Tag Archives: Webtoon

DailySocial berbincang dengan beberapa founder platform creator economy terkait tantangan monetisasi di Indonesia / Pixabay

Upaya Monetisasi Karya Dalam Negeri di Platform “Creator Economy”

Terhitung hampir lima miliar orang atau setara 62,5 persen dari total populasi di dunia mengakses internet per Januari 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 92,1 persen di antaranya online dengan perangkat mobile. Rata-rata masyarakat global menghabiskan waktu hingga tujuh jam setiap harinya untuk online.

Tak terbayang berapa banyak konten yang telah kita baca, tonton, atau lihat di perangkat mobile selama dua tahun belakangan. Situasi Covid-19 yang belum juga usai memaksa orang untuk menghabiskan banyak waktu di rumah, membatasi mobilitas kerja dan sekolah. Alhasil, kesempatan untuk mengakses internet semakin besar.

Di Indonesia, ledakan konten juga terjadi. Orang-orang membuat konten, mengeksplorasi ide, dan semakin kreatif untuk memonetisasi karyanya. Bahkan ladang subur industri creator economy memicu banyak kelahiran platform apresiasi karya dalam negeri, membidik pasar ekonomi kreatif yang selama ini belum tergarap dengan maksimal.

Saat ini belum ada laporan komprehensif mengenai creator economy di Indonesia. Kendati begitu, pertumbuhan ekosistem dan infrastruktur digital di Tanah Air mengindikasikan potensi pasar creator economy yang belum tergarap dengan optimal. Pemerintah pun tengah mendorong industri ekonomi kreatif sebgai salah satu penggerak ekonomi di masa depan.

DataReportal per Januari 2022 mencatat jumlah pengguna internet Indonesia telah menyentuh angka 204,7 juta orang atau setara 73,7 persen dari total populasi. Kemudian, jumlah pengguna media sosial mencapai 191,4 juta atau 68,9 persen dari total populasi.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai lanskap industri creator economy, model monetisasi, dan proyeksi bisnis, DailySocial berbincang dengan Founder KaryaKarsa Ario Tamat, Founder Storial Brilliant Yotenega, serta Founder Famous All Stars Arief Rakhmadani dan Co-CEO Famous All Stars Alex Wijaya.

Mengenal creator economy

Creator economy didefinisikan sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan kreator untuk memperoleh penghasilan dengan bantuan teknologi. Sementara melansir laporan CBInsight, creator economy merujuk pada berbagai kegiatan bisnis oleh kreator independen, dari vlogger, influencer, hingga writer, untuk memonetisasi karya dan kemampuannya.

Keberadaan platform creator economy memungkinkan mereka untuk berkreasi dengan dukungan tools atau fitur analitik yang tersedia di dalamnya. Dengan tools, kreator manapun, termasuk yang punya jumlah follower kecil, bukan akun bercentang biru (verified), atau yang baru berdiri dapat memonetisasi karya mereka sendiri secara langsung.

Saat ini, industri creator economy global telah menyentuh angka $104,2 miliar. Pertumbuhan ini tak lepas dari keterlibat investor yang mengucurkan investasi terhadap bisnis creator economy. Di sepanjang 2021, investor di dunia telah menyuntik sebesar $1,3 miliar ke platform creator economy.

Di Indonesia, creator economy masuk dalam ekonomi kreatif yang di dalamnya juga membawa banyak subsektor. Menurut data Kemenparekraf, subsektor ini terdiri dari game developer, seni kriya, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fashion, kuliner, film, animasi, video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi, radio, arsitektur, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, dan aplikasi.

Tantangan dan model monetisasi

Siapa saja dapat menjadi kreator. Namun, tidak semua mampu bertahan untuk tetap berkarya dan menghasilkan. Berbeda dengan situasi sekarang, satu dekade lalu–meski sudah ada internet–harga smartphone dan paket data masih mahal. Cakupan internet masih terbatas dan belum sampai ke wilayah pedesaan.

Jika Anda hobi menulis fiksi, menggambar, atau bermain game, belum tentu semua itu dapat menghasilkan uang. Kreator-kreator yang sudah punya nama pun mengalami kesulitan untuk produktif dan tak bisa sepenuhnya mengandalkan penghasilan dari karya.

Ario Tamat dan Brilliant Yotenega atau Ega menilai upaya monetisasi karya dan kestabilan pendapatan memang menjadi isu usang yang kerap dialami oleh para kreator, misalnya komikus, penulis, musisi, atau pelukis. Jauh sebelum ada teknologi, ada jalan panjang yang harus dilakukan kreator untuk memasarkan karyanya.

Ario melihat banyak kasus di mana kreator tidak bisa produktif berkarya karena tidak punya pemasukan tetap. Dari sini, ia melihat ada disconnect antara kreator dan pembeli konten karena tidak ada jalur diskusi, dan model pemasaran dulu masih tradisional. Meski sudah masuk era digital pun, belum ada platform yang menyasar kreator langsung  di Indonesia. Bisa jadi karena kategori kreator masih sangat luas, dan belum ada definisi mutlak tentang apa yang mereka lakukan dan cara monetisasinya.

Yotenega atau karib disapa Ega juga merasakan kegelisahan yang sama. Pria yang berkecimpung di industri penerbitan ini mencontohkan proses panjang penulis yang ingin menerbitkan bukunya. Asumsinya ada naskah lolos seleksi, penulis perlu waktu enam bulan hingga satu tahun bagi penerbit untuk melakukan penyuntingan, produksi, dan distribusi. Royalti yang diterima pun umumnya berkisar 10%-15%, itu belum termasuk potongan pajak.

Ini belum lagi bicara kreator di segmen lain yang punya isu serupa, seperti musisi atau pelukis. Faktor-faktor tersebut membuat kreator sulit berkarya karena tidak ada kestabilan pendapatan.

Teknologi memang membantu memotong rantai panjang ini. Kita sudah merasakan bagaimana media sosial menghubungkan kreator dengan penggemarnya, menjadi wadah untuk mempromosikan karyanya. YouTube, Instagram, dan Twitter memampukan siapapun untuk terpapar dengan kreator atau karya yang belum pernah ditemui pengguna sebelumnya. Sampai akhirnya YouTube memberlakukan adsense, Instagram dengan influencer tools, dan TikTok lewat marketplace. Namun, sejatinya platform-platform ini sejak awal dirancang sebagai media sosial, bukan platform monetisasi karya.

Sebelum ada model Direct-to-Consumer (DTC), kreator mengandalkan sponsorship dan iklan dari pemilik brand sebagai salah satu revenue stream kreator. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan ekosistem digital, pelaku startup mengembangkan platform DTC yang membantu kreator memonetisasi langsung dari fans/audiens/follower. Bentuknya bisa dalam bentuk penjualan karya atau donasi.

Dalam konteks pasar Indonesia, platform-platform apresiasi konten lokal memang baru muncul beberapa tahun belakangan untuk mengisi pasar ekonomi kreatif yang belum tergarap optimal. Ini menandakan sebuah sinyal manis bahwa pasar Indonesia mengapresiasi peran platform lokal sekaligus karya-karya yang layak untuk dibeli.

Dari berbagai sumber yang kami rangkum, ada beberapa platform apresiasi karya yang cukup mendapat perhatian penikmat konten di Indonesia, di antaranya ada Storial, KaryaKarsa, Saweria, GoPlay, Noice, dan Trakteer. Format karya yang dipasarkan beragam, mulai dari gambar, cerita fiksi, lukisan, hingga konten livestreaming. Ini baru model berbasis DTC.

Ada pula platform Allstars yangmenghubungkan pemilik brand, baik dari skala kecil sampai skala besar dengan influencer untuk mempromosikan produk/jasa sebuah brand melalui kreasinya.

Diolah dari berbagai sumber / DailySocial

Untuk konten yang bersifat live streaming, Saweria memungkinkan kita untuk memberikan dukungan finansial dalam bentuk tip. GoPlay juga salah satunya, kreator dapat menerima dukungan finansial dengan konsep virtual gift, yang juga dapat dicairkan secara instan ke rekening bank atau dompet digital.

Adapun, Storial memakai skema penjualan karya satuan (ecer) agar bisa lebih terjangkau bagi pembaca dan pembaca hanya membeli bab cerita yang diinginkan. Per bab (chapter) dapat dibeli minimal Rp2.000 hingga Rp10.000. Harga juga ditentukan sesuai kesepakatan dengan penulis. “Skema ini menguntungkan kreator atau penulis karena mereka akan mendapat pemasukan sebanyak 35%-50% dari bab yang terjual. Porsi ini terbilang jauh lebih besar dibandingkan yang diterima dari penjualan buku fisik,” jelas Ega.

Sementara, Karyakarsa memberikan 90% pembelian karya ke kantong kreator, di mana 10% diambil untuk biaya platform. KaryaKarsa juga menampilkan fitur Simulasi Pendapatan di mana kreator dapat memperhitungkan harga, jumlah follower, berapa persen [audiens] yang akan dikonversi, hingga seberapa produktif dalam sebulan.

Ario mencontohkan, sekitar 1% dari 10.000 follower yang dimiliki kreator, dapat dikonversi untuk menjadi pembeli konten, yakni 100 yang dikalikan dengan Rp10ribu (asumsi harga per bab). Artinya, kreator bisa meraup Rp1 juta untuk satu karya. Apabila ingin meningkatkan pendapatan, kreator harus produktif menelurkan karya.

“Di sini, kreator bebas pakai sesuai kebutuhan, ini menjadi keunggulan karena mereka bisa mengatur pola kreasi, tanpa ada deadline dari publisher. Jadi kami tidak terlibat di situ. HAKI 100% dimiliki kreator. Proses kreatif sepenuhnya oleh kreator. Kami berupaya edukasi, jika ingin monetisasi karya, harus pikirkan metrik di atas. Masalah bagus atau tidak, itu relatif tergantung audiens,” tutur Ario.

Sebagai perbandingan pada platform luar, YouTube menjadi salah satu platform yang menjadi kiblat kreator untuk momentisasi karya. Kebijakannya ketat, kreator harus memiliki lebih dari 4.000 jam tonton publik yang valid dalam 12 bulan terakhir dan memiliki lebih dari 1.000 pelanggan.

Webtoon memasang ad revenue sharing bagi kreator dengan sejumlah ketentuan. Di awal mungkin yang diterima belum seberapa, tetapi kreator punya kesempatan meningkatkan pemasukan sejalan dengan meningkatnya fanbase. Sumber pendapatan lain dapat diterima lewat merch, buku (apabila diterbitkan secara fisik), dan lewat dukungan Patreon.

Sementara, Patreon memakai sistem keanggotan (membership) yang memampukan kreator untuk menghasilkan uang dari fans maupun supporter. Beberapa contoh model bisnis Patreon di antaranya fan relationship model (video chat atau personalized message), community model, dan gated content model.

Monetisasi dari sudut pandang pengguna

Selain bicara soal isu dan tantangan, pada tulisan ini, DailySocial menyertakan survei kecil-kecilan yang diikuti 32 responden terkait pola konsumsi konten di berbagai platform. Sebagai disclaimer, hasil riset ini tidak menggambarkan atau mewakili pendapat mayoritas penikmat konten di Indonesia. Tujuan kami semata ingin mendapat sudut pandang pengguna menghargai sebuah konten.

Terlepas dari popularitas platform asing, DailySocial menemukan beberapa responden mengakses konten (berbayar maupun gratis) dari platform lokal, seperti KaryaKarsa, Storial, dan Saweria. Kendati begitu, pengguna juga banyak yang mengakses konten dari platform Wattpad, Webtoon, Kakaopage, OpenSea, Patreon, dan YouTube.

Cerita bergambar (komik, manga, manhwa) merupakan konten (berbayar maupun gratis) yang paling banyak diakses oleh responden (46,4%), diikuti cerita fiksi/novel online (35,7%), video (28,6%), game dan musik (masing-masing 25%), ilustrasi/lukisan/desain (14,3%), dan NFT (3,6%).

Kehadiran metode pembayaran digital tampaknya mempermudah responden untuk membeli konten favoritnya, karena sebesar 75 persen responden menggunakan platform, seperti OVO, GoPay, dan DANA untuk membeli konten. Selebihnya menggunakan metode transfer bank (39,3%) dan kartu kredit (28,6%). Adapun, sebanyak 51,7 persen memilih skema bayar per konten, 31 persen memilih berlangganan.

Responden bicara soal konten gratis versus berbayar

Apabila karya kreator menarik, patut untuk dibayar. Tetapi saya tetap menikmati konten gratis jika ada. Free contents are good, but supporting the brain behind ’em is better
Gratis in exchange of ads tidak apa, selama harga berlangganan masih oke. Untuk game, saya memilih berbayar supaya tidak ada insentif buat developer yang memaksa kita menonton iklan terus-menerus.  Saya bersedia membayar konten dari kreator yang saya suka dan percaya. Jika belum saya kenal, kemungkinan saya butuh melihat karya gratisnya dulu
Konten gratis banyak yang sama bagus dengan konten berbayar. Biasanya [mau bayar] di konten Webtoon soalnya saya penasaran dengan chapter selanjutnya. Mau tidak mau beli.
Tidak punya waktu untuk refreshing dengan membaca, jadi tidak efektif jika harus bayar konten digital. Saya menikmati kedua-duanya. Beberapa author perlu start bagus untuk tahu apakah karyanya layak dijual atau tidak. Dengan cara ini, saya tertarik untuk menikmati konten gratis. 

Menurut 72,4% responden, harga yang ditetapkan kreator untuk karyanya sudah sesuai dengan ekspektasi mereka. Namun, beberapa menilai bahwa ada karya gratis yang tingkat pengerjaannya sulit, tetapi kreator mematok harga terlalu murah. Sebaliknya, ada pula yang menilai sebuah karya yang tidak sebaik itu kualitasnya, tetapi terlalu mahal.

Responden juga menyampaikan aspirasinya agar Indonesia dapat memiliki platform-platform apresiasi kreator yang tak kalah saing dengan Webtoon dan TikTok di masa depan. Selain itu, mereja berharap platform fasilitator dapat meningkatkan fungsinya agar harga dapat lebih ekonomis bagi penikmat karya.

True fans hingga fitur penemuan

Monetisasi adalah satu hal, tetapi bagaimana memastikan keberlangsungan kreator dalam jangka panjang? Bagaimana mendukung upaya monetisasi kreator yang belum punya fanbase? Bagaimana jika kreator tidak percaya diri dengan karyanya sehingga memberi harga murah pada karya-karyanya?

Ega sempat menyingung bahwa ledakan creator economy ini akan membawa kita pada natural selection. Orang akan semakin kewalahan (overwhelmed) dengan banyaknya konten. Maka, kualitas lah yang akan mengikat orang yang punya value yang sama, atau istilahnya law of attraction.

Dari sudut pandang Ario, ketidakyakinan ini dinilai dapat memengaruhi potensi pemasukan kreator di masa depan. Maka itu, platform memang harus mengambil peran lebih untuk memberi dukungan kepada para kreator yang baru membangun fanbase. Selama ini audiens tahu informasi mengenai suatu kreator karena mengikuti karya-karyanya sejak awal. Namun, bagi kreator yang baru merintis, ini tentu sulit.

“Fokus kami adalah kreator. Karya mereka bernilai sehingga bisa dihargai, ini jadi afirmasi kalau mereka beli konten. Yang dibutuhkan dalam siklus perjalanan kreator adalah apa yang dapat ditawarkan oleh platform selanjutnya. Apa yang dapat dicapai pada titik kreator bisa dapat pemasukan bulanan di platform kami? Bagaimana supaya mereka bisa punya fanbase? Ini juga menjadi tanggung jawab kami sebagai penyedia platform untuk menemukan [kreator] lalu kami ekspos,” jelas Ario.

Sementara, menurut CEO GoPlay Edy Sulistyo, alih-alih terpaku pada metrik jumlah follower atau subscriber dan view, kreator dapat lebih fokus membangun hubungan dengan penggemar loyal (disebut sebagai true fans). Semakin erat engagement dengan true fans, kreator dapat tetap mempertahankan relevansinya, membuat konten apa adanya tanpa perlu kehilangan jati diri.

True fans menjadi indikator penting karena mereka memiliki tingkat retensi tinggi. Artinya, ada kemungkinan besar mereka akan kembali menonton tayangan baru dari kreator. Ini menjadi kunci utama bagi kreator karena mereka bisa lebih sustainable tanpa perlu punya jutaan view atau follower,” ujar Edi beberapa waktu lalu.

Indonesia di antara era Web2 dan Web3

Dalam laporan The New Creator Economy Report yang diterbitkan Antler bersama Speedinvest, era Web3 akan membawa generasi kreator berikutnya terhadap kemampuan monetisasi yang lebih besar. Komunitas memainkan peran besar dalam mendukung upaya kreator meningkatkan sumber monetisasi konten lewat tools. Konten di era Web3 juga semakin eksploratif dengan blockchain, seperti NFT dan Metaverse.

Sumber: The New Creator Report by Antler

Laporan ini sedikit menyentil suatu platform yang mengambil bagian lebih banyak dari yang dihasilkan kreator. Masih ada platform yang tidak menyediakan algoritma atau tools yang memampukan konten suatu kreator ditemukan lewat algoritma.

Overall, stronger loyalty. Para kreator dapat memberikan reward kepada penggemar loyal lewat engagement berkelanjutan yang tidak terlalu terikat dengan $$$. Saya menantikan tools yang dapat menjembatani engagement Web2 dengan Web3. Misalnya, menentukan fans terbesar dari kehadiran di konser, biaya yang dihabiskan untuk merchandise dan interaksi langsung, yang dapat menjadi kickstart tiered loyalty di platform Web3. Dengan begitu, kreator tidak perlu mulai dari nol membangun fanbase, dan memberikan reward ke penggemar yang mengikutinya sejak awal,” tutur Investor Lerer Hippeau Meagan Loyst dalam laporan tersebut.

Baik Alex Wijaya dan Arief Rakhmadani melihat era Web3 datang lebih cepat di Indonesia. Padahal industri creator economy Tanah Air baru berada di fase Web2, di mana supply dan demand belum mencapai puncak pertumbuhannya (peak growth). Situasi ini membuat seolah-olah industri creator economy di Tanah Air mengalami overlap dari Web2 ke Web3.

“Namun, saya melihat situasi saat ini sebagai exciting period karena ada banyak faktor pendukung [mengoptimalkan pertumbuhan di Web2], yakni pertumbuhan jumlah populasi, penetrasi internet, dan penetrasi smartphone di Indonesia,” tutur Alex.

Ia memproyeksi era Web3 bakal melahirkan istilah kreator baru. Dalam 2-3 tahun ke depan, jika tadinya disebut seniman atau pelaku seni, istilah ini akan berubah menjadi NFT artist. Perkembangan teknologi dan industri akan membentuk terminologi, identitas, dan lapangan kerja baru. Apalagi Web3 berbasis desentralisasi sehingga kreator tak hanya dapat membuat dan menjual karya, tetapi juga memiliki Intellectual Property (IP) atas karyanya.

Arief menambahkan, creator economy di era Web3 akan menjadi bisnis independen di mana mereka dapat momentisasi langsung karyanya. Di fase selanjutnya, creator economy akan berevolusi kembali di mana kreator dan fans/audiens bisa berkolaborasi menciptakan sesuatu bersama.

Terlepas dari independensi monetisasi karya di era Web3, Arief menilai pemilik brand tidak akan kehilangan posisinya. Malahan, brand akan tetap melihat kreator sebagai salah marketing channel yang menarik untuk mengejar target secara organik.

“Jadi brand deal dan model monetisasi D2C bisa saling berpengangan tangan interpendensi bagi kreator karena Web3 tidak serta merta menghilangkan model monetisasi dari brand,” tuturnya.

Catatan penutup penulis, lima tahun lagi satu miliar orang akan mengidentifikasi dirinya sebagai kreator. Kreator tak lagi akan dipandang sebagai sebuah kegiatan iseng belaka untuk mengisi waktu luang, melainkan sebagai pilihan karier.

Apakah Anda tertarik menjelajahi pengalaman baru sebagai kreator independen?

Line Indonesia dan Line Webtoon Indonesia membagikan pembaruan dan informasi produk-produk mereka

Cerita-Cerita Bisnis Line Indonesia Tahun Ini

Line merupakan satu di antara segelintir platform asing, buatan Jepang-Korea, yang mampu bertahan dan memiliki basis lokal yang besar. Tak hanya satu atau dua aplikasi, jajaran aplikasi Line memberikan warna tersendiri bagi perkembangan industri teknologi di Indonesia, termasuk industri kreatif.

Tercatat saat ini Monthly Active User (MAU) Line secara global berjumlah 185 juta, dengan 166 juta di antaranya berada di empat pasar terbesar Line, yaitu Jepang, Taiwan, Thailand, dan Indonesia.

DailySocial mencoba menggali bisnis Line di Indonesia saat ini, apakah kondisi pandemi memberikan dampak bagi performa bisnis, dan bagaimana potensi pengembangan bisnis selanjutnya.

Pertumbuhan bisnis selama pandemi

Dari sisi traffic selama pandemi, Line mengklaim mengalami pertumbuhan yang baik di penggunaan Group Video Call dan game Face Playdi mana pengguna dapat bermain game interaktif bersama teman mereka di Line sambil video call.

Line Indonesia juga mencatat pengguna cenderung lebih aktif dalam bersosialisasi dan lebih banyak terlibat dalam komunitas, seperti diskusi-diskusi online yang ada di dalam fitur OpenChat.

“Selama pandemi ini kami tidak menemukan isu di dalam aplikasi Line. Sebagai perusahaan yang membawa misi Closing the Distance, kami akan terus berupaya menyediakan berbagai layanan dan konten yang dapat medekatkan jarak pegguna dengan ragam layanan komunikasi,” kata Strategy & New Business Director Line Indonesia Fanny Verona.

Tentang revenue perusahaan, Fannny mengatakan sumber pendapatan Line Indonesia berasal konsumen bisnis (B2B) dan retail (B2C). Pendapatan dari segmen bisnis didapatkan dari layanan Messenger, Official Account, Line Today, Line Timeline, dan Line Points. Sementara pendapatan dari segmen retail berasal dari Stiker, Tema, dan Emoji.

Namun, di 4 bulan pertama pandemi, pendapatan dari sektor bisnis mengalami dampak. sebagian besar klien memotong anggaran untuk membatalkan kampanye mereka (terutama event), karena mereka perlu menyesuaikan diri dengan kondisi dan mencari cara yang lebih baik untuk melakukan kampanye selama pandemi.

“Kami biasanya memperoleh 200% pendapatan di bulan Ramadhan, tetapi tahun ini secara tidak terduga turun di bawah 100% dari target kami,” kata Sales Director Line Indonesia Anchali Kardia.

Di sisi lain, produk stiker justru mengalami kenaikan jumlah transaksi selama pandemi. Diklaim semakin pengguna yang memanfaatkan Line sebagai kegiatan untuk menjalin komunikasi secara online, khususnya kaum muda. Line mencatat terdapat peningkatan hingga 30% di bulan Maret-Juli.

“Kami melihat tren kembali normal dan pendapatan kami mulai mengikuti tren ([agi] sama seperti tahun lalu. Melihat ketidakpastian kondisi ini, kami belum bisa benar-benar memproyeksikan pendapatan akhir tahun. Biasanya, Q4 akan menjadi penyumbang pendapatan terbesar kedua, setelah Ramadhan,” kata Anchali.

Layanan finansial

Pada Oktober 2018, Line Corporation mengumumkan bahwa anak usahanya Line Financial Asia mengakuisisi 20% PT Bank KEB Hana Indonesia (PT Bank KEB Hana). Langkah ini dirancang untuk mendukung langkah perluasan layanan perbankan digital Line di Indonesia.

“Seperti yang sudah direncanakan, bahwa Line akan meluncurkan layanan finansial sebagai fokus new business di tahun 2020 dan 2021. Sejauh ini kami sudah merilis fitur Split Bill sebagai upaya untuk menciptakan layanan yang terasosiasi dengan transaksi,” kata Fanny.

Melalui kolaborasi dengan Bank KEB Hana, Line ingin menciptakan produk deposit/microcredit, remittance & payment services, menerapkan dan meningkatkan model peringkat kredit melalui proyek dengan lembaga pemeringkat kredit lokal dan internasional, menciptakan proses verifikasi identitas (e-KYC) yang dioptimalkan untuk peraturan lokal, dan langkah-langkah lainnya.

Line juga telah memperbarui tampilan More Tab agar menjadi lebih transaction-centric dengan memfokuskan tampilan ke layanan-layanan yang bersifat finansial ataupun transaksi, seperti menampilkan produk-produk e-commerce melalui kerja sama dengan Blibli.

“Hal-hal ini dilakukan sebagai upaya agar pengguna menjadi terbiasa terlebih dulu dengan experience ini sebelum kami fully launch tahun depan. Rencananya pada kuartal pertama tahun 2021 nanti kami akan merilis beberapa fitur dan layanan finansial baru untuk melengkapi Split Bill dan Wallet Tab,” kata Fanny.

Informasi produk lain

Opsi pembayaran melalui Go-Pay untuk Line Stickers
Opsi pembayaran melalui Go-Pay untuk Line Stickers

Pihak Line juga memberikan informasi terbaru tentang perkembangan beberapa produk lainnya. Untuk Line Stickers, saat ini mereka telah membuka kemitraan dengan GoPay dan OVO untuk pembelian stiker. Line Stickers, melalui Line Creators Market, telah memiliki lebih dari 200 ribu kreator terdaftar dan lebih dari 75 ribu stiker di Indonesia hingga awal bulan Oktober 2020.

“Kami juga telah meluncurkan Line Siaga yang merupakan inisiatif baru untuk memberikan informasi terkini kepada penggunanya mengenai pandemi COVID-19. LINE Siaga dapat diakses melalui akun resmi dan website,” kata Fanny.

Untuk meningkatkan pengalaman pengguna, Line juga telah merilis beberapa produk baru. Yang pertama adalah Line Meeting, panggilan video grup hingga 500 orang, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses layanan melalui URL, baik di smartphone maupun desktop.

Terdapat juga Line Avatar yang memungkinkan pengguna mengatur dan membuat sebagai foto profil atau membagikannya di ruang obrolan.

Tentang persaingan antar platform yang serupa saat ini, Fanny mengungkapkan, setiap perusahaan teknologi di setiap negara memiliki pasar dan target mereka sendiri. Line memiliki tujuan untuk menyediakan layanan yang bervariasi bagi penggunanya di negara tempat beroperasi, termasuk di Indonesia.

Perkembangan Line Webtoon

Sebagai salah satu sister company Line, Webtoon mengklaim mengalami pertumbuhan positif sejak kehadiran mereka tahun 2015 lalu. Kepada DailySocial, Line Webtoon Indonesia Lead Ghina Fianny mengungkapkan, sebagai penyedia layanan konten, Webtoon memiliki komitmen menjadi platform yang diminati secara umum.

“Meskipun penting untuk membuat konten yang populer dan umumnya disukai, kami juga memiliki sejumlah konten yang memiliki tema unik dan kaya akan elemen dan ide yang sangat relatable. Untuk genre paling popular tercatat, genre romance menjadi pilihan kebanyakan pengguna.” kata Ghina.

Salah satu upaya yang dilakukan Webtoon untuk menjangkau lebih banyak pengguna adalah melalui kegiatan dan promosi secara langsung. Mereka melihat pengguna di Indonesia menyukai interaksi langsung, terlibat, dan berbagi cerita mereka.

“Pada bulan Mei lalu, kami meminta pembaca kami untuk mengirimkan kisah cinta mereka [yang] menghasilkan lebih dari 52 ribu cerita. Bersama dengan kreator, kami memilih 30 cerita paling menarik dan mengubahnya menjadi seri komik yang berisi 30 episode,” kata Ghina.

Webtoon saat ini telah memiliki 67 juta MAU secara global. Di Indonesia sendiri terdapat 7,5 juta MAU atau peringkat kedua setelah Amerika Serikat.

“Kami melihat bahwa masih ada ruang untuk tumbuh di Indonesia. Tidak hanya dilihat dari jumlah populasi, tetapi juga dengan melihat bahwa anak muda Indonesia sangat aktif dalam menikmati hiburan digital dan juga bereaksi positif terhadap hal-hal baru yang menarik,” kata Ghina.

Secara keseluruhan saat ini Line Webtoon telah merilis sekitar 364 judul, dengan 130 judul di antaranya yang merupakan judul lokal. Saat ini ada 23 ribu kreator yang terdaftar di Indonesia dan telah mempublikasikan karya mereka melalui platform user generated content Webtoon Kanvas.

“Untuk penulis yang kami kontrak dan saat ini menerbitkan cerita mereka di bawah Webtoon Original, kami memiliki lebih dari 130 penulis dan 65 judul Indonesia yang masih ongoing statusnya hingga saat ini,” kata Ghina.

Ghina mengungkapkan, Webtoon melihat kebangkitan kreator lokal sebagai hal yang baik untuk menumbuhkan ekosistem kreatif Indonesia.

“Menemukan dan melancarkan inkubasi kepada konten lokal membutuhkan waktu dan effort yang lebih dibandingkan dengan mempublikasikan webtoon yang sudah diterjemahkan. Namun belajar dari pengalaman, menjadi platform yang disukai oleh pembaca di Indonesia untuk long term, menjadi penting memproduksi konten lokal yang bisa diterima oleh pembaca di Indonesia. Ke depannya kami akan fokus kepada Webtoon Kanvas, membina kreator pemula melalui kompetisi dan program yang akan kami luncurkan,” kata Ghina.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Bikin Webtoon Bermodalkan Smartphone? Bisa Banget, Seperti Ini Caranya!

Di era yang serba digital dan terkoneksi sekarang ini, banyak hal telah berubah. Salah satu yang kini sedang melanda anak muda adalah tren membaca komik dari dunia maya baik desktop dan mobile, atau biasa disebut webtoon.

Tapi Anda tak selamanya harus menjadi pembaca webtoon. Jika punya bakat menggambar dan juga sedang cari peluang pendapatan, membuat webtoon bisa jadi pilihan. Atau, Anda yang sekadar menyalurkan hobi menggambar di waktu senggang, ketersediaan smartphone bisa dimanfaatkan untuk membuat webtoon.

Selain bakat dan minat, Anda membutuhkan dukungan aplikasi yang handal, lengkap, mudah digunakan, responsif dan akurat. Tutorial ini bisa jadi referensi untuk Anda.

  • Aplikasi yang sering digunakan oleh para komikus adalah Sketchbook – draw and paint. Anda bisa mengunduhnya dari Google Play Store secara cuma-cuma.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

 

  • Setelah terpasang, jalankan aplikasi untuk pertama kali. Seperti ini penampakan interface terdepan Sketchbook.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

  • Langkah pertama adalah membuat sketch baru atau lembar kerja baru. Caranya tap menu paling kiri yang ditandai dengan titik berwarna merah, kemudian tap New Sketch.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

  • Selanjutnya, pilih jenis pensi yang ingin Anda pergunakan.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

  • Jika dirasa perlu, Anda bisa langsung memilih warna untuk pola dasar. Tapi secara default, aplikasi sudah memilih warna hitam. Kecuali Anda menginginkan warna lain, langkah ini bisa dilewati dan langsung fokus ke kanvas untuk menggambar karakter pertama Anda.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android_

  • Selain bermain dengan warna, Anda tentu butuh teks. Anda tentu ingin komik buatan Anda memuat percakapan antar karakter, atau sekadar judul depan. Di Sketchbook, hal semacam itu sangat mungkin dilakukan. Tap menu kedua kemudian pilih Text. Selanjutnya ketikkan percakapan masing-masing karakter, ubah juga warnanya jika perlu dan ukuran. Anda juga bisa mengubah jenis hurufnya.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

  • Jika semua elemen mulai dari warna, teks dan lain-lain sudah terpenuhi, jangan lupa menyimpan hasil karya Anda ke dalam memori. Tap tombol paling kiri dan pilih Gallery, kemudian tap Save Current Sketch. Beri nama dan selesai.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

  • Sketsa pertama berhasil disimpan. Di panel tersebut, Sketchbook juga menyediakan beberapa langkah yang bisa Anda pertimbangkan seperti membagikan hasil coretan Anda, membuat dupikasi, mengonversinya ke format PSD dan lain sebagainya.

cara membuat webtoon menggunakan smartphone android

Berdasarkan pengalaman memakai Sketchbook selama beberapa jam, saya punya beberapa saran untuk teman-teman yang ingin serius membuat webtoon.

  • Gunakan stylus, karena menggambar menggunakan jari ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Anda akan lebih mudah membuat sambungan garis atau titik secara akurat.
  • Lebar layar smartphone akan sangat membantu proses pembuatan webtoon, semakin lebar semakin baik.
  • Sebelum menggambar, sebaiknya buatlah dulu skenario cerita dan carilah beberapa gambar karakter sebagai ide awal karakter Anda.
  • Sebelum dipublikasikan lewat platform yang tersedia, misalnya Line Webtoon, ada baiknya Anda minta pendapat teman dan kerabat dekat tentang karya Anda. Lakukan perbaikan berdasarkan masukan mereka, dan setelah sempurna baru terbitkan.

Selamat berkarya!

Sumber gambar header Fandom.

Application Information Will Show Up Here

Demi Picu Semangat Creativepreneur Indonesia, Line Gelar Creative Day 2015

Digagas oleh 15 teknisi NHN Japan kurang dari lima tahun silam, Line telah tumbuh begitu pesat sehingga ia menjadi lebih dari sekedar aplikasi komunikasi instan. Ratusan pilihan stiker serta emoji membuat Line unggul dari kompetitor dan digemari konsumen biasa. Dan semenjak Sticker Shop tersedia, terbuka pulalah peluang bagi para individu kreatif untuk berkarya, memupuk reputasi, sekaligus berbisnis.

Para kreator stiker dan tim pengembang app instant messaging pelan-pelan membangun sebuah simbiosis mutualisme. Line Corporation tentu saja terus mendapatkan konten baru. Di sisi lain, para seniman diberi kesempatan untuk mengubah kreasi jadi pemasukan, serta memastikan nama mereka lebih dikenal orang. Dan pada tanggal 5 November 2015, satu event bernama Line Creative Day 2015 diadakan demi merangkul bakat-bakat desain nusantara dalam menciptakan stiker dan komik digital.

Line Creative Day 2015 06

Developer turut mengundang pemilik bisnis dan komunitas buat mengkaji creativepreneur – telah terbukti sebagai platform yang sanggup mempercepat pertumbuhan usaha. Bagi Line, ajang tersebut merupakan tanda dimulainya ‘gerakan kreatif nasional’, apalagi didukung pula oleh BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif). Dan di sana, mereka juga mengumumkan pemenang lomba kompetisi stiker dan komik Webtoon nasional.

Line Creative Day 2015 11

Eunjung Lee selaku senior vice president menjelaskan betapa krusialnya Creative Day buat semua pihak. Ia bisa mengakomodasi potensi seniman-seniman bertalenta, serta menunjukkan bahwa Line siap memberikan kontribusi unuk menopang gerakan kreatif. Lee tak lupa menyebutkan harapannya: membantu inisiatif pemerintah Indonesia dalam meletakkan pondasi ekonomi yang bersandar pada daya cipta.

Line Creative Day 2015 04

Kepala BEKRAF Triawan Munaf bilang, Indonesia tak hanya menyimpan potensi. Pesatnya kemajuan teknologi memicu kita menyediakan konten yang sarat dengan warisan budaya serta kearifan lokal. Unsur-unsur Indonesia telah memperoleh tempat tak tergantikan di benak para konsumen. Di presentasi, Triawan menyatakan bahwa suatu saat nanti, talenta kita tak boleh ragu untuk memproduksi karya-karya bertema global.

Line Creative Day 2015 03

“Kami sangat menghargai segala upaya yang telah dilakukan dan diinisiasi pihak Line demi mendukung perkembangan industri kreatif anak-anak bangsa melalui stiker dan Webtoon,” kata Triawan melalui press release. “Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah sekarang yang bekerja keras mencapai target kontribusi terhadap ekonomi dan kesejahteraan berbasis kreativitas. Line menyuguhkan peluang itu seluas-luasnya.”

Line Creative Day 2015 02

Dalam Creative Day 2015, peserta dipersilakan mengikuti berbagai sesi seminar, di antaranya mencari tahu cara menjadi desainer stiker dan komik digital, dipandu langsung tim ahli dari kantor pusat Line. Selain itu, seniman-seniman kawakan juga saling berbagi pengalaman, masukan dan tips – menyajikan medium untuk mengenal satu sama lain dan menambah relasi. Pengunjung dipamerkan pula galeri berisi karya-karya para pemenang kontes, dari mulai fase sketsa hingga versi jadinya.

Line Creative Day 2015 05

Lalu siapa saja yang mememangkan lomba stiker serta komik digital? Di kategori stiker, Line Corporation memilih sepuluh juara. Daftarnya bisa Anda lihat lengkap di bawah, angka menunjukkan peringkat:

1. Junaidi LimSarita Gadis Dayak (Rp 50 juta)
2. Rizka AmaliaAnak Kos (Rp 40 juta)
3. Donny RahmanJamu Gendong Mbok De (Rp 30 juta)
4. Bob Raigen Wayang Cilik (20 juta)

Line Creative Day 2015 09

Peringkat selanjutnya masing-masing meraih Rp 10 juta:

5. Emily & ImoKulkas Indo
6. Ayu Shabrina SoewandiSyerin Saraswati
7. Hellen MoresDuwa Wang
8. Kevin HoSi Satpam Komplek
9. Mochammad Punky NoorCapit Si Sandal Jepit
10. Melvina OktaviantiSi Onjai Ondel Jalanan

Terdapat enam pemenang kompetisi Webtoon, terbagi dalam tiga peringkat.

Line Creative Day 2015 07

  1. Annisa NisfihadiMy Pre Wedding
  2. Archie the Red CatEggnoid
    ChyntiaFlawless
  3. AfitNo Homo
    Vega & SatriaNusantara Droid War
    AngelinaAlice

Line Creative Day 2015 01