Kurniawan Santoso dan timnya di Job2Go tidak pernah menyangka bahwa beberapa bulan setelah perusahaannya diumumkan ke publik di Desember 2019, mereka harus memutar otak dan mencari cara untuk tetap bertahan.
Saat itu, Job2Go harus menelan pil pahit ternyata solusi yang ditawarkan pada saat itu —pencarian lowongan kerja berbasis on-demand— tidak bisa dilanjutkan karena semua perusahaan langsung pasang ikat pinggang di awal pandemi.
“Waktu itu [pandemi] pekerjaan yang sifatnya on-demand tidak ada, jadinya kita mulai pindah. Pertama bangun job portal in general sekitar tiga minggu, lalu ditambahkan dengan solusi lainnya hingga yakin dengan solusi manajemen HR inilah yang dibutuhkan oleh banyak perusahaan,” ujar Co-founder dan CEO Job2Go Kurniawan Santoso saat ditemui DailySocial.id, Senin (6/3).
Setelah dipelajari, ternyata ada mispersepsi arti pekerjaan on-demand di Indonesia dibandingkan di luar negeri. Hal ini berdampak pada minimnya tingkat permintaan dan pencarian pekerjaan jenis ini. Bisa dikatakan pekerjaan on-demand seperti ini baru terbukti berhasil di industri transportasi saja, seperti yang disediakan Grab dan Gojek.
“Definisi yang tepat buat di Indonesia itu adalah creative job untuk pekerjaan on-demand. Misalnya, ada orang yang biasa kerja freelance untuk desain, lalu ketika suatu perusahaan cari tenaganya tinggal pilih mana yang cocok.”
Terkait model bisnisnya saat ini, ia tidak bersedia menyebutnya sebagai pivot tetapi penajaman strategi menjadi platform manajemen HR menyeluruh, mulai dari rekrutmen, hiring, onboarding, training, penggajian, dan hubungan industrial. Tak hanya itu, Job2Go juga mulai masuk ke embedded finance melalui produk Job2Go Workforce, tawarkan EWA (earned wage access) dan asuransi mikro, bermitra dengan Kini.id, Beever, dan Asuransi Hanhwa Life.
Menurut Kurniawan, penyediaan solusi menyeluruh ini menjadi nilai lebih perusahaan dibandingkan pemain sejenisnya. Klien hanya perlu membayar management fee untuk seluruh layanan yang tersedia tanpa biaya tambahan, sehingga mereka pun lebih efisien dari sisi pengeluaran. Hal yang sama juga berpengaruh bagi bisnis Job2Go itu sendiri yang dapat menjaga pertumbuhan pendapatannya, terutama dari sisi margin dan komisi (fee based) yang diterima Job2Go dari produk finansial.
Embedded finance merupakan inovasi baru yang memberikan dampak positif dalam rangka meningkatkan literasi keuangan. EWA itu sendiri memungkinkan karyawan untuk mengakses gaji lebih awal apabila dalam keadaan mendesak, sehingga tidak perlu lari ke pinjaman online yang bunganya mencekik. Perkawinan antara solusi HR dan fintech ini diprediksi akan menciptakan solusi-solusi baru yang dapat menguntungkan karyawan dan pemberi kerja.
Rencana untuk mulai mengimplementasikan teknologi blockchain pun sudah diwacanakan. Apabila terjadi, dunia HR tentunya akan sangat terbantu dalam proses hiring karena sebelumnya harus memverifikasi berbagai data jadi tidak perlu dilakukan lagi, masih banyak lagi inovasi yang bisa terjadi melalui blockchain.
“Kami berencana untuk buat fitur investasi karena intinya kami mau meningkatkan literasi finansial bagi orang-orang yang berada di area blue-gray collar ini.”
Rencana Job2Go
Dua tahun dengan bisnisnya saat ini, Job2Go mengklaim telah mencetak pendapatan (revenue) sebesar $10 juta (lebih dari 153 miliar Rupiah) per tahunnya. Kurniawan mengungkapkan pencapaian positif ini akan dilanjutkan pada tahun ini dengan menjaga target pertumbuhan yang sama dengan tahun lalu, dibarengi mengontrol pengeluaran. Ia menargetkan Job2Go mencapai titik impas (BEP) agar segera cetak untung.
“Sekarang almost BEP, sekarang kita sedang lihat cost mana yang harus disesuaikan untuk capai profitabilitas. Target ini yang sedang kita kejar bagaimana jaga pertumbuhan tetap sustainable karena kebanyakan startup tuh tumbuh tapi enggak sustain, kita enggak mau kayak gitu.”
Mereka telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mencapai target ini, salah satunya selalu memantau tingkat kepuasan klien sembari terus mengejar penambahan klien baru. Pengembangan produk baruk tidak bakal semasif saat awal beroperasi.
Terhitung klien yang sudah pernah ditangani Job2Go mencapai 50 perusahaan lintas industri. Mereka didominasi sektor teknologi, konsumer, dan finansial. Beberapa nama perusahaannya adalah Grab, Tokopedia, Abbott, dan sebagainya. Tahun ini perusahaan akan menambah industri lainnya, seperti manufaktur dan pelayanan publik.
Berdasarkan data mereka, tenaga kerja yang paling banyak dicari para klien Job2Go banyak berkaitan dengan frontliner dan back office. Untuk frontliner, seperti salesman, telemarketer, dan customer service untuk penempatan di daerah. Sementara back office, pekerjaan umum seperti accounting, finance, administrasi, juga banyak dicari.
“Karena kita ini full service, jadi kita yang rekrut tenaga tersebut, absensi, dan payroll-nya mereka lewat kami, tapi kesehariannya mereka bekerja untuk klien. Kami yang menyediakan seluruh legalitasnya, termasuk jika ada pemutusan hubungan kerja (PHK).”
Untuk rencana jangka panjangnya, Kurniawan memaparkan bahwa ia ingin Job2Go ekspansi ke pasar ASEAN dan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Baginya, melantai di bursa adalah pembuktian bahwa model bisnis manajemen HR yang dijalankan Job2Go ini terbukti dapat bertahan lama dan relevan dengan kebutuhan semua industri.
“Negara ASEAN itu punya karakteristik yang sama satu sama lain, dari sisi region juga berdekatan, jadi secara ekonominya juga akan saling terhubung. Ambisi kita bisa serving ASEAN entah dengan masuk sendiri, partnering dengan pemain sejenis dari negara tersebut, atau merger. IPO atau ekspansi kita lihat mana yang duluan dalam 3-4 tahun lagi.”
Dalam ruang lingkupnya di Indonesia, Job2Go bersaing dengan MyRobin, Workmate, dan Staffinc. Apabila melihat dari industrinya, para startup ini bersaing dengan perusahaan outsourcing yang seluruh sistemnya masih konvensional, belum terintegrasi antar layanannya, baik itu workforce management, penggajian, dan rekrutmen harus pakai/sewa platform yang berbeda-beda. “Tapi kita mengembangkan service outsourcing ini dalam sistem yang sudah satu kesatuan.”
Job2Go yang didukung 50 orang karyawan ini sudah tiga kali mendapat pendanaan eksternal. Pertama kali angel round dari BANSEA (The Business Angel Network of Southeast Asia) dan investor dari Jepang pada Juni 2020. Kedua, terjadi pada tahun yang sama untuk putaran tahap pra-Seri A dari investor asal Korea Selatan. Nominal dana yang diraih dari kedua putaran ini sayangnya dirahasiakan.
Ketiga, pendanaan berbentuk debt (utang) sebesar $1,5 juta dari sejumlah investor dan startup p2p lending, yakni, Xencap, ChocoUp, dan Modal Rakyat dengan menggunakan skema invoice financing.