, seperti pada saat adanya ransomware yang menjangkiti sebuah perusahaan besar.

Synology juga memiliki rencana untuk membuat kantor perwakilan di Indonesia, namun tidak untuk dalam waktu dekat ini. Hal ini karena Indonesia terlalu besar, sehingga jika hanya menaruh satu cabang saja di Jakarta, sepertinya tidak bisa mewakili seluruh daerah.

Simon Hwang - President APACSimon Hwang – President APAC

Synology memiliki banyak solusi, hanya belum banyak yang mengetahui produknya. Oleh karena itu, strategi yang ada sekarang mengadakan pelatihan-pelatihan, yang sayangnya, masih di sekitar pulau Jawa saja. Ke depannya, pelatihan akan dilakukan diluar pulau Jawa. Synology ingin menggaet partner untuk melokalisasi teknologi mereka.

Clara sendiri merupakan salah satu strategi agar Synology dikenal di Indonesia. Dengan menggaet orang lokal, tentu saja perangkat dan teknologi mereka akan bisa lebih dikenal di Indonesia. Hal tersebut juga karena adanya batasan dari komunikasi.

Synology juga mengklaim bahwa mereka lebih murah dari pesaingnya. Oleh karena itu, alokasi keuangan untuk para perusahaan akan lebih bisa dihemat dengan menggunakan solusi mereka. Solusi software yang dimiliki oleh Synology juga terjangkau dan mudah dipakai.

Kami pun merekam wawancara yang dilakukan dengan menggunakan smartphone Samsung Galaxy S10+. Berikut adalah wawancara eksklusif yang lebih lengkap yang dilakukan DailySocial dengan Simon Hwang. Yuk, mari kita simak bersama-sama video wawancara berikut ini. Video ini juga dapat langsung Anda jalankan pada kanal DailySocial TV kami.

*Foto dan video diambil dengan menggunakan smartphone Samsung Galaxy S10+

Esports Fighting Indonesia: Yang Terkucilkan Namun Menolak untuk Tergeletak

Tahun 2018 mungkin boleh dibilang sebagai tahun kebangkitan gairah esports di ibu pertiwi. Namun esports sendiri sebenarnya mencakup banyak sekali cabang game dari mulai MOBA (Multiplayer Online Battle Arena), FPS (First Person Shooter), Battle Royale, Sports, Fighting, CCG/TCG (Collectible Card Game / Trading Card Game), Racing, dan yang lainnya.

Sayangnya, faktanya, kebangkitan gairah esports ini tidak merata di semua game. MOBA adalah yang paling laris berkat jumlah pemain yang masif dari Mobile Legends dan Dota 2. Game Fighting adalah salah satu genre esports yang boleh dibilang masih dimarginalkan.

Lain kali, kita akan berbincang untuk genre lainnya namun kali ini saya telah mengundang salah seorang dedengkot dari cabang game fighting untuk berbagi ceritanya. Ia bernama Bramanto Arman yang merupakan Co-Founder Advance Guard.

Bram Arman (kiri). Sumber: Advance Guard
Bram Arman (kiri). Sumber: Advance Guard

Buat yang tidak terlalu familiar dengan dunia persilatan esports, ijinkan saya mengenalkannya terlebih dahulu. Advance Guard merupakan icon dari esports fighting di Indonesia. Di kala kebanyakan event organizer di Indonesia ramai-ramai menggarap MOBA, Bram bersama Advance Guard nya memang setia membesarkan genre tersebut sejak didirikan dari 2012.

Menurut cerita Bram, Advance Guard sendiri juga sebenarnya merupakan tempat berkumpulnya beberapa komunitas game fighting. Misalnya, untuk komunitas Tekken, mayoritas berasal dari IndoTekken. Sedangkan untuk Street Fighter, kebanyakan dari IndoSF.

Berkat ketekunan dan jerih payah mereka di sini, beberapa turnamen garapan Advance Guard bahkan mendapatkan sertifikasi resmi dari CAPCOM (untuk Street Fighter series) dan Bandai Namco (untuk seri Tekken) sebagai turnamen kualifikasi di tingkat internasional.

Jadi, perwakilan Indonesia yang ingin bertanding untuk CAPCOM Pro Tour dan Tekken World Tour harus melalui turnamen besutan Advance Guard.

Tentu saja, prestasi Advance Guard tersebut sudah tak dapat dipandang remeh lagi. Plus, kenyataannya, memang tidak ada lagi ‘otoritas’ yang lebih tinggi selain mereka di dunia persilatan esports fighting Indonesia.

Mari kita masuk ke obrolannya.

Sumber: Advance Guard
Sumber: Advance Guard

Popularitas esports fighting di Indonesia

Seperti yang saya tuliskan di atas tadi, exposure esports fighting di Indonesia memang masih kurang. Hal ini juga dirasakan oleh Bram.

“Minim sekali dibandingkan dengan game-game mainstream yang punya player base sangat besar di Indonesia.” Ungkapnya. Menurutnya, hal ini terjadi juga berkat ada faktor game-nya itu sendiri.

Bram pun menjelaskan bahwa game-game esports yang laris di Indonesia itu memang nyatanya game freemium yang adiktif sehingga bisa membuat banyak orang ‘khilaf’ dengan in-app purchase-nya. 

“Dari situ, akhirnya mereka melihat banyak pemain Indonesia yang memainkan game tersebut dan membuat event berskala besar. Itu untuk game Mobile Legends, AoV, dan PUBG Mobile.”

Sedangkan untuk PUBG (PC), Bram melihat ada wadah yang menaungi para gamer itu, seperti berbagai jenis iCafe. Karena itulah, banyak gamer bisa mencoba game tersebut tanpa membeli; cukup perlu membayar billing di warnet (bahasa kerennya iCafe). Hal ini dirasakan sama seperti yang terjadi di Dota 2.

Sumber: Advance Guard
Sumber: Advance Guard

Popularitas esports figthing di luar Indonesia

Jika popularitas esports fighting di dalam negeri memang masih minim, bagaimana dengan di luar sana?

Bram pun mengatakan bahwa popularitas esports fighting juga masih kalah dengan game-game mainstream di sana. Ia bahkan bercerita bahwa salah satu ajang esports fighting terbesar di dunia, EVO, juga berawal dari cerita yang sama dengan Bram.

Mereka juga awalnya membuat acara untuk komunitas dan penuh dengan passion. Namun seiring berkembangnya esports, EVO sekarang sudah bisa sebanding dengan ajang esports kebanyakan yang bertanding di stadium dengan production yang hingar bingar, dan dapat dukungan banyak sponsor.

Berkat perjuangan EVO itu tadi, EO-EO besar yang sebelumnya tidak menjamah fighting pun akhirnya ikut tergoda.

Bram pun menambahkan esports fighting sebenarnya juga seharusnya bisa populer karena lebih mudah dinikmati oleh orang-orang yang tidak memainkan game tersebut. Saya pribadi setuju sekali. Pasalnya, menonton pertandingan MOBA sebenarnya juga tidak menarik jika kita sendiri tidak memainkannya.

Meski masih kalah populer, di luar sana esports fighting sudah jauh lebih besar. Ia pun bercerita pengalamannya berkunjung ke REV Major, turnamen game fighting terbesar di Filipina. Di sana, ia melihat antusiasme yang begitu tinggi tidak hanya dari para pemainnya namun juga para penonton yang rela datang meski harus membayar tiket yang harganya tidak murah.

Sumber: VG247
Sumber: VG247

Di luar sana, esports fighting juga bahkan sudah didukung oleh beberapa selebriti seperti atlit wrestling Kenny Omega dan Saviour Woods. Ada juga rapper Amerika, Lupe Fiasco.

Perjuangan Advance Guard menggarap esports fighting Indonesia

Lalu, pertanyaannya, dengan popularitas yang masih minimal, kenapa Bram dan Advance Guard masih setia dengan esports fighting? Kenapa tidak bergeser ke game-game lain yang populer seperti kebanyakan Event Organizer (EO) lainnya?

“Karena approach kita memang berbeda.” Jawab Bram lugas.

Lanjutnya, “tak bisa dipungkiri, EO lain kan umumnya komersil jadi mereka melihat pasar yang sudah matang. Kalau saya kan dari komunitas. Jadi, saya berjuang agar komunitas ini bisa survive. Memang berat sih karena bisa dibilang minim support, jika dibanding dengan game mainstream pada umumnya.”

Ia pun memberikan pengandaian seperti ini, kebanyakan orang merasa menyirami tanaman tandus itu sia-sia; lebih baik memetik buah yang sudah ada. Sedangkan Bram memilih untuk terus menyirami tanah tandus, sampai akhirnya muncul satu helai daun. Hal ini ia lakukan karena kecintaannya terhadap game-game fighting.

Sumber: Polygon
Sumber: Polygon

Hasilnya pun sekarang Advance Guard punya jati diri dan ikonik di esports fighting. Mereka yang tadinya hanya mengerjakan skala kecil dari komunitas, sekarang mereka ‘kiblat’nya standar internasional.

Meski demikian, dari sisi bisnis, Bram mengaku perjalanan Advance Guard masih jauh jika berbicara soal profit (dibanding dengan  sejumlah EO yang menggarap game-game populer tadi).

Menurut ceritanya, untuk esports fighting di luar negeri, EO-EO besar biasanya kolaborasi dengan mereka yang sudah biasa di ranah itu. Hal ini terjadi di Malaysia, Filipina, dan Thailand.

“Jadi, idealnya, inginnya seperti itu ya. Tapi kadang-kadang di sini malah jadinya rebutan kue… Hahaha,” ujar Bram sembari berseloroh.

Apa saja yang dibutuhkan oleh esports fighting di Indonesia

Lalu apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh esports fighting Indonesia saat ini?

Pertama, dari sisi exposure, masih banyak media game dan esports yang minim sekali memberitakan dari ranah esports fighting. “Hanya media yang memang memiliki ketertarikan terhadap game fighting yang cenderung lebih banyak membahas. Media umumnya menuliskan berita esports fighting jika cukup besar skalanya. Sepengetahuan saya, IGX (Indonesia Game Xperience) termasuk yang banyak tulisannya dari media.”

IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard
IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard

Menurut Bram faktor pembaca game fighting sendiri juga masih segmented dibanding dengan game lain yang lebih populer. Padahal, di satu sisi, banyak hal yang sebenarnya bisa dibahas dari game fighting. Para pemain profesional nasional ataupun luar bisa jadi bahan artikel.

Apalagi, menurut Bram, para pemain game fighting dari Indonesia sebenarnya sudah bisa bertarung di tingkat Asia Tenggara. Bram pun bercerita bahwa beberapa waktu lalu, di Filipina, perwakilan Indonesia sempat meraih juara 1 untuk kompetisi BlazBlue Cross Tag Battle dan BlazBlue Central Fiction.

Meski demikian, Bram pun menambahkan bahwa untuk mengejar prestasi di tingkat Asia atau dunia, para pemain Indonesia masih perlu banyak belajar. Prestasi ini perlu diacungi jempol mengingat esports fighting memang masih minim exposure dan dukungan.

Lalu bagaimana dengan dukungan organisasi esports dalam negeri? Apakah hal tersebut dapat membantu perkembangan esports fighting? Apalagi mengingat belum banyak organisasi esports Indonesia yang punya divisi game fighting.

Sumber: Advance Guard
Sumber: Advance Guard

“Kalau menurut saya pribadi, bisa saja; selama ada potensi dan passion dari pemainnya. Sponsor bisa memberikan kesempatan bagi para pemain untuk bertanding di luar negeri untuk menambah pengalaman.” Jelas Bram.

Ditambah lagi, “mau tidak mau, mereka harus bertanding di luar negeri untuk menaikkan standar.”

Kebetulan, belakangan ini salah satu pemain game fighting diajak bergabung dengan Alter Ego. Jadi, hasilnya mungkin bisa dilihat dari hasil kerja sama tersebut.

Selain mendapatkan sponsor, bagaimana jika para pemain game fighting juga mendapatkan gaji bulanan layaknya para pemain Dota 2 ataupun Mobile Legends? Apakah hal tersebut bisa membantu prestasi? Saya pun bertanya.


Menurut cerita Bram, para pemain game fighting saat ini sudah mendapatkan semacam gaji namun dari streaming yang jumlahnya relatif kecil. “Tapi ini bisnis ya, saya rasa mungkin yang win-win saja buat kedua belah pihak.”

Bram pun menambahkan bahwa kondisi yang ada sekarang lebih cocok untuk mereka yang masih kuliah / fresh graduate dan sangat passion di sini. Sedangkan untuk yang sudah berumur, mereka harus berpikir matang apakah sebanding kerja keras dengan jenjang karir ke depannya jika dibandingkan dengan kerja kantoran pada umumnya.

Menurutnya, masalah terberat berkarir di esports itu dari kekhawatiran orang tua yang pasti dibandingkan dengan pekerjaan kantoran. Baru game-game MOBA yang hadiahnya ratusan juta yang bisa membuat sejumlah orang tua terbuka dengan industri esports.

Meski begitu, Bram pun mengatakan, akhirnya memang kembali lagi ke masing-masing pemainnya. Jika dia bisa sukses dan tak bergantung orang tua, mereka bisa menyakinkan keluarga untuk bisa berkarir di sini.

AMD Esports Fight! Sumber: AMD
AMD Esports Fight! Championship 2018. Sumber: AMD

Selain 2 hal tadi, dukungan sponsor ke esports fighting tentu juga sangat berharga; misalnya seperti AMD yang sempat menggelar kompetisi untuk game fighting (AMD eSports FIGHT! Championship 2018).

“Kalau semua turnamen game bisa menyamai prize pool yang ditawarkan oleh turnamen game MOBA, tentunya dari sisi bisnis dan kesenjangan antara para pelaku esports bisa terjaga. Jadi, ekosistem esports itu perlu stabil dulu.”

Terakhir, menurut Bram, yang dibutuhkan juga oleh esports fighting adalah pengenalan game fighting itu sendiri.

“Saya melihat Indonesia masih jauh dari itu jika dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, ataupun Filipina. Setidaknya, di sana, event esports selalu ada spot untuk game fighting.

Karena itu juga, saya ingin berterima kasih pada AMD yang telah memberikan kepercayaannya kepada saya untuk menjalankan event mereka.

Harapannya, ekosistem esports fighting terus pelan-pelan berkembang dari berbagai aspek. Toh, esports fighting itu adalah salah satu esports yang punya faktor entertainment yang paling menarik dan punya banyak pemain nasional yang berprestasi di luar sana.” Tutup Bram.

Itu tadi obrolan singkat kami bersama Bram tentang seluk beluk esports fighting. Semoga saja tanah tandus yang sepenuh hati digarap Bram dan kawan-kawannya dari Advance Guard dan komunitas game fighting bisa berubah jadi taman indah yang bisa dinikmati semua orang ya!

Oh iya, jangan lupa like Facebook Fanpage Advance Guard ya untuk info-info terbaru seputar esports fighting.

Perjalanan Tekken Dari Game Arcade Menjadi eSport

Seri Tekken sangat populer di kawasan Asia. Sudah lama fans menyebutnya sebagai permainan fighting paling teknis, dipuji karena menyajikan gameplay yang detail, solid dan seimbang. Bermula dari arcade lebih dari dua dekade silam, game milik Namco ini sering dipertandingkan di kompetisi-kompetisi bergengsi, dan kini beridiri setara dengan judul-judul eSport lain.

Sejak 2013, Tekken menjadi bagian permanen dari ajang Evo Championship, bahkan jadi game eksklusif di banyak channel-channel eSport. Melegendanya Tekken ialah buah dari kerja keras Katsuhiro Harada, producer, sutradara dan juga pengisi suara karakter permainan. Dan di TGS kemarin, Venture Beat memperoleh kesempatan buat berbincang-bincang langsung dengan Harada dan desainer Michael Murray, membahas mengenai perjalanan panjang Tekken dan statusnya saat ini sebagai judul kompetitif.

Tekken 7 2

Berdasarkan penjelasan sang producer, evolusi Tekken dari arcade ke eSport merupakan hal yang alami. Sejak awal, kreasi timnya itu sangat mendukung acara-acara turnamen, elemen tersebut sudah ada sebelum meroketnya kepopularitasan eSport. Namun dengan naik daunnya ranah kompetitif, terekspos pula banyak selebriti-selebriti online. Lalu tersedianya versi console memudahkan orang mengadakan ajang latihan, kualifikasi hingga turnamen dari jarak jauh.

Pendekatan ini turut diusung dalam judul terbaru permainan mereka, Tekken 7. Game telah didukung fitur online play, sehingga memungkinkan diadakannya kejuaraan arcade di lokasi berbeda, pertama kali tersedia di franchise ini. Kata Murray, mode online juga akan dihadirkan pada versi console Tekken 7, rencananya segera meluncur pada triwulan pertama atau kedua 2017.

Di inkarnasi terkini, struktur Tekken betul-betul ‘eSport ready‘. Harada menggunakan implementasi Rage Art sebagai sampelnya. Fitur ini membuat karakter Anda lebih berbahaya saat health mereka jatuh di bawah level kritis. Rage Art mendongkrak tingkat keampuhan serangan, bisa digunakan dalam beberapa cara, salah satunya ialah mengeluarkan teknik mematikan yang juga mengaktifkan efek sinematik di mana kamera jadi berpindah-pindah. Dengan begini, pertandingan bukan cuma terasa seru bagi pemain, tapi asik untuk ditonton.

Tekken 7 1

Bandai Namco mengungkapkan rasa hutang budi mereka pada arcade dan tidak berniat melupakan jasa platform ini. Harada mengerti rasa frustasi para gamer di luar Jepang yang harus menunggu versi console dirilis untuk bisa menikmati Tekken 7. Namun ia menyampaikan, tanpa meluncurkannya di arcade terlebih dulu, timnya tidak dapat meneruskan seri permainan melewati Tekken 5. Meski begitu ia mengaku, penyesuaikan akan terus dilakukan, dan terlalu fokus ke arcade juga bukanlah keputusan bijaksana.

Dan dalam menyajikan game ke platform berbeda, tantangan terbesar bagi developer ialah menemukan titik keseimbangan. Jika dirancang sebagai permainan arcade, maka durasi, narasi dan momentum harus disajikan lebih cepat; berbeda dari console.

Kabar gembiranya, filosofi desain Tekken pelan-pelan berubah, Namco kini tak lupa fokus pada kualitas dan kuantitas konten demi memuaskan khalayak eSport.

Tekken 7 3

Alasan Mengapa Nixia Menjadi Sosok yang Dibutuhkan Gamer Indonesia

Konotasi negatif mengenai game, terutama di Indonesia, perlahan-lahan hilang berkat usaha berbagai pihak. Setelah perjalanan panjang, eSport diakui pemerintah, lalu asosiasi gaming kompetitif internasional semakin terpanggil buat melaksanakan turnamen besar di nusantara. Upaya lain juga dilakukan oleh seorang gamer cantik yang belakangan sering tampil di televisi.

Nixia

Monica Carolina, gadis dengan panggilan akrab Nixia di kalangan gamer ini kembali memberikan DailySocial kesempatan untuk mengintip kehidupannya. Di tanah air, Nixia punya peran yang sulit disamai: ia adalah kombinasi unik antara gamer hardcore dan selebriti, lalu karena Nixia tidak asing di ranah eSport, beberapa orang juga menganggapnya sebagai gamer profesional.

Nixia 11

Beberapa hal pertama yang umumnya sering ditanyakan orang saat berkenalan dengan Nixia ialah, apa alasannya ia memilih hidup sebagai gamer dan bagaimana caranya? Jawabannya mungkin mengejutkan Anda, perjalanan karier Nixia dimulai dengan angan-angan seluruh gamer: mendapatkan dukungan buat mengerjakan hobinya dan berkesempatan menghasilkan uang dari sana.

Nixia 14

Awalnya, Nixia sendiri tidak pernah membayangkan untuk jadi gamer terkenal, bertanding di event besar dan mendapatkan bayaran. Ia hanya suka ber-gaming serta mengulas hardware, dari mulai kartu grafis sampai periferal. Seperti kita, Nixia bermimpi buat berkesempatan memiliki produk-produk canggih, dan merasa sangat senang jika diberi pinjaman perangkat high-end. Pertemuannya dengan Johnathan ‘Fatal1ty’ Wendel dan terbukanya peluang mengikuti lebih banyak turnamen-lah yang memicu Nixia mendirikan tim gaming all-female NXA Ladies.

Nixia 1

Nixia sendiri merasa sedikit risih pada istilah pro-gamer yang mau tak mau melekat di dirinya. Sang gamer girl memang sudah lama mengumpulkan prestasi, namun Nixia mengakui bahwa ia masih belum pantas disebut gamer profesional. Baginya, masih ada banyak orang yang lebih layak memperoleh titel ini. Dengan rendah hati, Monica hanya mendeskripsikan dirinya sebagai ‘gamer berpenghasilan’.

Nixia 12

Kesuksesan Nixia juga tidak jarang menimbulkan anggapan negatif, biasanya berbunyi: ‘enak sekali dia padahal hanya modal sponsor saja’. Sang gamer bilang, sebetulnya lebih mudah membeli sendiri hardware buat di-review ketimbang mendapatkan sponsor. Berbeda dari keadaan sekarang, dahulu vendor sangat selektif dalam memberikan barang, bahkan produk murah sekalipun. Kesempatan mendapatkannya sangat kecil jika Anda belum dikenal. Untuk Nixia, diberikan kepercayaan bernilai lebih tinggi dari uang.

Nixia 17

Di titik ini pun, Nixia tidak berpikir untuk mencurahkan tenaga dan pikirannya menyelami ranah gaming kompetitif dan menjadi pro-gamer sejati. Ia masih menganggap dirinya gamer hardcore biasa, dan tidak pernah menuntut tim NXA Ladies untuk serius di gaming kompetitif – hanya menekankan mereka buat bermain secara serius tapi tetap ‘for fun‘.

Nixia 18

Nixia menjelaskan ada perbedaan antara menjadi profesional di gaming dengan gamer profesional. Di Indonesia, industri gaming terus berevolusi dan belum menunjukkan wujud matangnya. eSport memang maju, tapi ketatnya persaingan juga menyebabkan peluang memperoleh pendapatan dari sana kian menyempit. Kita turut menyaksikan sendiri kemunculan YouTuber-YouTuber gaming terkenal, dan faktanya, penghasilan mereka jauh lebih tinggi dari rata-rata atlet eSport Indonesia.

Nixia 10

Lalu dalam begitu luasnya lini gaming, di mana posisi Monica Carolina berada?

Influencer mungkin merupakan deskripsi yang paling pas. Ada banyak sekali selebriti dan YouTuber di luar sana, tetapi hanya sedikit yang bisa memberikan pengaruh pada fans serta viewer.

Nixia 8

Terlepas dari hal itu, Nixia menekankan bahwa tiap tim dan individu punya peran penting untuk mengembangkan industri ini. Beberapa tim eSport bisa memajukan ranah gaming Indonesia lewat partisipasi mereka di kompetisi internasional, sedangkan diliput media-media mainstream dan jadi bintang tamu di beragam acara talk show adalah cara Nixia memasyarakatkan video game bukan hanya dari sisi kompetitif. Marcom-nya game ialah sebutan yang ia pakai.

Nixia 6

Sulit bagi Anda untuk merasakan anggapan buruk mengenai game jika hanya tinggal di ibukota. Di luar Jakarta, informasi mengenai potensi eSport sampai efek positif dari permainan video mungkin cuma bisa sampai ke mata dan telinga khalayak melalui media cetak serta elektronik mainstream. Berdasarkan jam terbang, Nixia boleh dibilang merupakan gamer yang paling sering tampil di sana.

Nixia 9

“Saat hadir dalam event di luar kota, saya pernah kehadiran tamu yang jauh-jauh datang ke venue hanya untuk mengucapkan terima kasih, karena dengan munculnya Nixia di televisi, ia bisa tahu banyak soal game,” kenang Monica. “Banyak orang tua juga bersemangat mengantarkan anak-anaknya buat bertemu tim NXA Ladies, lalu pengunjung ada yang bilang bisnis warnet-nya maju setelah banyak orang menonton Nixia dan kawan-kawan di TV.”

Nixia 4

Buat Monica ‘Nixia’ Carolina, kepopularitasan dan uang hanyalah bonus. Hal terpenting baginya ialah terus menjalani aktivitas sebagai hardcore gamer dan influencer.

Terima kasih Nixia dan seluruh tim NXA Ladies atas kesempatan ini.

Nixia 13

Nixia 3

Nixia 2

Nixia 15