Tag Archives: William Gozali

AMVESINDO

Catatan AMVESINDO Terkait Ekosistem Startup Digital Selama Pandemi

Lanskap startup Indonesia diwarnai sejumlah investasi dari perusahaan modal ventura lokal hingga asing. Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mencatat, pandemi memberikan dampak yang beragam kepada perusahaan rintisan dan UKM. Sejumlah pelaku usaha mengalami dampak negatif, seperti menurunnya transaksi hingga tutupnya layanan; tapi sebagian lainnya mengalami dampak positif, seperti melonjaknya permintaan/transaksi dan jangkauan konsumen yang semakin meluas.

Dalam sesi webinar yang diinisiasi oleh AMVESINDO terungkap, beberapa tren hingga potensi yang cukup menarik di beberapa sektor yang bisa dijadikan acuan kegiatan investasi para perusahaan modal ventura lokal hingga asing.

Pemetaan perubahan kebiasaan konsumen

Pemetaan perubahan kebiasaan pengguna
Pemetaan perubahan kebiasaan pengguna

Pandemi yang datang sejak awal tahun, secara khusus telah mengubah kebiasaan kebanyakan konsumen. Mereka sebelumnya masih melakukan kegiatan online dan juga offline, ketika aturan PSBB diberlakukan, kegiatan mulai shifting kepada online. Menurut Ketua I AMVESINDO William Gozali, hal ini mendorong perusahaan rintisan untuk mampu beradaptasi dengan situasi seiring perubahan perilaku masyarakat.

“Jika kita lihat perusahaan rintisan atau perusahaan teknologi yang mampu bertahan saat pandemi adalah ride-hailing. Ketika demand untuk ride-hailing menurun, mereka kemudian mulai shifting kepada produk atau layanan lainnya sepeti makanan dan logistik,” kata William.

Sektor lain yang juga mengalami peningkatan cukup drastis adalah sektor edutech, e-commerce, dan healthtech. Meskipun produk yang mereka hadirkan belum maksimal, namun adopsi digital menjadi lebih terakselerasi saat pandemi. Amvesindo juga mencatat, peranan layanan fintech dan logistik sangat penting untuk memperkenalkan dan membiasakan masyarakat Indonesia untuk melakukan transaksi secara nontunai. Kebiasaan tersebut menurut William semakin meningkat jumlah adopsinya saat pandemi.

“Yang perlu diperhatikan adalah, apa yang dibutuhkan dan tentunya bisa berjalan dengan baik saat ini dan mulai lakukan perubahan. Karena ke depannya atau yang dikenal dengan istilah new normal, memiliki potensi untuk berjalan seterusnya,” kata William

Potensi social commerce, supply chain, dan UKM

Selama pandemi juga semakin banyak perusahaan rintisan yang secara khusus menargetkan UKM sebagai target pasar. Meskipun dalam 3 tahun terakhir sudah banyak startup yang menyasar sektor tersebut, namun tahun ini tercatat semakin banyak jumlah startup yang menghadirkan layanan, khususnya layanan warung digital yang ingin memudahkan pelaku UKM menjalankan bisnis.

Sektor kecantikan juga menjadi potensi bagi startup hingga investor yang ingin memberikan pendanaan. Makin banyaknya pemain lokal hingga asing yang menghadirkan produk kecantikan untuk masyarakat Indonesia, terlihat makin banyak pemainnya dan tentunya menjadi peluang tersendiri.

“Sebagai negara yang sarat dengan pengguna media sosial, konsep social commerce menjadi relevan, untuk memetakan seperti apa kebutuhan dan biaya logistik yang perlu dikeluarkan oleh pemain saat menawarkan produk kepada pelanggan,” kata William.

Di sisi lain perlahan tapi pasti, food tech atau platform kuliner yang berbasis teknologi juga mulai banyak menunjukkan pertumbuhan yang positif saat ini. Diinisiasi oleh platform ride hailing, kini makin banyak platform food tech yang mengalami pertumbuhan yang positif. Salah satu kekuatan mereka adalah, dengan dukungan big data yang sebelumnya telah diimplementasikan oleh platform ride hailing di Indonesia.

“Sejak awal terdapat 3 sektor yang memiliki peranan penting dalam ekosistem startup, yaitu finansial, e-commerce, dan logistik. Ketiga sektor tersebut saling membutuhkan dan masing-masing memiliki peranan terkait. Kini sektor turunan e-commerce mulai muncul dan memiliki potensi yang menarik untuk dijajaki,” kata William.

Masih besarnya jumlah pendanaan

Dinamika investasi perusahaan rintisan Indonesia
Dinamika investasi perusahaan modal ventura

Industri modal ventura secara umum juga mengalami peningkatan kinerja pada tahun 2019. Mulai dari kenaikan aset, sumber pendanaan, dan modal yang merupakan tanda bahwa industri modal ventura masih bisa tumbuh. Adapun tantangan yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah masih besarnya porsi instrumen Pembiayaan Bagi Hasil dari portofolio perusahaan modal ventura yang ada.

AMVESINDO mencatat hingga 31 Desember 2019, pertumbuhan aset PMV termasuk PMVD (Perusahaan Modal Ventura Daerah) mencapai Rp 19.65 Triliun, mengalami peningkatan sebesar 58.72% dibandingkan periode 2018.

Meskipun kondisi sedang mengalami krisis secara global, namun jumlah pendanaan sejak awal tahun hingga bulan November ini masih cukup besar jumlahnya. Tercatat Q3 tahun 2020, ada 52 transaksi pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura untuk startup, dengan jumlah pendanaan mencapai $1.920.900.000.

Pendanaan ini disalurkan kepada startup dari berbagai sektor, dengan tiga sektor terbanyak yaitu fintech (6 transaksi pendanaan), edutech (6 transaksi pendanaan), dan SaaS (6 Transaksi Pendanaan).

 

Dalam memberikan pendanaan kepada startup, setidaknya ada empat poin yang menjadi pertimbangan PMV, yaitu: potensi pertumbuhan pasar, kemampuan beradaptasi, kualitas founders, serta model bisnis yang jelas, dan penggunaan dana yang efisien.

“Ke depannya diprediksi sektor yang terakselerasi dengan baik adalah e-health, e-groceries, edutech dan e-logistic yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan saat ini masih belum terjawab di Indonesia. Diversifikasi juga menjadi sangat baik untuk diterapkan oleh perusahaan rintisan, agar bisa bertahan saat pandemi dan ketika kondisi memasuki new normal,” kata William.

BRI ventures

BRI Ventures Pertimbangkan Investasi di Luar Sektor Fintech

BRI Ventures, ventura korporasi dari BRI, mengungkapkan rencana untuk berinvestasi di luar sektor fintech pada tahun depan. Sektor yang disasar adalah industri kreatif, agrikultur, maritim, kesehatan, pendidikan, travel, fesyen, dan ritel.

VP of Investment BRI Ventures William Gozali menjelaskan, sebelumnya perusahaan harus memenuhi beberapa aturan karena mereka adalah usaha ventura dari bank. Sebelum itu terpenuhi, maka fokus utama saat ini BRI Ventures adalah berinvestasi untuk startup fintech dan fintech-enabler.

“Jadi ada beberapa kerangka manajemen risiko dan operasional yang harus kita penuhi. Makanya kita pastikan comply, baru kita bisa agresif [berinvestasi ke sektor di luar fintech],” terang William di sela-sela NextICorn 2019, Jumat (15/11).

Sektor startup yang diincar beberapa di antaranya adalah DNA dari BRI sebagai bank mikro yang menyentuh nasabah di agrikultur dan maritim.

Adapun untuk sektor fintech, yang diminati BRI adalah yang bergerak di bawah payung regulasi OJK dan BI. Ada pembayaran, crowdfunding, p2p lending, dan IKD, termasuk di dalamnya insurtech, wealth management, credit scoring, big data, dan lainnya.

“Kami hanya mau berinvestasi ke startup yang sudah berlisensi dan terdaftar di regulator, karena kami respect dengan regulator.”

BRI juga melihat berdasarkan hierarki kebutuhan konsumen. Di Indonesia, pertama kali masyarakat mulai paham terhadap produk pembayaran, kemudian pinjaman, transfer uang, dan remitansi.

“Secara hierarki orang lebih butuh produk pinjaman, setelah itu lanjut ke saving, asuransi, dan wealth management. Tidak mungkin langsung ke asuransi dulu kalau tidak punya saving, berdasarkan siklusnya seperti itu.”

Kendati hadir sedikit terlambat daripada CVC lainnya, William meyakini banyak pembelajaran, terkait strategi berinvestasi, bisa menjadi bahan pertimbangan dan masukan.

Di antaranya mengenai apa yang sukses di Amerika Serikat (Silicon Valley), tidak bisa direplikasi begitu saja di Indonesia. Seperti posisi Uber saat ini yang kini ingin mengikuti model super app yang sudah diterapkan oleh Gojek.

Pun demikian di Tiongkok. Di sana kondisinya cukup berbeda, orang Tiongkok tergolong lebih hyper consumtive, kualitas internet sangat baik, dan sebagainya. Kondisi di Indonesia tidak demikian.

“Itu seninya, kita connecting the dots, pattern-pattern yang mirip, tapi enggak bakal 100% sama. Jadi kita harus mau learn dan unlearn. Intinya enggak boleh sok tahu, meski BRI ini punya banyak pengalaman tapi willing to learn.”

Pengumuman investasi berikutnya

BRI Ventures adalah salah satu inisiatif BRI yang ingin adaptif terhadap perkembangan digital. Untuk itu, di-plot sebagai venture investment yang fokus pada pendanaan seri A ke atas. Sementara pada tahap awal, BRI punya inisiatif lainnya berbentuk program inkubasi BRIncubator.

Di sisi venture build, ada salah satu inisiatif yang sudah diluncurkan lewat BRI Agro untuk aplikasi lending Pinang.

“Ini lebih ke arah appetite. Mungkin pada tahap seed, startup yang masuk ke BRI belum siap. Kita enggak ingin, sistem startup-nya down karena langsung diakses oleh 80 juta nasabah BRI.”

BRI Ventures telah disuntik dana senilai $250 juta (setara Rp3,5 triliun) untuk diinvestasikan kembali ke startup. Sejak diumumkan kehadirannya pada Juli 2019, baru ada satu pengumuman investasi BRI untuk LinkAja pada putaran seri A dengan nilai yang tidak disebutkan.

Ditanya mengenai komitmen untuk kembali berinvestasi ke LinkAja yang tengah menggalang seri B, William hanya memastikan dukungan penuhnya untuk LinkAja.

“Kita full support di LinkAja baik secara finansial dan sinergi. Itu komitmen kita dari awal. Mereka itu perusahaan independen, jadi sambil kita supervise, kita support strategi manajemennya.”

Dengan dana $250 juta ini menurutnya cukup untuk berinvestasi sampai tiga tahun mendatang. Perusahaan akan berinvestasi ke startup antara $5 juta-$10 juta per investasi (setara Rp70 miliar-Rp140 juta).

“Kami tidak target spend, tapi melihat market opportunity karena ada beberapa sektor yang capital intensive, tapi ada juga yang capital efficient. Kami melihat bagaimana sinerginya dengan BRI bisa leverage aset mereka dengan startup.”

Investasi berikutnya akan diumumkan pada pertengahan Desember mendatang.

Sebelumnya sumber kami mengonfirmasi bahwa BRI sedang menjajaki kemungkinan investasi ke Traveloka, namun sejauh ini belum ada keputusan final.

Nicko Widjaja Officially Appointed as the CEO of BRI Ventures, Trusted with 3,5 Trillion Rupiah Investment Funds

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) is officially announced a corporate venture capital (CVC) named BRI Ventures (BV). It’s to debut with $250 million or around 3.5 trillion Rupiah for startups.

They are to focus on the growth-stage and late-stage startups – as in Series A and above. Coverage landscape is still around fintech, particularly those related to the increase of current consumer ecosystem.

BRI has appointed Nicko Widjaja to be the CEO. On the other hand, he is now an advisor to MDI Ventures. There is no announcement regarding his successor for MDI’s CEO, it might be in the next shareholder meeting. Following Nicko, MDI Ventures’ Head of Investment, William Gozali is appointed as BV’s VP of investments. Previously, the company is said to pour $100 million for BV for operational. It also to make maneuvers on getting connected to related parties in the national fintech transformation.

BV is said to have the biggest amount of venture funds for Indonesia with the number they’ve mentioned before. “…the digital disruption is real and there’s no immune to that. We’ve been left behind for five years in this industry (investment in the digital industry), it’s the fast progress and execution that enables one to roll the dice in this game,” he said.

BRI Ventures thesis on startup criteria

On Nicko’s opinion related to fintech sector in particular. Currently, the growing trend is the offline business optimation using technology. For example, Warung Pintar, Fore Coffee, Payfazz, and many more. He believes with BV, there will be more sectors to support through fintech channel and ecosystem, from retail, academic, and health.

In the previous interview with DailySocial at MDI’s office launch in Singapore, he revealed the success strategy on the venture business. Southeast Asia is getting the momentum of investment surge, while investors always need “consultant” to get the picture of the current ecosystem. With MDI, he provides comprehensive insights for all investors while transferring relevant skills in the market.

The year 2018 is the right moment for corporate ventures. There are 2740 CVC transactions during the year that adds up to $53 billion (announced) investment for the digital startup. Asia raises 38% of the total value.

Lead by the same sailor, Nicko Widjaja, BV is to focus on the investment for Series A and above, while MDI Ventures is going to lead the advance matters with stronger fundamental.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Venture

BRI Ventures Tunjuk Nicko Widjaja sebagai CEO, Kelola Dana Investasi hingga 3,5 Triliun Rupiah

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) secara resmi mengumumkan peluncuran corporate venture capital (CVC) mereka BRI Ventures (BV). Dalam debutnya akan mengelola dana senilai $250 juta atau setara dengan 3,5 triliun Rupiah untuk diinvestasikan ke startup.

Fokusnya pada startup yang sedang di tahap growth dan late-stage –setara dengan seri A ke atas. Terkait lanskapnya disebutkan masih seputar fintech, khususnya yang fokus pada peningkatan ekosistem konsumen masa kini.

BRI juga telah menunjuk Nicko Widjaja untuk menjadi CEO. Sementara di MDI Ventures, ia kini bertindak sebagai advisor. Penggantinya sebagai CEO MDI Ventures baru akan diumumkan pada pertemuan pemegang saham berikutnya. Selain Nicko, Head of Investment MDI Ventures William Gozali juga turut ditarik ke BV, menjabat sebagai VP of Investments.

Menurut pengumuman sebelumnya, korporasi telah mengeluarkan $100 juta kepada BV untuk memulai operasional. Termasuk melakukan manuver untuk terhubung dengan pihak-pihak yang dinilai dapat terlibat dalam transformasi fintech nasional.

Dengan angka yang dijabarkan, bisa dibilang BV punya dana ventura terbesar untuk yang berbasis di Indonesia.

“…disrupsi digital itu nyata dan tidak ada industri yang kebal terhadapnya. Kami tertinggal lima tahun dalam hal perusahaan yang menjelajah kawasan ini (investasi di industri digital), sehingga kecepatan dan eksekusi cepat adalah kunci untuk mempelajari tentang apa yang sebenarnya akan terjadi dalam permainan ini,” ujar Nicko.

Tesis BRI Ventures tentang kriteria startup

Secara lebih spesifik mengenai sektor fintech seperti apa Nicko bercerita. Sejauh ini tren yang bertumbuh adalah optimasi bisnis offline dengan teknologi. Sebagai contoh kehadiran Warung Pintar, Fore Coffe, Payfazz dan lain-lain. Ia pun mempercayai, lewat BV akan banyak sektor yang akan didukung melalui kanal dan eksostem fintech, mulai dari ritel, pendidikan, hingga kesehatan.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial saat peresmian kantor MDI di Singapura Nicko menjelaskan tentang strateginya menyukseskan bisnis ventura. Saat ini Asia Tenggara tengah mendapatkan momentum lonjakan investasi, sementara para investor butuh “konsultan” untuk memahami ekosistem di sini. Yang ia praktikkan bersama MDI adalah memberikan pengetahuan komprehensif kepada para pemilik dana, sembari mentransfer keterampilan yang relevan di pangsa pasar.

Tahun 2018 menjadi momentum penting bagi corporate venture. Sepanjang tahun tersebut tercatat 2740 transaksi CVC yang menyumbang nilai investasi (yang diumumkan) $53 miliar untuk startup digital. Sementara Asia mendapatkan porsi 38% dari total nilai investasi.

Sama-sama dalam dinakhodai Nicko Widjaja, BV akan difokuskan untuk mengerahkan investasi di tahap pendanaan seri A dan seterusnya, sementara MDI Ventures akan mencari kesepakatan yang lebih matang dengan fundamental yang lebih kuat.

MDI Ventures berikan alasan investasi ke Ematic / Shutterstock

MDI Ventures Jelaskan Alasan Suntikan Dana ke Ematic

MDI Ventures baru saja menggelontorkan dana hampir $1 juta untuk pendanaan pre-series A kepada Ematic, salah satu startup yang berbasis di Singapura. Ematic pasca pendanaan ini juga mengumumkan secara resmi bahwa mereka akan segera beroperasi di Indonesia. Pihak MDI Ventures menilai Ematic memiliki potensi yang cukup tinggi di Indonesia mengingat data pertumbuhan klien Indonesia yang cukup baik.

Ematic sendiri telah meresmikan kantor yang berlokasi di Jakarta. Kantor tersebut nantinya akan menjadi basis operasi di luar Singapura. Langkah ini diambil untuk membuka peluang Ematic mendapat lebih banyak klien di Indonesia.

CEO MDI Ventures Nicko Widjaja dalam rilis pers beberapa waktu mengungkapkan bahwa investasi mereka ke Ematic merupakan hal yang menarik Ematic dinilai mampu “mengganggu” perusahaan-perusahaan email marketing tradisonal.

“Sampai saat ini, kebutuhan email marketing masih ditangani dari perusahaan semacam email service provider. Metodologi ini terbukti sangat rendah ROI nya, tidak selalu akurat (bahkan annoying karena pemilik akun mendapatkan email blast) dan sangat labor intensive. Ematic menjawab dengan berkurangnya spam karena email promo tersebut sampai ke target yang relevan,” ujar Nicko.

Nicko juga menjelaskan bahwa teknologi yang diusung Ematic adalah sebauh teknologi yang menggambarkan salah satu masa depan adtech di Indonesia. Ematic dinilai MDI Ventures memiliki sustainabilitas yang tinggi dan sudah memiliki model bisnis yang jelas untuk dikembangkan.

Sementara itu, soal mengapa tidak memilih startup sejenis dari Indonesia, Investment Manager MDI Ventures William Gozali yang dihubungi via surel menjelaskan, “Digital Advertising / Advertising Technology adalah industri yang sangat mature sehingga pemain serupa dari global banyak, tetapi uuntuk di Asia Tenggara, Ematic yang kami lihat solid dan spesifik (email marketing analytics untuk e-commerce).”

William juga memaparkan tiga hal yang menjadi alasan mengapa MDI Ventures akhirnya memberikan suntikan dana ke Ematic.

Pertimbangan pertama adalah produk yang unik dan spesifik. Ematic sebagai penyedia layanan analisis email marketing dinilai telah berhasil membuktikan produknya dengan growth traction, pertumbuhan klien dan (Monthly Recurring Revenue) yang bagus dalam setahun terakhir.

Pertimbangan selanjutnya adalah pasar yang potensial. Ematic secara spesifik menyasar perusahaan e-commerce. Di Indonesia sendiri industri e-commerce dan bisnis pendukungnya juga masih terus tumbuh, termasuk juga periklanan, dalam hal ini email marketing.

Sedangkan alasan terakhir adalah pengalaman Founder Ematic Paul Tenny yang sudah lama berkecimpung di dunia email marketing bisa membawa Ematic berjaya di industri email marketing.

Validasi Ide Untuk Dominasi Pasar Yang Lebih Tepat Sasaran

Ekosistem startup di Indonesia diakui MDI Ventures sebagai salah satu industri terpanas di Asia Tenggara saat ini. MDI yang merupakan pemodal ventura perpanjangan tangan Telkom ini memang dikenal cukup aktif di tengah ekosistem startup lokal. Ditemui tadi malam (29/10) dalam acara meetup yang diselenggarakan di co-working space Kolega, tim MDI Ventures berbagi pengalaman untuk para penggiat startup untuk memvalidasi ide bisnis sebelum terjun ke pasar.

Continue reading Validasi Ide Untuk Dominasi Pasar Yang Lebih Tepat Sasaran

Sebab Pendanaan Bukanlah Permasalahan Utama, Startup Harus Persiapkan Diri Hadapi Fase Setelah Fundraising

shutterstock_280126958

Sembilan dari sepuluh startup dinyatakan akan gagal. Pernyataan tersebut telah menjadi rahasia umum bagi siapapun yang berkecimpung secara langsung maupun tak langsung di industri ini. Sejatinya kegagalan mungkin memang tak dapat dihindari, tetapi keputusan untuk bangkit lantas melakukan pivot, serta meredam dan mencegah kegagalan merupakan bekal fundamental yang harus dimiliki para pendiri startup. Untuk membentuk karakter tersebut, startup membutuhkan tangan-tangan dari tiap entitas yang bekerja langsung di sekitarnya.

Continue reading Sebab Pendanaan Bukanlah Permasalahan Utama, Startup Harus Persiapkan Diri Hadapi Fase Setelah Fundraising

Mempelajari Strategi Mendapatkan dan Memanfaatkan “Smart Money”

Mengelola "smart money" adalah hal penting demi menjaga keberlangsungan startup / Shutterstock

Ekosistem startup yang semakin mantap di Indonesia jelas terlihat dari gencarnya pendanaan yang dikantongi oleh startup-startup lokal. Penggalangan dana terlihat semakin mudah dilakukan, meskipun kenyataannya proses yang dilalui memakan perhatian yang menguras tenaga. Celakanya, para pendiri menganggap pendanaan merupakan pencapaian dari hasil perjuangan mereka. Tantangan untuk mengembangkan dan mempertahankan startup, setelah perolehan “smart money”, justru cenderung semakin besar.

Continue reading Mempelajari Strategi Mendapatkan dan Memanfaatkan “Smart Money”