Tag Archives: Wearable Device

Ray-Ban Stories Adalah Kacamata Pintar Generasi Pertama dari Facebook

Setelah lama dirumorkan, Facebook akhirnya secara resmi memperkenalkan kacamata pintar perdananya pada tanggal 9 September kemarin. Dinamai Ray-Ban Stories, perangkat ini memang merupakan hasil kolaborasi langsung Facebook dengan sang produsen kacamata asal Italia tersebut, lebih tepatnya induk perusahaannya, yakni EssilorLuxottica.

Secara fisik, Ray-Ban Stories nyaris identik dengan kacamata tradisional, dan frame-nya pun tergolong tipis untuk ukuran perangkat yang mengemas sederet komponen elektronik. Anda tidak akan menemukan satu pun branding Facebook di tubuhnya, dan satu-satunya bagian yang menunjukkan bahwa ini bukan kacamata biasa hanyalah dua lensa kecil di ujung kiri dan kanan atasnya.

Di balik masing-masing lensa tersebut, tertanam sensor kamera 5 megapiksel. Kenapa harus dua? Supaya foto yang dihasilkan juga bisa diberi efek 3D. Foto tangkapannya sendiri memiliki resolusi 2592 x 1944, sementara videonya memakai format kotak dengan resolusi 1184 x 1184.

Pengoperasiannya terkesan sangat simpel. Pada tangkai sebelah kanan, pengguna bisa menemukan sebuah tombol. Klik tombol tersebut, maka perangkat bakal merekam video selama 30 detik. Klik dan tahan tombolnya, maka perangkat bakal menjepret foto. Selagi kameranya bekerja, orang lain bisa melihat indikator LED kecil di sebelah lensanya menyala dalam warna putih.

Untuk melihat hasil tangkapannya, pengguna perlu memakai aplikasi Facebook View di perangkat Android maupun iOS. Lewat aplikasi ini pula pengguna dapat mengunggah konten ke Facebook, Instagram, WhatsApp, Messenger, Twitter, TikTok, Snapchat, dan lain sebagainya.

Seandainya tangan pengguna sedang sibuk, mereka juga bisa mengambil video atau foto dengan memanfaatkan perintah suara. Ya, selain mengusung kamera, kacamata ini rupanya juga mengemas mikrofon sekaligus speaker. Jadi selain untuk mengabadikan momen, perangkat juga dapat difungsikan untuk menelepon atau mendengarkan musik.

Yang tidak bisa dilakukan oleh kacamata ini adalah menampilkan konten augmented reality (AR) di hadapan penggunanya. Tidak seperti prototipe Spectacles generasi keempat, Ray-Ban Stories sama sekali tidak dibekali kapabilitas AR. Maklum, kacamata ini merupakan produk generasi pertama.

Dalam sekali pengisian, Stories diyakini mampu bertahan sampai satu hari penuh. Kacamata ini hadir bersama sebuah wadah yang merangkap sebagai charging case, jadi Anda tidak usah repot-repot mencari colokan tersembunyi di tangkainya. Case ini dapat mengisi ulang Stories sampai sebanyak tiga kali sebelum ia sendiri perlu dicolokkan ke charger.

Sebagai produk yang mempunyai asosiasi langsung dengan Facebook, Ray-Ban Stories tentu memicu pertanyaan-pertanyaan seputar privasi. Namun kalau menurut Facebook sendiri, Stories dirancang dengan berfokus pada aspek privasi. Mereka bahkan telah menyiapkan sebuah microsite yang secara khusus menjelaskan mengenai fitur-fitur privasi milik kacamata ini.

Lalu seandainya pengguna benar-benar butuh privasi ekstra, mereka bisa mematikan semua komponen elektronik yang tertanam di Stories lewat sebuah tuas kecil di belakang engselnya.

Tertarik? Well, sayang sekali untuk sekarang Ray-Ban Stories baru akan tersedia di Amerika Serikat, Australia, Inggris, Irlandia, Italia, dan Kanada. Harganya dipatok $299, dan ia tersedia dalam total 20 variasi desain berdasarkan tiga style khas Ray-Ban — Wayfarer, Round, dan Meteor. Sejauh ini belum ada informasi terkait ketersediaannya di negara-negara selain yang sudah disebutkan.

Sumber: Facebook.

Fitbit Charge 5 Hadir Membawa Desain Baru yang Lebih Stylish Sekaligus Layar Berwarna

Fitbit Charge adalah salah satu lini produk terpopuler Fitbit yang sudah eksis sejak tahun 2014. Tahun demi tahun, Fitbit terus menambahkan sederet pembaruan di tiap generasi Charge. Untuk tahun ini, pembaruan yang dihadirkan rupanya adalah yang paling banyak dan paling signifikan.

Dari fisiknya saja, Fitbit Charge 5 sudah kelihatan sangat berbeda dari Charge 4 yang dirilis tahun lalu. Hilang sudah gaya yang terkesan kaku, digantikan oleh lengkungan-lengkungan yang seksi nan elegan. Tebal bodinya pun menyusut hingga sekitar 10 persen. Secara keseluruhan, penampilan Charge 5 memang tidak sampai semodis Fitbit Luxe, tapi setidaknya jauh lebih manis di mata ketimbang pendahulu-pendahulunya.

Fitbit Charge 4 (kiri) dan Fitbit Charge 5 (kanan) / Fitbit

Juga ikut berubah drastis adalah layarnya. Charge 5 merupakan perangkat pertama di keluarga Fitbit Charge yang dibekali panel layar AMOLED berwarna. Layar ini juga dilengkapi fitur always-on, dan Fitbit tidak lupa melapisinya dengan kaca Gorilla Glass 3 demi proteksi ekstra. Berhubung AMOLED, tingkat kecerahan layarnya juga jauh lebih baik. Sekitar dua kali lebih terang daripada layar milik Charge 4 kalau kata Fitbit — 450 nit dibanding 200 nit.

Kalau kita lihat sisi kiri dan kanannya, sepintas Charge 5 mungkin kelihatan seperti dilengkapi dua buah tombol yang memanjang. Namun bagian tersebut sebenarnya berguna untuk mewujudkan dua fitur andalan Charge 5, yaitu pengecekan electrocardiogram (ECG) — cuma tersedia di negara-negara tertentu — dan electrodermal activity (EDA). Sebelumnya, dua fitur tersebut hanya bisa dinikmati oleh pengguna smartwatch Fitbit Sense.

Sebagai informasi, sensor EDA berfungsi untuk mengukur respon tubuh terhadap beragam faktor yang menyebabkan stres dengan cara memperhatikan perubahan aliran listrik pada kelenjar keringat di jari. Fitbit percaya fitur ini dapat membantu pengguna mengurangi tingkat stres, dan data yang mereka kumpulkan selama ini menunjukkan bahwa 70% pengguna Fitbit Sense berhasil menurunkan laju jantungnya dengan mengaktifkan fitur EDA Scan.

Khusus untuk para pelanggan Fitbit Premium, mereka nantinya juga bisa memantau metrik baru bernama Daily Readiness Score di Charge 5. Metrik ini akan ditampilkan setiap pagi hari dengan memperhatikan faktor-faktor seperti tingkat kebugaran, variabilitas denyut jantung, maupun kualitas tidur semalam. Tujuannya adalah supaya pengguna bisa memahami apakah tubuhnya sudah siap untuk berolahraga, atau apakah sebaiknya pengguna lebih memprioritaskan pemulihan.

Seperti pendahulunya, Charge 5 dapat digunakan secara mandiri tanpa harus terhubung ke smartphone setiap saat karena ia sudah dilengkapi dengan GPS. NFC pun turut tersedia sehingga pengguna bisa memakainya untuk transaksi contactless.

Fitbit rencananya akan segera menjual Charge 5 dengan banderol $180, lebih mahal $30 daripada Charge 4, tapi dengan pembaruan sebanyak dan sesignifikan tadi. Plus, khusus konsumen baru, harga ini juga sudah termasuk gratis berlangganan Fitbit Premium 6 bulan.

Untuk warnanya, Fitbit menawarkan tiga kombinasi warna strap dan bodi: Black/Graphite, Lunar White/Soft Gold, dan Steel Blue/Platinum. Sejumlah strap opsional dengan pilihan bahan dan gesper yang bervariasi juga dapat dibeli secara terpisah.

Sumber: Fitbit dan The Verge.

Samsung Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic Resmi Hadir di Indonesia, Ada Versi LTE

Samsung resmi memperkenalkan Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic pada tanggal 11 Agustus kemarin, dan kedua smartwatch itu pun sudah bisa dipesan di Indonesia sejak beberapa hari yang lalu. Menurut Taufiq Furqan selaku Product Marketing Manager Samsung Mobile di Indonesia, antusiasme konsumen tanah air rupanya cukup besar terhadap kedua perangkat ini.

Hal itu bisa dimengerti mengingat Watch4 dan Watch4 Classic adalah smartwatch pertama Samsung yang menjalankan sistem operasi Wear OS. Namun agar tetap terasa familier di mata konsumen, Samsung tidak lupa menyematkan tampilan antarmuka One UI. Jadi meski fondasi dasarnya berbeda, Samsung berani memastikan pengguna tidak akan perlu waktu lama untuk beradaptasi dengan Wear OS di Watch4 dan Watch4 Classic.

Lalu bagaimana nasib smartwatch Samsung yang masih menjalankan OS Tizen? Apakah ke depannya Samsung juga bakal merilis update Wear OS? Sayang sekali tidak. Meski begitu, Taufiq menjamin bahwa konsumen tidak perlu khawatir karena Samsung masih akan terus memberikan support terhadap Tizen. Namun kalau mereka memang menginginkan lebih, Watch4 dan Watch4 Classic tentu bisa jadi pilihan.

Seperti yang sudah saya jelaskan secara merinci di artikel sebelumnya, baik Watch4 maupun Watch4 Classic sama-sama hadir dalam dua ukuran. Kalau dilihat secara keseluruhan, Watch4 terkesan sangat sporty, sedangkan Watch4 Classic terkesan lebih elegan dan classy. Ini wajar mengingat Watch4 sejatinya merupakan suksesor dari Watch Active2, sedangkan Watch4 Classic adalah penerus langsung dari Watch3. Itu juga yang menjadi alasan mengapa cuma Watch4 Classic yang dilengkapi rotating bezel.

Kalau dibandingkan dengan Watch Active2, bodi Watch4 rupanya lebih tipis sekitar 1,1 mm. Watch4 Classic pun juga demikian; jika disejajarkan dengan Watch3, kita bisa melihat bodi Watch4 Classic yang lebih tipis 1,2 mm. Bobotnya pun lebih enteng sekitar 1,8 gram. Fisik yang lebih ringkas ini akan terdengar semakin mengesankan setelah mengetahui peningkatan dari sisi hardware yang Samsung terapkan pada Watch4 dan Watch4 Classic.

Yang paling utama adalah prosesor Exynos W920, yang tak hanya menawarkan performa lebih kencang, tapi juga konsumsi daya yang lebih irit berkat proses pabrikasi 5 nm. Tidak kalah penting adalah sensor baru yang memungkinkan pengguna untuk memantau atribut kesehatan secara lebih lengkap; mulai dari pengecekan detak jantung, tekanan darah, kadar oksigen dalam darah, elektrokardiogram (EKG), dan untuk pertama kalinya, pemantauan komposisi tubuh.

Bagi pengguna yang membutuhkan penyemangat ekstra selagi berolahraga, mereka bisa memanfaatkan fitur Group Challenges di aplikasi Samsung Health untuk saling memotivasi satu sama lain. Di luar jam olahraga, Watch4 dan Watch4 Classic juga siap memantau kualitas tidur secara lebih akurat, sekaligus mendeteksi berapa lama pengguna mendengkur selama terlelap.

Ada varian LTE

Untuk pertama kalinya di pasar tanah air, Samsung menghadirkan varian smartwatch yang dibekali konektivitas LTE di samping varian yang hanya dibekali koneksi Bluetooth. Secara fitur dan spesifikasi, varian Bluetooth-only dan LTE ini sebenarnya sama, hanya saja varian LTE lebih fleksibel karena dapat beroperasi secara mandiri dan tidak selalu harus bergantung pada smartphone.

Varian LTE ini hanya tersedia untuk Watch4 Classic, akan tetapi Taufiq bilang ada kemungkinan ke depannya Samsung Indonesia bakal menghadirkan varian LTE dari Watch4 apabila terbukti respon konsumen begitu positif. Varian LTE ini mengandalkan teknologi eSIM, dan sejauh ini baru mendukung operator Smartfren. Meski begitu, Samsung terbuka untuk bekerja sama dengan operator lain seandainya mereka juga menawarkan produk eSIM.

Samsung masih membuka pre-order Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic sampai tanggal 29 Agustus 2021. Watch4 ukuran 40 mm dihargai Rp2.999.000 dan tersedia dalam warna Black serta Pink Gold, sedangkan Watch4 ukuran 44 mm dibanderol Rp3.499.000 dan ditawarkan dalam pilihan warna Black, Silver, serta Green.

Untuk Watch4 Classic, Samsung mematok harga mulai Rp4.499.000 untuk versi 42 mm Bluetooth, Rp4.999.000 untuk versi 46 mm Bluetooth, dan Rp5.999.000 untuk versi LTE. Versi Bluetooth-nya tersedia dalam opsi warna Black dan Silver, sementara versi LTE hanya dalam warna Black saja.

Selama masa pre-order, pembeli berhak mendapatkan bonus dengan nilai total Rp1.029.000. Bonusnya mencakup Extreme Sports strap untuk semua varian, dan kesempatan memperoleh cashback dari sejumlah bank. Khusus untuk Watch4 Classic varian LTE, ada bonus eSIM Smartfren dengan total kuoat 90 GB dan masa aktif 360 hari.

Samsung Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic Datang Membawa OS Baru, Prosesor Baru, dan Sensor baru

Bersamaan dengan peluncuran Samsung Galaxy Z Fold3 dan Z Flip3, Samsung turut memperkenalkan dua smartwatch terbaru mereka, yakni Galaxy Watch4 dan Galaxy Watch4 Classic. Lewat kedua perangkat ini, Samsung pada dasarnya ingin memulai babak baru di segmen smartwatch.

Untuk mewujudkannya, Samsung tak lagi menggunakan Tizen sebagai sistem operasi smartwatch-nya. Sebagai gantinya, Samsung dan Google telah melebur Tizen dengan Wear OS. Samsung menamai hasil kolaborasinya ini “Wear OS Powered by Samsung”, sedangkan Google memilih menggunakan nama Wear OS 3. Apapun itu, yang pasti Tizen sudah tinggal kenangan.

Samsung menjanjikan peningkatan dari segi kinerja maupun efisiensi berkat penggunaan sistem operasi baru ini. Namun yang lebih penting mungkin adalah aspek kompatibilitas. Berkat Wear OS, duo Galaxy Watch4 ini pada dasarnya bisa mengakses berbagai aplikasi atau layanan Google yang tidak tersedia pada pendahulunya, contohnya Google Maps.

Spesifikasi dan fitur Samsung Galaxy Watch4 dan Galaxy Watch4 Classic

Beralih ke hardware, satu perbedaan terbesar antara Watch4 dan Watch4 Classic terletak pada bezel-nya. Watch4 mengemas bezel standar yang bisa mengenali sentuhan, sedangkan Watch4 Classic mengusung bezel berputar yang sudah menjadi ciri khas smartwatch Samsung selama ini.

Bahan yang digunakan untuk membuat case masing-masing juga berbeda; aluminium untuk Watch4, stainless steel untuk Watch4 Classic. Otomatis, bobot Watch4 jelas lebih ringan ketimbang Watch4 Classic. Tingkat ketebalan keduanya juga berbeda; Watch4 dengan ketebalan 9,8 mm, sedangkan Watch4 Classic dengan 11 mm. Semuanya tahan air hingga kedalaman 50 meter dan dengan sertifikasi IP68.

Watch4 hadir dalam ukuran 44 mm atau 40 mm, sedangkan Watch4 Classic dalam ukuran 46 mm atau 42 mm. Pada varian besarnya, baik Watch4 maupun Watch4 Classic sama-sama mengandalkan layar sentuh Super AMOLED 1,4 inci dengan resolusi 450 x 450 pixel. Untuk varian kecilnya, keduanya menggunakan panel Super AMOLED 1,2 inci beresolusi 396 x 396 pixel.

Mengotaki kedua smartwatch ini adalah prosesor dual-core Exynos W920 yang dibuat dengan proses pabrikasi 5 nm. Dibanding generasi sebelumnya, prosesor ini menjanjikan kinerja CPU 20% lebih cepat dan kinerja GPU 10 kali lebih gegas. Samsung tidak lupa meningkatkan kapasitas RAM-nya menjadi 1,5 GB, dan perangkat turut dibekali storage internal sebesar 16 GB. GPS maupun NFC juga tersedia sebagai fitur standar.

Terkait fitur-fitur kesehatannya, Watch4 dan Watch4 Classic hadir membawa BioActive Sensor, sensor generasi baru yang pada dasarnya mencakup tiga sensor yang berbeda: Optical Heart Rate, Electrical Heart Rate, dan Bioelectrical Impedance Analysis, sehingga perangkat dapat memonitor tekanan darah, mendeteksi fibrilasi atrium, sekaligus kadar oksigen dalam darah.

Juga baru adalah kemampuan untuk mengalkulasikan komposisi tubuh dengan mengukur parameter-parameter seperti otot rangka, laju metabolisme basal, kadar air maupun kadar lemak dalam tubuh. Semua data tersebut dapat direkam dengan cara menempelkan dua jari ke dua tombol di sisi kanan smartwatch selama 15 detik.

Semua itu tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap daya tahan baterai perangkat. Berkat kinerja prosesor yang lebih efisien, Samsung berani mengklaim daya tahan hingga 40 jam per charge. Fitur fast charging pun turut didukung; pengisian selama 30 menit sudah bisa memberikan daya yang cukup untuk pemakaian selama 10 jam.

Harga dan ketersediaan

Di pasar tanah air, Samsung saat ini sudah membuka gerbang pre-order Galaxy Watch4 beserta Galaxy Watch4 Classic. Keduanya bakal hadir dalam varian Bluetooth-only dan LTE. Untuk Watch4, Samsung mematok harga mulai Rp2.999.000, sementara Watch4 Classic dijual dengan harga mulai Rp4.499.000.

Samsung menawarkan empat pilihan warna untuk Galaxy Watch4, yakni Black, Green, Silver, dan Pink Gold. Untuk Watch4 Classic, opsi warna yang tersedia hanya Black atau Silver. Alternatifnya, Samsung juga akan menghadirkan Galaxy Watch4 Classic Thom Browne Limited Edition yang berlapis rhodium pada akhir bulan September.

Sumber: Samsung.

OPPO Watch 2 Diumumkan, Lebih Ngebut tapi Tetap Irit Baterai

OPPO baru saja mengumumkan OPPO Watch 2, penerus dari smartwatch pertamanya yang dirilis tahun lalu. Meski tidak kelihatan jauh berbeda dari segi desain, OPPO Watch 2 membawa sejumlah pembaruan yang signifikan.

Yang paling utama adalah penggunaan chipset Qualcomm Snapdragon Wear 4100. Kalau merujuk pada klaim Qualcomm sendiri, chipset ini menawarkan peningkatan performa prosesor hingga sebesar 85% jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yakni Wear 3100. Kinerja grafisnya pun juga diklaim 2,5x lebih kencang, tapi di saat yang sama konsumsi dayanya justru 25% lebih rendah berkat proses pabrikasi yang lebih advanced (12 nm).

Chipset tersebut ditemani oleh custom co-processor Apollo4s hasil kolaborasi OPPO bersama Ambiq. Mekanisme chipset ganda ini sebelumnya juga diterapkan pada OPPO Watch generasi pertama, sekaligus menjadi rahasia di balik ketahanan baterainya yang cukup lama. Untuk OPPO Watch 2, OPPO mengklaim daya tahan baterai hingga 4 hari dalam setiap pengisian, atau sampai 16 hari jika pengguna mengaktifkan fitur Power Saver.

Sesuai ekspektasi kita terhadap OPPO, smartwatch ini pun turut dibekali teknologi fast charging yang sangat gegas. Menurut OPPO, 10 menit pengisian saja sudah cukup untuk menenagai perangkat selama satu hari, sedangkan untuk mengisi dari kosong hingga penuh dibutuhkan waktu cuma 60 menit saja.

Seperti pendahulunya, OPPO Watch 2 juga hadir dalam dua varian ukuran: 42 mm dan 46 mm. Varian 42 mm hadir dengan layar AMOLED 1,75 inci beresolusi 372 x 430 pixel, sedangkan varian 46 mm dengan layar AMOLED 1,91 inci beresolusi 402 x 430 pixel. Selain touchscreen, ada dua tombol di sisi kanan yang akan membantu pengoperasian. Secara keseluruhan, fisiknya tahan air hingga kedalaman 50 meter.

Dari segi fitur, OPPO Watch 2 menawarkan fitur heart-rate monitoring, blood oxygen (SpO2) monitoring, sleep analysis, stress monitoring, dan masih banyak lagi. Total ada 100 jenis olahraga yang bisa dikenali, dan perangkat dibekali chip GPS-nya sendiri sehingga tidak perlu terus bergantung dengan smartphone.

OPPO Watch 2 menjalankan sistem operasi ColorOS, namun ini semestinya cuma berlaku untuk versi yang dijual di Tiongkok saja. Kalau mengikuti jejak pendahulunya, versi internasionalnya semestinya bakal menjalankan sistem operasi Wear OS. Pun begitu, sejauh ini OPPO memang sama sekali belum menyinggung soal penjualan OPPO Watch 2 di negara-negara lain. Bisa jadi mereka sengaja menunggu sampai Google meluncurkan Wear OS 3 secara resmi.

Untuk sekarang, OPPO Watch 2 hanya akan dipasarkan di Tiongkok dengan harga 2.000 yuan (± 4,5 jutaan rupiah) untuk varian 46 mm, dan 1.500 yuan (± 3,4 jutaan rupiah) untuk varian 42 mm. Tersedia pula varian 42 mm yang tidak dibekali eSIM seharga 1.300 yuan (± 2,9 jutaan rupiah).

Sumber: 9to5Google dan GSM Arena.

Versi Anyar LG PuriCare Wearable Air Purifier Diungkap, Kini Lebih Ringan dan Dilengkapi Mikrofon Plus Speaker

Masih ingat dengan masker elektronik besutan LG yang punya cara kerja seperti mesin pemurni udara? Berhubung pandemi masih berkelanjutan, LG pun menyingkap versi terbaru dari produk tersebut yang membawa sejumlah penyempurnaan.

Nama resminya masih sama, yakni LG PuriCare Wearable Air Purifier, tapi desainnya sudah sedikit berubah. Yang paling kelihatan berbeda adalah, pada versi barunya kini tidak ada lagi bagian menonjol yang sebelumnya menjadi rumah filter HEPA. Tebakan saya, slot filter HEPA-nya dipindah ke bagian dalam, atau bisa saja saya salah mengingat LG sama sekali tidak membahas soal perubahan desainnya.

Yang ingin LG soroti justru adalah penyempurnaan dari segi kinerja. Utamanya berkat penggunaan komponen motor yang lebih kecil, lebih ringan, sekaligus lebih efisien. Harapannya tentu supaya perangkat jadi bisa lebih nyaman dikenakan, plus dapat beroperasi lebih lama dalam setiap charge.

Benar saja, versi barunya ini memiliki berat cuma 94 gram, jauh lebih enteng daripada versi lamanya yang bobotnya mencapai angka 126 gram. Penggunaan motor berukuran lebih kecil juga menyisakan ruang yang lebih besar untuk baterai. Versi terbaru PuriCare Wearable mengemas baterai berkapasitas 1.000 mAh, bandingkan dengan versi pertamanya yang mengusung baterai 820 mAh.

Namun entah kenapa, LG masih mengklaim daya tahan baterai yang sama seperti sebelumnya, yakni hingga sekitar 8 jam pemakaian. Charging-nya sendiri membutuhkan waktu selama sekitar 2 jam. Hal lain yang juga tidak diubah adalah sepasang kipas yang dapat menyesuaikan kekuatan putarannya secara otomatis berdasarkan pola pernapasan pengguna.

Sepertinya versi barunya juga bakal tersedia dalam warna hitam / LG

Selain kinerja yang lebih baik, versi baru PuriCare Wearable turut dilengkapi mikrofon dan speaker internal yang bertugas menangkap sekaligus mengamplifikasi suara pengguna. Gunanya tentu supaya suara pengguna bisa terdengar lebih jelas, dan supaya mereka tidak perlu menurunkan masker setiap kali hendak berbicara, mirip seperti yang ditawarkan oleh konsep masker elektronik besutan Razer, Project Hazel.

LG sejauh ini belum punya info sama sekali mengenai harganya. Produk ini rencananya akan dijual di Thailand mulai bulan Agustus, sebelum akhirnya menyusul ke negara-negara lain seiring LG mendapat persetujuan dari masing-masing negara.

Sumber: SlashGear dan LG.

Fossil Tengah Siapkan Smartwatch Generasi Keenam dengan Hardware Baru dan OS Baru

Dari sekian banyak produsen smartwatch, Fossil Group mungkin adalah salah satu yang paling konsisten meluncurkan smartwatch dari platform Wear OS. Sejauh ini smartwatch bikinan mereka sudah memasuki generasi kelima, dan generasi berikutnya pun sudah disiapkan seiring peleburan Wear OS dan Tizen menjadi Wear yang diumumkan belum lama ini.

Berdasarkan wawancara petinggi Fossil dengan CNET, dikatakan bahwa Fossil tengah menyiapkan smartwatch generasi keenam yang akan menjalankan sistem operasi Google Wear. Berbeda dari sebelumnya, smartwatch Fossil Gen 6 ini bakal menduduki kategori premium, lengkap dengan peningkatan hardware yang signifikan.

Salah satu di antaranya adalah chipset baru, yang sudah pasti bakal menawarkan kinerja sekaligus efisiensi energi yang lebih baik. Perangkat juga akan dilengkapi konektivitas LTE, dan ini berlaku untuk pasar global ketimbang hanya di negara-negara tertentu saja.

Smartwatch Fossil Gen 6 juga akan mengusung fitur-fitur yang serupa dengan penawaran dari Google maupun Samsung ke depannya, sebab platform yang digunakan memang bakal sama persis. Salah satu fitur yang paling menarik mungkin adalah integrasi Fitbit, yang diyakini bakal menambah daya tarik smartwatch Wear secara drastis.

Untuk pengoperasiannya, Fossil percaya bahwa layar sentuh masih merupakan metode input utama yang paling pas untuk smartwatch. Meski demikian, Fossil tetap bakal mengeksplorasi kombinasi tombol dan crown yang tak hanya akan memberikan akses cepat, tetapi juga sentuhan manis ekstra terhadap desain perangkat secara keseluruhan.

Namun yang mungkin jadi pertanyaan banyak orang adalah, bagaimana nasib smartwatchsmartwatch Fossil sebelumnya, semisal Fossil Gen 5 yang sampai artikel ini ditulis belum berusia dua tahun? Sayang sekali produk-produk lama tersebut tidak akan kebagian jatah update Google Wear. Namun kalau melihat sisi baiknya, ini bisa menjadi indikasi bahwa peningkatan hardware yang dijanjikan oleh smartwatch Wear ke depannya memang signifikan dibanding sebelumnya.

Kemungkinan besar, smartwatchsmartwatch generasi sebelumnya itu masih akan tetap dijual dengan harga yang lebih terjangkau, mirip seperti strategi yang ditetapkan oleh Apple pada Apple Watch.

Sumber: CNET.

Bugatti Bikin Smartwatch, Tonjolkan Aspek Kemewahan, Personalisasi, dan Eksklusivitas

Seseorang yang mengemudikan sebuah Bugatti pastinya sudah sangat familier dengan jam tangan bikinan Rolex, Patek Philippe, Audemars Piguet, dan brandbrand mewah lainnya. Namun seandainya mereka tertarik dengan smartwatch, mereka bisa melirik penawaran dari sang produsen supercar asal Perancis itu sendiri.

Ya, Bugatti sekarang juga menjual smartwatch. Namanya Bugatti Ceramique Edition One, dan ia merupakan hasil kolaborasi Bugatti bersama sebuah produsen smartwatch asal Austria bernama VIITA. Seperti mobilnya, jam tangan pintar ini juga dibuat dengan sangat presisi menggunakan material-material yang sangat premium.

Ada tiga varian desain yang ditawarkan: Pur Sport, Le Noire, dan Divo, dengan perbedaan hanya pada wujud bezel-nya saja. Bezel-nya sendiri terbuat dari bahan keramik zirkonium anti-gores, dengan proses finishing yang dikerjakan menggunakan tangan selama sekitar 20 hari. Di tengahnya, ada layar sentuh AMOLED beresolusi 390 x 390 pixel yang diproteksi dengan kaca safir.

Seperti mobilnya, personalisasi merupakan aspek penting yang ingin Bugatti tekankan di sini. Itulah mengapa paket penjualannya turut mencakup satu bezel ekstra dari varian desain yang berbeda, plus sebuah obeng khusus untuk melepas bezel-nya secara cepat. Juga termasuk adalah dua pilihan strap; satu berbahan karet silikon, satu lagi berbahan titanium. Secara keseluruhan, fisik smartwatch ini tahan air hingga kedalaman 100 meter.

Smartwatch Bugatti ini juga punya sensor-sensor yang lengkap, mulai dari altimeter sampai GPS, bahkan sensor laju jantungnya pun ada dua supaya lebih bisa diandalkan. Total ada 72 aktivitas fisik yang mampu dimonitor, akan tetapi yang sangat unik adalah bagaimana perangkat mampu merekam lap time dan akselerasi secara otomatis ketika pengguna menggeber mobilnya di sirkuit.

Sistem operasi yang digunakan bukanlah Google Wear, melainkan hasil rancangan VIITA sendiri dengan tampilan antarmuka yang serba minimalis, yang kompatibel dengan perangkat Android maupun iOS. Dalam sekali pengisian, baterai perangkat bisa bertahan sampai 14 hari — angkanya pasti bakal lebih rendah kalau GPS-nya sering aktif.

Kesaaman terakhir smartwatch ini dengan mobil Bugatti adalah perihal ketersediaan yang terbatas. Total hanya akan ada 600 unit Bugatti Ceramique Edition One yang diproduksi, masing-masing dengan kemasan yang mewah dan garansi selama lima tahun. Harganya dipatok mulai 899 euro (± 15,6 jutaan rupiah), dan sudah bisa dipesan sekarang melalui situs crowdfunding Kickstarter.

Sumber: SlashGear dan Bugatti.

Motion Sonic Adalah Pengatur Efek Suara Berbasis Gestur Bagi Para Musisi

Tidak setiap hari kita melihat Sony memperkenalkan produk baru menggunakan metode crowdfunding. Namun ketika mereka melakukannya, bisa dipastikan produk tersebut sangatlah unik. Salah satu contohnya adalah perangkat bernama Motion Sonic berikut ini.

Wujudnya sepintas kelihatan seperti gelang pintar pada umumnya, namun perangkat ini sebenarnya ditujukan untuk para musisi dan DJ ketimbang untuk memonitor aktivitas penggunanya. Idenya adalah, dengan menggunakan Motion Sonic, musisi dapat menambahkan beragam efek suara hanya dengan menggerak-gerakkan tangan dan jari-jarinya.

Sony sendiri mendeskripsikannya sebagai musical effect generator berbasis gestur. Pengguna dapat mengangkat tangan untuk menambahkan efek delay, membalik tangan untuk mengubah pitch, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Secara teknis, kemampuannya membaca pergerakan tangan dan jari datang dari motion sensor 6-axis yang tertanam.

Untuk bisa bekerja, Motion Sonic butuh bantuan sebuah iPhone atau iPad yang terhubung ke audio interface (entah kenapa sejauh ini belum ada dukungan untuk platform Android). Informasi gerakannya diteruskan dari Motion Sonic ke iPhone/iPad via Bluetooth, lalu aplikasi pendampingnya bertugas menerjemahkan informasi tersebut menjadi efek suara yang diinginkan secara real-time.

Potensi pengaplikasian Motion Sonic sangatlah luas. Sony bahkan telah menyiapkan channel YouTube khusus untuk mendemonstrasikan fungsi-fungsi Motion Sonic di tangan seorang gitaris, keyboardist, sekaligus DJ. Bagi para gitaris misalnya, mereka dapat mengatur supaya efek suara tertentu bisa otomatis ditambahkan mengikuti gerakan tangannya yang sedang menggenjreng (strumming).

Buat para keyboardist, Motion Sonic dapat dipakai untuk menambahkan efek-efek suara mengikuti ‘tarian’ jari jemarinya. Lalu untuk para DJ, momen selagi mereka berinteraksi dengan audiens via lambaian tangan dapat diterjemahkan menjadi beragam efek suara. Semuanya tergantung kreativitas masing-masing musisi.

Agar lebih ekspresif, Motion Sonic juga dilengkapi sebuah LED yang dapat menyala dalam berbagai warna. Dalam sekali pengisian, baterai Motion Sonic bisa bertahan selama 6 jam pemakaian, atau 2,5 jam kalau LED-nya dibiarkan menyala terus. Selain dipakai di pergelangan tangan, Motion Sonic juga dapat dikenakan di bagian punggung tangan dengan memanfaatkan strap lain yang terdapat di paket penjualannya.

Sayang sekali untuk sekarang Motion Sonic hanya akan dipasarkan di Jepang dan Amerika Serikat saja. Di Indiegogo, harganya dipatok 23.900 yen (± Rp3,1 jutaan) untuk 400 pembeli pertama. Setelahnya, para backer harus menyiapkan dana sebesar 27.200 yen (± Rp3,5 jutaan).

Sumber: Engadget.

Garmin Venu 2 dan Venu 2S Diungkap, Kini dengan Baterai yang Lebih Awet

Garmin meluncurkan dua smartwatch baru, yakni Venu 2 dan Venu 2S. Sebagai penerus Garmin Venu, desain keduanya tampak identik seperti smartwatch yang dirilis setahun lalu tersebut, dengan bezel yang terbuat dari bahan stainless steel dan strap yang mudah dilepas-pasang.

Venu 2 dan Venu 2S sebenarnya merupakan perangkat yang sama, hanya saja ukurannya berbeda. Venu 2 mengemas case berdiameter 45 mm dan strap 22 mm, sedangkan Venu 2S dengan case 40 mm dan strap 18 mm. Ukuran layar sentuhnya pun otomatis berbeda, Venu 2 dengan panel AMOLED 1,3 inci beresolusi 416 x 416 pixel, sedangkan Venu 2S dengan panel AMOLED 1,1 inci beresolusi 360 x 360 pixel.

Satu aspek yang disempurnakan cukup signifikan pada Venu 2 dan Venu 2S adalah baterai. Dalam sekali pengisian, Venu 2 dapat bertahan sampai 11 hari, atau sampai 8 jam kalau GPS-nya aktif terus-menerus selagi meneruskan musik ke earphone atau TWS via Bluetooth. Bandingkan dengan Venu orisinal yang cuma bisa bertahan sampai 5 hari pemakaian, atau 6 jam untuk penggunaan GPS.

Bahkan Venu 2S yang berukuran lebih kecil pun rupanya juga memiliki baterai yang lebih perkasa; sampai 10 hari, atau 7 jam pemakaian GPS beserta musik tadi. Juga istimewa adalah dukungan fast charging; pengisian selama 10 menit saja cukup untuk pemakaian selama satu jam dengan GPS dan musik. Bicara soal musik, perangkat ini punya storage yang cukup untuk menyimpan sekitar 650 lagu dari layanan streaming seperti Spotify atau Deezer.

Dari segi fitur, Venu 2 dan Venu 2S datang membawa deretan sensor yang lengkap, mulai dari yang standar seperti accelerometer dan gyroscope, sampai yang lebih advanced seperti termometer, altimeter, pulse oximeter untuk mengukur SpO2, dan tentu saja heart-rate monitor. Keduanya pun juga dibekali chip NFC yang mendukung fitur pembayaran elektronik Garmin Pay.

Profil aktivitasnya pun bertambah banyak hingga mencakup teknik olahraga macam HIIT (high-intensity interval training), dan keduanya juga dapat mengestimasikan “Fitness Age” dari masing-masing pengguna berdasarkan sejumlah parameter yang relevan. Harapannya, metrik ini bisa memberikan dorongan ekstra bagi pengguna untuk memulai gaya hidup yang lebih sehat.

Di Amerika Serikat, Garmin Venu 2 dan Venu 2S saat ini sudah dipasarkan dengan harga $400, banderol yang sama persis seperti pendahulunya ketika pertama dirilis. Pilihan warnanya cukup beragam, baik untuk bezel maupun strap-nya, dan secara keseluruhan perangkat diklaim tahan air hingga kedalaman 50 meter.

Sumber: Garmin dan Ars Technica.