Tag Archives: Y Combinator

CEO Wynn Nathaniel, COO Wendy Noel Wijaya / Proglix

Proglix Hadirkan Solusi Terpadu Penyediaan Raw Material untuk Konsumen Infrastruktur dan Manufaktur

Saat ini sektor infrastruktur dan industri sering menghadapi persoalan. Pengadaan bahan baku melalui cara tradisional, seperti pedagang atau grosir, tidak dapat diandalkan dengan waktu pengiriman yang tertunda dan harga yang berfluktuasi. Melihat persoalan tersebut, Proglix, startup yang menyediakan platform berteknologi untuk pengadaan bahan baku dan pembiayaan kredit untuk usaha kecil menengah (UKM), hadir.

Proglix didirikan oleh Wynn Nathaniel (CEO), Wendy Noel Wijaya (COO), dan Prawira Indra (CTO). Kepada DailySocial, Wynn Nathaniel mengungkapkan, saat ini di Indonesia lanskap penyediaan raw material untuk industri sangat besar potensinya. Namun pembelian ke berbagai pihak masih mengandalkan trader atau pedagang yang fungsinya serupa tengkulak. Hal ini menyulitkan bagi perusahaan manufaktur untuk membeli produk di prinsipal yang berbeda.

“Berbeda dengan platform serupa lainnya, Proglix sejak awal fokus kepada bahan baku berbasis industri. Misalnya kita fokus kepada manufacturing dan infrastruktur. Fungsi kita tidak menghubungkan kontraktor dengan distributor, namun lebih kepada bagaimana manufaktur skala kecil sampai menengah bisa mendapatkan bahan baku langsung dari para prinsipal melalui Proglix.”

Proglix berupaya mengintegrasikan pembaruan stok dan harga dari beberapa produsen hingga mengambil pesanan pelanggan, melacak pengiriman, dan memfasilitasi pembayaran. Proglix menyederhanakan proses pengadaan untuk UKM dan memungkinkan mereka mendapatkan bahan baku berkualitas tinggi seperti logam, baja, polimer, dan perlengkapan listrik di harga yang kompetitif dan lead time yang lebih pendek.

Saat ini platform yang menawarkan layanan dan teknologi beririsan di antaranya Tokban (Toko Bangunan) dan Juragan Material.

Bina relasi dengan prinsipal dan pelanggan

Situs Proglix untuk pelanggan / Proglix

Meskipun sempat mendapatkan keraguan, Proglix mengklaim telah memiliki sekitar 20 prinsipal yang bergabung ke platform-nya untuk produk kabel, raw material, hingga finished goods.

Saat ini Proglix disebutkan sudah digunakan oleh 101 pelanggan di Pulau Sulawesi, Kalimantan, Jawa. 15-20% pelanggan mereka adalah perusahaan manufacture dan sisanya adalah specialized store atau toko khusus.

“Cukup sulit bagi kami untuk meyakinkan prinsipal untuk bergabung dengan Proglix di awal. Meskipun kita telah menawarkan pembayaran tunai namun masih ada keraguan dari mereka yang kebanyakan adalah pemilik usaha yang masih menjalankan bisnis secara konvensional dan sudah saling mengenal dengan masing-masing pihak terkait. Namun dengan solusi yang kita tawarkan mereka sudah mulai terbiasa,” kata Wendy Noel Wijaya.

Untuk strategi monetisasi, Proglix mendapatkan margin untuk barang yang dijual. Model agregator demand yang mereka terapkan untuk pelanggan dianggap membantu mendapatkan barang yang diinginkan dengan opsi yang beragam dan harga yang lebih kompetitif.

Untuk memudahkan pelanggan melakukan pembelian, Proglix juga menyediakan pilihan pembayaran tempo dalam waktu 30 hari. Selain pembayaran uang tunai, pilihan pembayaran tempo tersebut ternyata cukup digemari oleh pelanggan. Saat ini Proglix masih melakukan uji coba dengan Modal Rakyat platform P2P untuk nantinya bisa memberikan pilihan pembiayaan kepada pelanggan. Namun ke depannya jalur yang paling ideal bagi Proglix adalah memanfaatkan layanan perbankan konvensional.

“Untuk memudahkan pelanggan melakukan repeat order, Proglix juga sudah menyediakan teknologi e-procurement kepada mereka. Ke depannya perusahaan juga akan mengembangkan teknologi forecasting, yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan untuk memprediksi pemesanan apa yang bisa dibeli langsung ke principal,” kata Wynn.

Berencana galang dana Seri A

Per Januari 2023, Proglix juga telah mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan sebanyak 66 kali lipat sejak pertama kali diluncurkan pada April 2022. Saat ini Proglix telah mengantongi dana segar tahapan awal senilai $1,35 juta (sekitar 20 miliar Rupiah). Investor yang terlibat dalam putaran pendanaan tersebut di antaranya 500 Global, Number Capital, Magic Fund, Arkana Ventures, dan MDI Arise, serta angel investor Hendra Kwik (Co-Founder Fazz) dan sejumlah Co-Founder startup kenamaan lainnya.

Dana segar tersebut dimanfaatkan perusahaan untuk penetrasi produk dalam meningkatkan tingkat adopsi platform perdagangan B2B bertenaga AI. Proglix juga memanfaatkan dana segar tersebut untuk working capital.

“Di fase awal cukup sulit bagi mereka untuk bisa mendapatkan perjanjian pembayaran tempo dari prinsipal. Di sisi lain tidak banyak pelanggan yang kemudian melakukan pembayaran secara tunai,” kata Wynn.

Saat ini Proglix merupakan satu-satunya startup asal Indonesia yang terpilih dalam program akselerasi Y Combinator Winter 2023.  Perusahaan telah memiliki sekitar 20  anggota tim dan tahun ini menargetkan bisa menambah jumlah pelanggan dan mitra prinsipal.

“Kita juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan yaitu Seri A. Namun kegiatan tersebut akan dilakukan oleh kami dilihat dari kebutuhan dan tentunya revenue yang sudah didapatkan oleh perusahaan. Kita berupaya untuk menjalankan semua proses tersebut secara konvensional, tergantung dari berapa banyak dana yang kita butuhkan dan berapa jumlah dana yang akan kita galang menghindari terjadinya over valuation,” kata Wynn.

Fokus Investasi “Iterative” di Indonesia Lewat Dana Kelolaan Kedua

Di balik isu tech winter dan resesi global yang membayangi, industri teknologi di wilayah Asia Tenggara masih bertumbuh dengan pesat. Hal ini terlihat dari kehadiran banyak program akselerator seperti Y Combinator, Google Accelerator, dan Surge milik Sequoia yang menunjukkan peluang besar perusahaan rintisan di kawasan ini

Terinspirasi dari perusahaan global Y Combinator, Brian Ma dan Hsu Ken Ooi mendirikan Iterative untuk mendukung para founder mencapai mimpi mereka. Brian sebelumnya adalah Co-Founder dan CEO Divvy Homes, dan Hsu Ken Ooi pernah mendirikan platform Decide.com yang diakuisisi eBay di 2013. Keduanya pernah menjalani inkubasi di Y Combinator.

Co-Founder dan Managing Partner Iterative Hsu Ken Ooi mengungkapkan ada banyak program akselerator yang ingin mengikuti jejak Y Combinator. Namun, ada dua hal penting untuk diperhatikan. Pertama, para investor di Y Combinator adalah pendiri startup, jadi mereka punya pengalaman langsung dalam mengembangkan perusahaan rintisan. Kedua, Y Combinator tidak memiliki kurikulum mengingat setiap perusahaan rintisan punya model bisnis dan vertikal berbeda. Kedua hal ini yang mendorong lahirnya Iterative.

Iterative memiliki jargon “Founders support founders” yang berarti pendiri mendukung pendiri. Nilai ini yang ingin diangkat oleh perusahaan, bahwa melalui iterative, para pendiri akan didukung penuh oleh investor yang juga memiliki pengalaman dan latar belakang kuat dalam mengembangkan perusahaan rintisan.

Fund II

Iterative mengumumkan dana kelolaan kedua (Fund II) pada 29 November 2022 senilai $55 miliar atau 856 triliun Rupiah, dipimpin oleh Cendana, K5 Global, Village Global, dan Goodwater Capital. Turut berpartisipasi jaringan besar pendiri dan eksekutif Silicon Valley, termasuk Arash Ferdowsi (Dropbox), Achmad Zaky (Bukalapak), Andrew Chen (Mitra umum a16z, Uber), Qasar Younis (Mantan COO YC, Intuisi Terapan), David Shim (Foursquare), Kum Hong Siew (Kepala Airbnb Asia), dan Moses Lo (Pendiri Xendit).

Rencananya, setengah dari pendanaan baru ini akan ditujukan untuk pendanaan lanjutan. Selain itu, dana segar ini juga mendorong Iterative untuk meningkatkan ukuran ceknya menjadi $500.000 dan menambahkan lebih banyak program untuk para pendiri di berbagai tahap, termasuk program untuk pendiri tahap awal yang belum matang dan pendiri tahap lanjut yang sudah mendapatkan traksi yang cukup besar.

Melalui Fund II ini, Iterative berambisi untuk mengembangkan wadah perkumpulan startup yang lebih besar, masing-masing sekitar 30. Tujuannya adalah untuk berinvestasi di lebih dari 100 perusahaan di berbagai tahap, termasuk startup pra-seed, seed, dan seri A.

Sejak mulai beroperasi pada Maret 2020, modal ventura asal Singapura ini telah mengumpulkan $65 juta dalam dua dana kelolaan, berinvestasi di lebih dari 65 perusahaan, serta 120 pendiri, dan nilai total perusahaan sekarang mencapai $1,2 miliar.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial, Hsu juga mengungkapkan bahwa, “perusahaan telah berinvestasi ke lebih dari 65 perusahaan dalam waktu dua tahun, dan akan segera menambah 25 portfolio dalam dua bulan ke depan.”

Fokus investasi di Indonesia

Terkait sektor yang disasar, Hsu mengungkapkan terative tidak memiliki kecenderungan untuk berinvestasi di sektor spesifik. Hanya saja, ia percaya untuk menjangkau pasar yang besar, sebuah perusahaan juga harus mengembangkan solusi untuk masalah yang besar. Di Indonesia, Iterative telah berinvestasi di beberapa perusahaan, yakni Yippy, Kipin, Qalbu, dan Zi.Care.

Hsu memaparkan tesis investasi yang harus dipenuhi untuk berinvestasi. Iterative mengincar startup yang menciptakan solusi untuk masalah besar sehingga menciptakan pasar yang besar juga. Lalu, startup harus bisa mengubah mindset. Contohnya, Uber. Dulu kita diberitahu untuk tidak naik mobil dengan orang asing. Kini, orang merasa aman menggunakan jasa transportasi online yang dikendarai orang asing.

Satu yang tidak kalah penting, perusahaan melihat pendiri yang berkualitas dan bisa mengarahkan jalannya sebuah bisnis. Menurut Hsu, kualitas seorang founder dapat dilihat dari tiga kualitas. Pertama, apakah mereka benar-benar melakukan apa yang mereka katakan? Seseorang yang konsisten dengan pencapaiannya adalah pribadi yang ‘mengerikan’. Kedua, seorang founder harus bisa meyakinkan dan memiliki kemampuan eksekusi yang baik.

Ketiga, perusahaan mencari orang-orang dengan motivasi yang datang dari dalam, bukan dari luar. Artinya, mereka melakukan sesuatu yang benar-benar mereka peduli, bukan hanya ingin ketenaran atau keuntungan. Kombinasi dari ketiga hal ini akan menciptakan seorang founder yang memiliki ketahanan dan dedikasi tinggi.

Menyinggung fokus Iterative di Indonesia, Hsu mengatakan, “saya melihat Indonesia sebagai peluang. Tidak hanya pencetak unicorn terbanyak,  Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara dimana seorang founder bisa membangun perusahaan rintisan dan menjadi unicorn tanpa harus ekspansi ke pasar lainnya. Contohnya, Bukalapak dan Tokopedia.”

Ia juga menggambarkan ekosistem di Indonesia terbilang ‘quite expensive‘. Hal ini dapat dinilai dari jumlah founder yang ada, termasuk dari startup unicorn. Selain itu, beberapa modal ventura hanya fokus di pasar Indonesia. “Tidak semua negara di Asia Tenggara memiliki hal ini,” tambahnya.

Resesi memiliki dampak yang berbeda bagi masing-masing kalangan. Hsu menilai bahwa perusahaan rintisan yang masih dalam tahap early stage tidak akan merasakan dampak yang sangat signifikan. Sementara, investor di tahap later stage merasakan dampak yang lebih besar. Secara pribadi, Hsu melihat proyeksi adanya peningkatan angka investasi di tahun depan dari tahun ini.

“Saya percaya bahwa investasi akan semakin meningkat karena banyak modal ventura yang meluncurkan fund baru seperti Sequoia dan Jungle Ventures. Ketika investor menaruh dana, mereka berharap dana itu diinvestasikan sehingga menghasilkan return. Maka dari itu, kami harus tetap berinvestasi, begitu pula dana kelolaan lain.” Tutupnya.

Delegasi merupakan salah satu peserta Y Combinator S22

Startup SaaS Akuntansi Delegasi Dikabarkan Peroleh Pendanaan Awal

Startup Saas pembukuan digital Delegasi dikabarkan memperoleh pendanaan awal (seed) dengan BEENEXT menjadi salah satu investor di putaran ini. Delegasi merupakan salah satu peserta Y Combinator batch S22.

Delegasi merupakan startup SaaS di bidang akuntansi. Berasal dari Bandung, platform ini didirikan tiga lulusan ITB, yakni Adrian Maulana, Anshorimuslim (Ans) Syuhada, dan Yudha Okky Pratama.

Mengutip dari berbagai sumber, para founder berupaya mengatasi masalah klasik yang kerap dialami para pemilik bisnis, seperti keterbatasan SDM dan minim pengetahuan terhadap akuntansi. Dari survei yang mereka lakukan, banyak pemilik bisnis telah membayar biaya langganan solusi semacam ini selama setahun, tetapi berhenti pada 1-2 bulan pertama. Menurut responden, perangkat lunak akuntansi yang ada dinilai terlalu kompleks bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan pada hal ini.

Startup ini mengembangkan virtual financial assistant berbasis AI yang dapat membantu pemilik usaha F&B untuk melakukan pencatatan keuangan. Pemilik bisnis cukup mengunggah struk, seperti nota belanja, mutasi rekening, dan stock opname via Telegram.

Sistem akan melakukan input, pencatatan, dan analisis yang menghasilkan tiga jenis laporan keuangan, yakni laba rugi, arus kas, dan neraca. Solusi ini diklaim dapat menghemat biaya tiga kali lebih terjangkau sehingga pemilik bisnis dapat fokus terhadap operasional dan tidak perlu merekrut karyawan.

Pasar SaaS

Saat ini pelaku UMKM memiliki banyak opsi yang dapat membantu mereka memudahkan kegiatan operasional. Sudah banyak startup di Indonesia yang mengembangkan produk, seperti pencatatan keuangan digital, cloud, hingga POS.

Mekari termasuk startup SaaS yang terbesar di Indonesia, menawarkan berbagai produk untuk meningkatkan produktivitas pegawai dan bisnis. Terakhir, Mekari mengakuisisi platform pengembang layanan CRM Qontak.

Selain itu, ada pula Credibook dan BukuWarung yang juga mengembangkan solusi pencatatan keuangan digital bagi pelaku UMKM. Kemudian, Qasir yang membidik pasar merchant untuk aplikasi POS.

Mengacu data Kementerian Koperasi dan UKM, baru ada 19 juta UMKM yang masuk ke ekosistem digital per Mei 2022. Angka tersebut masih jauh dari target 30 juta UMKM go digital di 2024. Adapun, total omzet UMKM yang sudah go digital telah mencapai Rp500 triliun-Rp600 triliun.

Startup SaaS pengembang platform tanpa kode (no-code) Fieldproxy mengumumkan penerimaan dana Pra-Seri A senilai $750 ribu dipimpin Y Combinator

VC Hendra Kwik Berpartisipasi ke Pendanaan Startup SaaS No-Code “Fieldproxy”

Startup SaaS pengembang platform no-code Fieldproxy mengumumkan penerimaan dana pra-seri A senilai $750 ribu (sekitar 11,2 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Y Combinator (W22 Batch), diikuti jajaran investor lainnya, yakni Number Capital, Mars Shot Ventures, Kevin Moore, dan Abheek Basu. Investor sebelumnya, seperti LetsVenture, 2am VC, magic.fund, serta angel investor dari sejumlah perusahaan di India turut serta dalam penyertaan modal.

Number Capital dan MAGIC merupakan unit ventura yang turut dinakhodai oleh Hendra Kwik, atau dikenal sebagai founder Payfazz. Di Number Capital ia berperan sebagai Founding Partner, sementara di MAGIC sebagai LP dan Partner.

Sejauh ini perusahaan berhasil mengumpulkan dana sebesar $1,05 juta. Adapun dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan upaya go-to-market (GTM).

Didirikan pada 2020 oleh Swaroop Vijayakumar, alumnus IIM Kozhikode, dan Balakrishna B, alumnus BITS Pilani di India, Fieldproxy menyediakan platform tanpa kode berbasis web yang memungkinkan bisnis merampingkan dan menyederhanakan interaksi internal mereka dengan tim lapangan di industri seperti bidang jasa, barang konsumsi, farmasi, energi, atau telekomunikasi.

Co-Founder Razorpay & Partner Mars Shot Ventures Shashank Kumar menuturkan, pihaknya senang dapat mendukung FieldProxy untuk mewujudkan visi mereka yang memungkinkan manajemen kekuatan lapangan yang mudah. “Manajemen kekuatan lapangan yang efisien adalah peluang besar di seluruh industri dan kami percaya bahwa FieldProxy berada di posisi yang kuat untuk mendisrupsi industri melalui platform tanpa kode mereka dan menggunakan template berbasis kasus,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (13/7).

Penjelasan Hendra Kwik tentang investasi ini

Founding Partner Number Capital Hendra Kwik menyampaikan, Fieldproxy adalah investasi perdana Number Capital di India. Pihaknya merasa terhormat dapat bermitra dengan Swaroop, Balakrishna, dan tim untuk membangun “Salesforce for Field Teams” di India. Timnya percaya pada tesis bahwa India akan menciptakan banyak startup SaaS besar dengan potensi kuat untuk ekspansi pasar global, mengingat negara tersebut kini dikenal sebagai produsen SAAS.

“Berikutnya, pangsa pasar yang besar karena terjadi inefisiensi, dan potensi ekspansi pasar global setelah dominasi India, adalah tiga alasan utama mengapa kami memutuskan untuk berinvestasi di Fieldproxy,” kata Hendra.

Menurut Hendra, Fieldproxy yang berbasis di Chennai, satu lokasi dengan basis operasional Freshworks yang terdaftar di NASDAQ, membawa optimisme yang tinggi bahwa Fieldproxy akan mengikuti kesuksesan Freshworks di tahun-tahun mendatang. “Manajemen tim lapangan adalah pasar yang sangat besar namun masih sangat tidak efisien, tidak terorganisir, manual, dan sangat bergantung pada pulpen dan kertas. Pendekatan perangkat lunak tanpa kode dari Fieldproxy akan meningkatkan efisiensi tim lapangan dan membantu perusahaan menghemat miliaran dolar,” tambah dia.

Mengomentari soal penggalangan dana, Co-founder & CEO Fieldproxy Swaroop Vijayakumar mengatakan, pihaknya senang karena bergabungnya sejumlah investor kelas dunia dan mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk mempercepat mimpi Fieldproxy untuk untuk mengubah industri lapangan pertama dengan menyediakan kualitas terbaik, solusi kekuatan tanpa kode untuk jutaan bisnis.

“Setelah kami meningkatkan upaya GTM kami, Fieldproxy tidak hanya bertujuan untuk melayani lebih banyak pelanggan perusahaan, tetapi juga bekerja untuk meningkatkan pustaka template siap pakai untuk membantu bisnis bergabung dan membangun solusi mutakhir dalam hitungan menit,” kata Vijayakumar.

Solusi no-code dari Fieldproxy

Menurut data yang dikutip Fieldproxy, permintaan global akan solusi berbasis teknologi meningkat di antara 5 juta pemilik bisnis di lapangan yang kehilangan sekitar 20% pendapatan mereka. Alasannya karena proses yang tidak efisien dan kurangnya visibilitas ke pelanggan, kontrak, pembayaran, atau teknisi lapangan mereka. Platform tanpa kode Fieldproxy membantu organisasi ini melindungi pendapatan mereka dan mengembangkan bisnis mereka.

Co-founder & CTO Fieldproxy Balakrishna B menyatakan, “Pendekatan tanpa kode untuk mengelola tim lapangan adalah yang pertama di industri dan membantu bisnis tradisional di industri seperti FMCG, farmasi, dan layanan lapangan, menyebarkan aplikasi dengan cepat untuk merampingkan tenaga kerja mereka di lapangan tanpa biaya tambahan untuk menjalankan dan mengelola tim pengembangan yang terpisah. Ini membantu mereka fokus pada bisnis inti mereka.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Vijayakumar menyampaikan, meski kantor pusatnya di India, pihaknya sudah menjalin kerja sama bisnis dengan beberapa UKM di Indonesia. Ke depannya, pada 12-18 bulan mendatang, fokus perusahaan akan ekspansi ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

“Hal ini kami pilih mengingat pasar ini sangat mirip dengan India. Hal ini berlaku terutama di industri tempat kami beroperasi – barang konsumsi, farmasi, dan ruang servis rumah di mana sebagian besar operasi masih dijalankan melalui WhatsApp atau pulpen atau kertas dan tidak dalam bentuk digital,” pungkas dia.

Potensi no-code

Di Indonesia, startup pengembang platform no-code, sudah ada beberapa yang hadir. Mereka adalah Typedream dan Feedloop. Kemudahan yang ditawarkan membuat platform no-code, atau sering juga disebut low-code, berkembang pesat. Di kancah global, saat ini banyak sekali platform berbasis SaaS yang menawarkan kapabilitas serupa untuk berbagai kebutuhan spesifik.

Menurut temuan hasil survei Appinventiv, layanan no-code banyak diminati oleh pebisnis lantaran memudahkan langkah mereka melakukan inovasi dan transformasi. Seperti diketahui, bisnis dituntut untuk secara tangkas melakukan transformasi digital dengan go-online. Proses pengembangan manual dapat memakan waktu panjang untuk perusahaan yang baru memulai langkah tersebut, karena harus melakukan banyak tahapan, mulai perencanaan hingga perekrutan staf ahli di bidang pemrograman.

Potensi ini membawa nilai pasar layanan tersebut mencapai $45,5 miliar pada tahun 2025 mendatang. Varian platform yang ada tidak hanya memfasilitasi kebutuhan spesifik perusahaan besar, melainkan juga kepada UMKM yang ingin meningkatkan kehadirannya secara online atau meminimalkan friksi dalam kegiatan operasionalnya.

Crypto Asset Platform Blocknom Temporarily Terminate its Services due to License Issue

Crypto-asset earning platform Blocknom announced to temporarily halt its services from July 1, 2022. Blocknom did not specify the reason, however, it is said to consider the market situation and government regulations. On the other hand, the company is yet to have an operational permit or authority license, in this case from CoFTRA.

In its blog post, Blocknom’s management said to discontinue support for Decentralized Finance (DeFi), for which daily interest on USDT, USDC, and XIDR will also stop accruing.

“At this time, we advise you to withdraw your assets from the platform as soon as possible. You need not worry because your assets are safe. Please withdraw all your assets before July 31, 2022,” stated on the post.

According to management, the platform has stopped accepting new users and deposits since June 20, 2022. In order to simplify the asset withdrawal process, it appeals to users to immediately withdraw assets before July 31, 2022. After that, it is most likely that withdrawals will only be made via offline CS.

“We will come back stronger with more services as soon as we get our license. Please wish us luck.” Blocknom team stated.

Recently, crypto asset management services have risen in Indonesia. This is in line with the increasing number of people diversifying into this virtual currency. According to CoFTRA, as of February 2022, there are an estimated 12.4 crypto investors.

Aside from Blocknom, with a unique mechanism, several startups also offer crypto-earn services, including NOBI and Finblox. Both have received equity funding support from venture capitalists.

Recently secured funding

For a general note, Blocknom was initiated in January 2022 by former Gojek & Shopee employee Fransiskus Raymond and former engineer Ritasi Ghuniyu Fattah Rozaq. Blocknom is known to be one of the incubation startups in the Y Combinator batch Winter 2022.

Blocknom has recently secured seed funding of $500,000 or over IDR 7 billion from three investors, including Y Combinator, Number Capital, and Magic Fund last March.

In increasing the added value to its platform, Blocknom offers deposit yields on stablecoin-based crypto assets, namely USDT (Tether), USDC (Circle), and XIDR (StraitsX).

In addition, Blocknom applies transparency to the fund management process and has proof of a community system in the DeFi selection process for managing investor funds, and unlimited incentive programs for its community.

Since the last few months, Indonesia’s digital ecosystem has been hit by a bubble burst phenomenon due to global situations and conflicts. Crypto asset prices are also reported to continue to fall, including Bitcoin and Ethereum.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi pencatatan keuangan personal PINA mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $3 juta, dipimpin AC Ventures, Vibe.VC dan Y Combinator

Platform Pencatatan Keuangan PINA Raih Dana Segar Lebih dari 44 Miliar Rupiah

Startup pengembang aplikasi pencatatan keuangan personal PINA mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $3 juta (lebih dari 44 miliar Rupiah). AC Ventures, Vibe.VC, dan Y Combinator bergabung memimpin putaran teranyar ini, dengan partisipasi dari XA Network dan investor terdahulu, yakni 1982 Ventures dan Prasetia Dwidharma.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mengakselerasi pengembangan produk dan pertumbuhan pengguna. Beberapa fitur yang tengah dipersiapkan adalah konsultasi keuangan, investasi, dan layanan pelengkap lainnya, seperti akses ke pelatihan karier, sertifikasi perencana keuangan, dan acara keanggotaan eksklusif.

Dalam keterangan resmi, Co-founder PINA Daniel van Leeuwen menyampaikan, pihaknya percaya ada banyak Indonesia yang kurang terlayani dalam hal membangun kekayaan mereka, baik dalam hal akses ke saran maupun produk. Hal tersebut selaras dengan visi PINA dalam menawarkan platform manajemen kekayaan pribadi yang cerdas, praktis, yang memberdayakan orang untuk mengendalikan kehidupan finansial mereka.

“Kami percaya bahwa platform keuangan yang sempurna mampu mengelola dan mengotomatisasi setiap aspek keuangan seseorang berdasarkan keinginan dan kebutuhan mereka. Kami ingin menjadi OS (sistem operasi) kehidupan finansial masyarakat, dan penggalangan dana baru-baru ini akan memungkinkan kami bergerak lebih cepat menuju tujuan tersebut,” terang Leeuwen dalam keterangan resmi, Senin (4/7).

Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li turut menambahkan, meningkatnya adopsi transaksi nontunai seiring dengan meningkatnya individu-individu kaya di Indonesia mendorong munculnya peluang miliaran dolar baru untuk platform manajemen kekayaan, yang menawarkan tumpukan penuh layanan termasuk pengelolaan uang dan investasi.

“Tim PINA membawa pengetahuan dan koneksi mendalam dalam industri jasa keuangan – menjadikan PINA salah satu perusahaan paling menjanjikan di bidangnya,” ucapnya.

Sejumlah aplikasi wealth management bermunculan akhir-akhir ini, membantu pengguna untuk merencanakan tujuan keuangan mereka. Beberapa startup di lanskap tersebut juga telah mendapatkan pendanaan dari investor, di antaranya Finku, Sayakaya, Saham Rakyat, dan lain sebagainya.

Produk PINA

Didirikan pada 2021, PINA menawarkan saran keuangan holistik dan solusi manajemen investasi kepada investor ritel. Platform ini membawa misi untuk memberdayakan masyarakat Indonesia dengan membuat keputusan keuangan yang rumit menjadi sederhana. Selama ini, biaya tinggi dan setoran minimum membuat layanan pengelolaan kekayaan tidak dapat diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Akses ke alat dan penasihat pengelolaan uang PINA gratis, dan pengguna hanya dibebankan biaya saat berinvestasi di platform. Melalui aplikasi PINA, pengguna dapat menautkan semua akun keuangan mereka untuk mengelola uang mereka di satu tempat dan memanfaatkan data tersebut untuk mengotomatiskan tujuan tabungan dan investasi yang telah mereka tetapkan.

Diklaim, saat ini PINA memiliki lebih dari 25 ribu pengguna di platform dan AUM bernilai lebih dari $4,1 juta. Dalam waktu tiga bulan setelah meluncurkan produknya, perusahaan berhasil menunjukkan daya tarik yang kuat, dengan AUM tumbuh dua kali lipat pada Februari 2022 dan 18 kali lipat lagi pada Maret 2022.

Sementara Christian Hermawan, yang memimpin operasi investasi dan hukum, telah lebih dari 26 tahun di pasar modal. Dia mendirikan Trust Securities dan mengembangkannya menjadi lebih dari $151 juta volume perdagangan bulanan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Direktur Sucorinvest Investment Management. Hendry Chou memimpin produk dan menjadi Product Design Lead di Zenius sebelum mendirikan PINA.

Blocknom Tutup Layanan

Terkendala Perizinan, Platform Aset Kripto Blocknom Hentikan Layanan Sementara

Platform earning aset kripto Blocknom mengumumkan akan menghentikan layanannya sementara mulai 1 Juli 2022. Blocknom tidak merinci alasan penghentian ini, tetapi pihaknya menyebut telah mempertimbangkan situasi pasar dan peraturan pemerintah. Di sisi lain, mereka memang belum memiliki izin operasional atau lisensi otoritas, dalam hal ini dari Bappebti.

Disampaikan dalam blognya, manajemen Blocknom mengatakan akan menghentikan dukungan untuk Decentralized Finance (DeFi), yang mana bunga harian pada USDT, USDC, dan XIDR juga akan berhenti bertambah.

“Saat ini, kami menyarankan Anda untuk menarik aset Anda dari platform sesegera mungkin. Anda tidak perlu khawatir karena aset Anda aman. Harap tarik semua aset Anda sebelum 31 Juli 2022,” demikian pernyataannya.

Menurut manajemen, pihaknya telah menutup penerimaan pengguna dan setoran baru sejak 20 Juni 2022. Untuk mempermudah proses penarikan aset, pihaknya mengimbau kepada para pengguna untuk segera menarik aset sebelum 31 Juli 2022. Setelah itu, kemungkinan besar penarikan hanya melalui CS offline.

We will come back stronger with more services when we get our license. Please wish us luck.” Tutup tim Blocknom.

Layanan manajemen aset kripto akhir-akhir ini memang mulai bermunculan di Indonesia. Hal ini seiring dengan makin banyaknya orang yang melakukan diversifikasi ke mata uang virtual ini. Menurut Bappebti, per Februari 2022 ada sekitar 12,4 investor kripto.

Selain Blocknom, dengan mekanisme yang unik, beberapa startup juga tawarkan layanan crypto-earn, di antaranya NOBI dan Finblox. Keduanya sama-sama telah mendapatkan dukungan pendanaan ekuitas dari pemodal ventura.

Baru peroleh pendanaan

Sebagai informasi, Blocknom baru dirintis pada Januari 2022 oleh eks pegawai Gojek & Shopee Fransiskus Raymond dan eks engineer Ritasi Ghuniyu Fattah Rozaq. Blocknom diketahui merupakan salah satu startup inkubasi di Y Combinator batch Winter 2022.

Blocknom juga baru memperoleh pendanaan tahap awal (seed) sebesar $500 ribu atau lebih dari Rp7 miliar dari tiga investor, yaitu Y Combinator, Number Capital, dan Magic Fund pada Maret lalu.

Untuk memberi nilai tambah pada platformnya, Blocknom menawarkan yield deposito pada aset kripto berbasis stablecoin, yaitu USDT (Tether), USDC (Circle), dan XIDR (StraitsX).

Selain itu, Blocknom menerapkan transparansi pada proses pengelolaan dana dan memiliki sistem proof of community pada proses pemilihan DeFi untuk pengelolaan dana investor, dan program unlimited incentives bagi komunitasnya.

Sejak beberapa bulan terakhir, ekosistem digital Indonesia tengah dilanda fenomena bubble burst akibat situasi dan konflik global. Harga aset kripto juga dilaporkan terus anjlok, tak terkecuali Bitcoin dan Ethereum.

Pebble

East Ventures Terlibat di Pendanaan Pebble, Merevolusi Model Bisnis Dompet Digital Lewat Blockchain

Hari ini (24/5) East Ventures mengumumkan keterlibatannya di pendanaan awal Pebble, startup fintech pembayaran berbasis di New York. Putaran investasi ini menyusul debut produk Pebble pasca-bergabung di program akselerasi Y Combinator.

Selain East Ventures, pendanaan $6,2 juta atau setara 91 miliar Rupiah ini juga  didukung Y Combinator, Lightshed Ventures, LD Capital, Soma Capital, Cadenza Capital, Eniac Ventures, dan Global Founders Capital. Sejumlah investor individu juga terlibat, di antaranya Odell Beckham Jr. (superstar NFL), Matthew Bellamy (vokalis Muse), Richard Ma (CEO Quantstamp), dan Leore Avidar (CEO Alt).

Pebble mengembangkan sebuah aplikasi dompet digital berbasis blockchain, memungkinkan pengguna menyimpan, membelanjakan, dan mengirim uang secara efisien. Bahkan lewat mekanisme tertentu, pengguna bisa mendapatkan benefit berupa kredit bernilai tertentu atas nominal atau transaksi yang terjadi di dalam aplikasi.

“Pebble didirikan untuk memperkenalkan standar baru pada keuangan pribadi. Melalui dompet digital Pebble, pengguna dapat memperoleh 5% keuntungan dari persentase hasil tahunan atau Annual Percentage Yield Rewards dari uang mereka, serta cashback sebesar 5% tanpa batas di 55 merchant rekanan seperti Amazon, Domino, AirBnB, Adidas, dan banyak lagi,” jelas Co-founder & CTO Pebble Sahil Phadnis.

Selain itu, mereka telah berkolaborasi dengan Mastercard untuk merilis kartu debit untuk setiap penggunanya.

Dengan visi untuk memberdayakan sebanyak mungkin orang secara finansial, Pebble akan menggunakan dana segar yang didapat untuk mendorong ekspansinya ke pasar global. Pebble berencana untuk merilis aplikasinya di Asia Tenggara pada akhir tahun 2022.

Pemanfaatan blockchain di sistem aplikasi

Dalam proses bisnisnya, saat pengguna menyetorkan uangnya ke aplikasi, Pebble mengubahnya menjadi sebuah mata uang berbasis blockchain dengan nominal US$ (stablecoin) yang disebut dengan USDC (US dollar-denominated blockchain-based currency). Kemudian, mereka akan meminjamkannya ke lembaga keuangan yang terdaftar secara resmi.

Teknologi USDC dinilai bisa memberdayakan transaksi global tercepat dan termurah, sehingga banyak lembaga keuangan besar di dunia bersedia untuk membayar lebih dalam mengakses stablecoin. Semua keuntungan ini dapat diakses pengguna tanpa harus memahami kompleksitas dari kripto.

Melalui website Pebble, para pengguna dapat mengumpulkan mata uang open rewards (diberi nama “Pebbles”) yang bertujuan untuk memudahkan perkenalan ekonomi blockchain bagi para pengguna yang belum memahami kripto. Pada dasarnya saat ini Pebbles belum memiliki nilai atau fungsi apa pun; namun mata uang tersebut akan menjadi kunci untuk menyelaraskan insentif tim, investor, mitra, merchant, dan para pengguna untuk membangun ekonomi global baru di atas blockchain — secara bersama-sama.

Meskipun aplikasi Pebble saat ini hanya tersedia di Amerika Serikat, Co-founder & CEO Pebble Aaron Bai mengatakan, “Komunitas Pebble telah menyatukan orang-orang di seluruh dunia yang bersemangat untuk membangun sistem keuangan berstandar global di blockchain.”

Tugas berat membangun kepercayaan

Para founder Pebble percaya bahwa adopsi massal dari teknologi blockchain akan terjadi jika para pengguna dapat melihat manfaat sebelum menilai kripto berdasarkan stereotipe.

Menurut analisis kami, dengan beberapa kejadian yang menimpa ekosistem keuangan global beberapa waktu terakhir — termasuk turunnya nilai beberapa stablecoin akibat krisis yang memberikan kesan bahwa jaminan stabilitas nilai tersebut gagal dibuktikan —menjadi salah satu pekerjaan terberat pemain seperti Pebble untuk membangun kepercayaan di publik. Apalagi basis utama layanan mereka adalah menggunakan stablecoin.

Namun demikian, konsep ini menarik. Sebelumnya platform cyrpto-earn lain membungkus layanan seperti itu melalui sebuah aplikasi wealthtech atau investasi, dengan konsep pengguna meletakkan terlebih dulu sejumlah kripto untuk diputar kembali. Sementara yang dilakukan Pebble lebih kepada menggantikan kebiasaan pengguna dengan dompet digital yang sehari-hari digunakan — yang secara tidak langsung turut mempromosikan blockchain kepada khalayak yang lebih luas.

Aigis Insurtech

Aigis Kantongi Pendanaan dari Y Combinator, Init-6, dan Sejumlah Investor Lain

Platform penyedia tunjangan kesehatan pegawai untuk perusahaan Aigis telah mengantongi pendanaan dalam initial round dari sejumlah investor senilai $1 juta atau setara 14,5 miliar Rupiah. Dua investor yang turut terlibat adalah Y Combinator dan Init-6.

Adapun lain yang ikut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini adalah Goodwater Capital dan beberapa investor individu seperti Siu Rui (Co-Founder Carousell), JJ Chai (Co-Founder Rainforest), Robin Tan (Co-Founder Hangry), dan Greysia Polii (atlet Indonesia).

Masuknya YC dalam putaran pendanaan tersebut lantaran Aigis berhasil masuk program akselerator global tersebut di cohort W22 (YC W22) ini.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Aigis Reinhart Hermanus menyebutkan, investasi ini merupakan gabungan beberapa initial round. Tidak ada lead investor untuk putaran kali ini, karena semua deals dilakukan secara mandiri. Demikian juga dengan waktu dan terms yang ada. Namun dirinya menyebutkan Y Combinator dan Init-6 merupakan investor yang memberikan kontribusi paling besar untuk putaran pendanaan kali ini.

Masih fokus kepada wilayah Jabodetabek, rencananya dana segar tersebut akan digunakan oleh perusahaan untuk membangun versi awal produk dan mengakuisisi pelanggan. Fokus perusahaan saat ini lebih kepada eksekusi, belum ada rencana khusus untuk menggalang dana lanjutan dalam waktu dekat.

Menurut Venture Partner init-6 Rexi Christopher, Aigis dapat menjadi quick win solution untuk mendukung perusahaan memberikan manfaat kesehatan terbaik bagi pegawai dengan cara yang lebih sederhana dan lebih terjangkau. Mereka percaya bahwa solusi yang ditawarkan oleh Aigis dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan keterlibatan dan retensi pegawai, serta mengurangi biaya.

“Terlepas dari ukuran sektornya, asuransi dan tunjangan pekerjaan secara umum masih sangat sulit untuk dilakukan dengan baik. Kami percaya Aigis dapat memberikan pengalaman yang jauh lebih baik bagi perusahaan dan pegawai,” kata Partner Init-6 Nugroho Herucahyono.

Fokus kepada UMKM dan startup

Aigis didirikan oleh Reinhart Hermanus, Philip Moniaga, dan Sebastian Yaphy. Mereka melihat akses ke layanan kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap orang, dan mereka masih melihat bahwa pengalaman asuransi kesehatan di Indonesia masih jauh dari ideal.

“Asuransi kesehatan bagi perusahaan adalah wajib di Indonesia, dan dengan fakta bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mendapatkan manfaat kesehatan dari tempat bekerja (melalui BPJS, asuransi swasta, atau manfaat kesehatan yang didanai sendiri), kami memulai perjalanan kami dengan membantu perusahaan memberikan kesehatan terbaik manfaat bagi karyawan mereka,” kata Reinhart.

Perusahaan-perusahaan Indonesia masih kurang terlayani oleh startup insurtech yang ada, dan sebagian besar fokus mereka lebih kepada menjual asuransi umum kepada individu. Aigis kemudian mencoba mengambil pendekatan yang berbeda, di mana lebih fokus pada penyediaan layanan kesehatan lengkap untuk perusahaan daripada berfokus pada distribusi atau menjadi pasar asuransi.

“Kami menyediakan program kesehatan dengan tim dokter yang berdedikasi (dokter umum, konselor mental, ahli gizi, pelatih kebugaran, dan banyak lagi) yang dapat diakses dengan mudah oleh anggota kami. Kami juga membantu klaim asuransi dan memberikan manajemen penggantian untuk membuat proses lebih sederhana dan lebih cepat.”

Application Information Will Show Up Here
Deall Sejuta Cita

Ambisi Platform Deall Sejuta Cita Bantu Perusahaan Kurasi Talenta Terbaik

“Hiring today sucks” sebuah kalimat yang dilontarkan oleh Andhika Sudarman, seorang lulusan pascasarjana di Harvard Law School, juga perwakilan Indonesia pertama dalam sejarah yang terpilih untuk memberikan pidato pada upacara wisuda di kampus ternama itu.

Data dari BPS menunjukkan dari total 206,71 juta penduduk usia kerja, terdapat lebih dari 21 juta orang atau sekitar 10% yang terdampak pandemi Covid-19. Dampaknya pun beragam, ada yang masih berstatus pekerja dengan pengurangan jam kerja, ada yang sementara dirumahkan, bahkan lebih parah, ada yang kehilangan pekerjaan secara permanen.

Sementara banyak orang yang kesulitan mencari pekerjaan di tengah pandemi. Kemendikbudristek mengungkap sebanyak 1,7 juta mahasiswa jenjang sarjana lulus setiap tahunnya. Hal ini semakin menjadi beban bagi lulusan baru yang harus menghadapi tantangan mencari pekerjaan di tengah pandemi.

“Sebagai salah satu lulusan di era pandemi, saya bisa sepenuhnya merasakan pain poins terutama dari sisi talenta baru yang bingung mau mulai dari mana, perusahaan yang cocok seperti apa, serta kegundahan lainnya,” ungkap Andhika dalam wawancara singkat bersama tim DailySocial.id.

Selain itu, ia juga melihat dari sisi perusahaan juga mengalami kesulitan untuk menemukan talenta yang tepat. “Perusahaan membuka satu lowongan pekerjaan, lalu ada ratusan orang yang melamar. Dari angka tersebut mungkin hanya 1% memiliki kualifikasi yang sesuai,” ujarnya.

Berawal dari pengalaman dan pembelajaran pasar, Andhika kemudian mengembangkan sebuah platform yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk para talenta muda berbakat di Indonesia dan juga perusahaan yang sedang merekrut. Deall SejutaCita menawarkan layanan yang bisa membantu perusahaan merekrut 1% talenta pilihan terbaik.

Deall SejutaCita menawarkan dua fitur utama, yaitu post jobs, dalam hal ini, perusahaan hanya akan melihat talenta terbaik yang sudah dikurasi dalam platform. Kedua, talent search seperti media sosial untuk para pencari kerja yang sudah dikurasi.

Hingga saat ini, terdapat lebih dari 2,5 juta talenta yang terdaftar di platform ini. Dari jumlah ini, akan dikurasi  dan diklasifikasi menjadi empat kategori yaitu 1%, 5%, 10%, dan 25%. Untuk talenta di luar 25% masih bisa mengikuti berbagai program pengembangan yang tersedia dan dapat diikuti melalui platform.

Selain menawarkan layanan rekrutmen terkurasi, timnya juga membantu dari sisi branding perusahaan, seperti mengadakan acara dan kampanye, termasuk webinar, lokakarya, kompetisi, dan acara CSR. Saat ini platform Deall SejutaCita tengah dalam pengembangan dan akan segera meluncurkan desain aplikasi terbaru mereka.

Sempat pivot

Mulai beroperasi pada Desember 2020, Deall SejutaCita (sebelumnya SejutaCita) mengawali bisnis sebagai platform pengembangan talenta. Layanan ini bertujuan untuk mendemokratisasi informasi event anak muda mulai dari webinar, kompetisi, kelas, konferensi, beasiswa, magang, dan banyak lagi. Harapannya, anak muda bisa menemukan lebih banyak kesempatan untuk membangun CV dan mengembangkan diri melalui aplikasi ini.

“Ketika masih mahasiswa, saya punya tekad untuk sukses, tetapi bingung bagaimana cara memulai. Juga bingung dan merasa hilang akan tujuan hidup, mau jadi apa. Itulah mengapa komunitas SejutaCita dibuat, agar teman-teman bisa mendapatkan informasi dan kesempatan membangun diri, membangun CV, dan mendapatkan pekerjaan yang baik pula nanti,” sebut Andhika yang saat ini menjadi CEO Deall SejutaCita.

Seiring pertumbuhan bisnis, perusahaan mengembangkan layanan menjadi platform pencari kerja. Andhika juga mengungkapkan bahwa solusi yang mereka tawarkan adalah B2B. Deall SejutaCita saat ini fokus menargetkan perusahaan yang ingin menemukan talenta terbaik untuk bisa bekerja di perusahaan mereka.

Meskipun begitu, perusahaan tidak semata-mata mengesampingkan fitur pengembangan talenta mereka. Terdapat berbagai program pelatihan (rekaman) yang dibuat oleh mentor-mentor yang telah bekerja sama dengan Deall SejutaCita. Sudah ada 4 mentor tetap dari perusahaan ternama seperti McKinsey, Google dan L’oreal untuk berbagi pengalaman dan pengarahan dalam proses pencarian kerja.

Belum lama ini, Deall SejutaCita berhasil masuk dalam program akselerator Y Combinator cohort W22. Dalam batch ini, ada 16 startup dari Indonesia yang turut bergabung, termasuk Bananas, Sribuu, PINA, Upbanx, dan lainnya. Selain mendapat pendanaan sebesar $125,000, startup juga akan memperoleh akses untuk mengikuti lokakarya pengembangan perusahaan, kurikulum global, serta mendapatkan dukungan dari jaringan mentor Y Combinator.

“Y Combinator itu seperti Harvard untuk startup. Bukan cuma ilmu yang ditawarkan, tetapi berikut lingkungan serta jaringan luas untuk bisa mengembangkan bisnis jauh lebih besar,” ungkap Andhika.

Selama lebih dari satu tahun beroperasi, perusahaan telah bertumbuh cukup pesat. Selain total talenta terdaftar yang mencapai 2,5 juta, layanan ini juga telah digunakan oleh lebih dari 30 perusahaan termasuk Tokopedia, Kitabisa.com, Ajaib dan Bobobox. “Kita bertumbuh mulai dari 4 orang sekarang menjadi 22 orang. Saat ini kita sedang fokus untuk menggaet lebih banyak mitra perusahaan dan talenta terbaik di Indonesia,” tambah Andhika.

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah banyak platform job marketplace yang menawarkan layanan perekrutan dengan value added yang berbeda. Untuk pemain lokal juga ada beberapa platform yang menangani kebutuhan serupa seperti Urbanhire, Ekrut, Nusatalent, dan beberapa lainnya.

Selama pandemi mereka juga cukup aktif membantu perusahaan untuk melakukan digitalisasi sistem HR. Misalnya yang dilakukan Urbanhire, kini mereka tidak hanya memosisikan diri sebagai portal lowongan pekerjaan saja, tetapi HR technology dan talent solutions, berkat kemitraan strategisnya dengan Mercer.

Application Information Will Show Up Here