Tag Archives: Yiping Goh

Makmur Investment Platform Secures Seed Funding

Online investment platform Makmur secures seven-figure seed funding led by BEENEXT. A number of VCs and angel investors participated in this round, including Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner at Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO of GajiGesa), and Andrew Lee.

The money will be used to drive business growth by developing product features and portfolios. Makmur will also increase the number and develop the quality of its human resources.

“Currently, Indonesia’s capital market investors are experiencing significant growth, but only represent 2% of the total population in Indonesia. We expect this funding to support our efforts to close the financial inclusion gap and encourage literacy in Indonesia,” Sander said in his official statement.

Edward Tirtanata through his angel investment fund, Kenangan Kapital said that Indonesia is currently experiencing an unprecedented surge in investment from the retail market. Using this growth, Makmur focuses on financial advisory and goal-based investing to help assist novice investors. He considered this to provide different values ​​compared to wealthtech startups in Indonesia.

“Non-professional investors like me need financial advisors, and Makmur democratizes financial advisor services,” Edward told DailySocial.id in separate occation.

In general note, Makmur allows investors to invest with a minimum value of IDR 10,000. Makmur offers a number of features to strengthen the added value of its products. First, technology-based human advisors and Makmur Recipe to make it easier for novice investors to compare the right mutual funds. Users can also place mutual funds in different pockets according to their needs or investment goals (goal based investing).

Currently, Makmur provides eight investment managers, BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, and Syailendra Asset Management.

Strengthen its position

In fact, Makmur is backed by a series of team work experiences at well-known technology and financial companies in Silicon Valley and Wall Street. Sander previously had an internship as a Facebook Software Engineer who was responsible for the algorithm for sorting posts on the News Feed and a Software Engineer at Motorola Solutions.

He has also held various positions in the financial industry, from KCG Holdings to Head of Quantitative Trading at Virtu Financial, one of the largest stock trading companies on Wall Street.

As DailySocial.id reached, Sander based his thought on a number of strategies in blending Makmur’s superior features, therefore, users can experience investing like having a personal wealth manager

For example, Makmur Recipe’s superior features were developed in several options, such as Makmur Recipe for emergency funds, retirement funds, and passive income. In addition, there is also a tech-enabled human advisor feature to design strategies according to the user’s investment goals. The recommended investment strategy will also follow the user’s risk profile.

Sander said this feature was designed by experts in their fields with the support of research and data-based investment technology. He considered that human advisors better understand the investment needs of users than robo advisors that have been circulating on similar platforms.

“We see that Indonesia has a quite low investment literacy. Most people invest because they join in or are attracted to sweet returns. In fact, a good investment must be based on data and research, not just feeling or simply following. Therefore, we made a quantitative investment strategy which draws on decades of data and research results used by Wall Street, not just academic theory,” Sander said.

Business development

This year, Sander revealed that his team will increase the mutual funds options by adding investment manager partners with good reputation and track record. His team will also collaborate with several mutual fund sales outlet partners

“We strictly select investment manager partners. In terms of mutual fund products, we consider some factors, such as performance, top holding, managed funds, and management fees for similar mutual funds,” he said.

In terms of products, Makmur will add new features to make it easier for users to invest, such as payment methods. According to Sander, the GoPay and Direct Debit payment methods are in the process of being integrated and are targeted for release in the next two months.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Makmur ingin memperkuat posisi di pasar investasi lewat fitur-fitur selayaknya wealth manager pribadi / Makmur

Platform Investasi “Makmur” Mengamankan Pendanaan Tahap Awal

Platform investasi online Makmur mengamankan pendanaan tahap awal dengan nominal tujuh digit yang dipimpin oleh BEENEXT. Sejumlah VC dan angel investor turut berpartisipasi pada putaran ini, antara lain Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner di Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO GajiGesa), dan Andrew Lee.

Pendanaan ini akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya dengan mengembangkan fitur dan portofolio produk. Makmur juga akan menambah jumlah dan mengembangkan kualitas SDM-nya.

“Saat ini, investor pasar modal di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, tetapi baru mewakili 2% dari total populasi di Indonesia. Kami harap pendanaan awal ini dapat mendukung upaya kami menutup gap inklusi keuangan dan mendorong literasinya di Indonesia,” ungkap Sander dalam keterangan resminya.

Edward Tirtanata melalui angel investment fund miliknya di Kenangan Kapital mengatakan saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan investasi dari pasar ritel yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertumbuhan ini, Makmur berfokus pada financial advisory dan goal-based investing yang dapat membantu mendampingi investor pemula. Ia menilai fokus tersebut memberikan nilai berbeda dibandingkan startup wealthtech yang ada di Indonesia.

“Investor non-profesional seperti saya membutuhkan financial advisor, dan Makmur mendemokratisasi layanan financial advisor,” ungkap Edward dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Sekadar informasi, Makmur memungkinkan investor untuk berinvestasi dengan nilai minimal Rp10.000. Makmur menawarkan sejumlah fitur untuk memperkuat nilai tambah produknya. Pertama, human advisor berbasis teknologi dan Makmur Recipe untuk mempermudah investor pemula dalam membandingkan reksa dana yang tepat. Pengguna juga dapat menempatkan reksa dana pada kantong berbeda sesuai kebutuhan atau tujuan investasi (goal based investing).

Saat ini Makmur menyediakan delapan manajer investasi, yaitu BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, dan Syailendra Asset Management.

Memperkuat posisi Makmur

Sebagai informasi, Makmur diperkuat deretan pengalaman kerja tim di perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan ternama di Silicon Valley dan Wall Street. Sander sebelumnya pernah magang sebagai Software Engineer Facebook yang bertanggung jawab atas algoritma pengurutan postingan di News Feed dan Software Engineer di Motorola Solutions.

Ia juga pernah menduduki berbagai posisi di industri keuangan, mulai dari KCG Holdings hingga menjadi Head of Quantitative Trading di Virtu Financial, salah satu perusahaan trading saham terbesar di Wall Street.

Dihubungi DailySocial.id, Sander berpatokan pada sejumlah strategi dalam meracik-racik fitur unggulan Makmur agar pengguna dapat merasakan pengalaman berinvestasi layaknya memiliki wealth manager pribadi

Contohnya, fitur unggulan Makmur Recipe yang dikembangkan dalam beberapa opsi, yaitu Makmur Recipe untuk dana darurat, dana pensiun, dan penghasilan pasif. Selain itu, ada pula fitur tech-enabled human advisor yang dapat merancang strategi sesuai tujuan investasi pengguna. Strategi investasi yang direkomendasikan juga akan mengikuti profil risiko pengguna.

Sander mengatakan, fitur ini dirancang oleh para ahli di bidangnya dengan dukungan teknologi investasi berbasis riset dan data. Ia menilai human advisor lebih memahami kebutuhan investasi pengguna daripada robo advisor yang telah banyak beredar di platform sejenis.

“Kami melihat literasi investasi di Indonesia masih sangat rendah. Kebanyakan orang berinvestasi karena ikut-ikutan atau kepincut imbal hasil yang manis. Padahal, investasi yang baik harus berdasarkan data dan riset, bukan sekadar feeling atau following. Maka itu, kami membuat quantitative investment strategy yang mengacu pada data puluhan tahun dan hasil riset yang digunakan oleh Wall Street, bukan sekadar teori dunia akademis,” papar Sander.

Rencana pengembangan Makmur

Pada tahun ini, Sander mengungkap pihaknya akan menambah pilihan reksa dana dengan menambah partner manajer investasi yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik. Pihaknya juga akan menggandeng beberapa partner gerai penjualan reksa dana

“Kami selalu menyeleksi partner manajer investasi dengan ketat. Untuk produk reksa dana, kami mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti kinerja, top holding, dana kelolaan, dan management fee reksa dana sejenis,” ungkapnya

Dari sisi produk, Makmur akan menambah fitur-fitur baru untuk mempermudah pengguna berinvestasi, seperti metode pembayaran. Menurut Sander, metode pembayaran GoPay dan Direct Debit sedang dalam proses integrasi dan ditargetkan rilis dalam dua bulan mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Quest Ventures Secures First Round of Asia Fund II

Quest Ventures has announced the first round of venture capital fund at $50 million or around Rp778 billion. It is claimed to exceed half of the total target for Asia Fund II.

Previously, in Asia Fund I, Quest Ventures is actively looking for startup with growth potential. Some of their portfolios, including Carousell, Shopback, 99.co, Carro, StyleTheory, SGAG/MGAG/PGAG, Glife, Xfers, and others. In the Asia Fund II, Quest Ventures is backed by some partners, including Singapore-based Pavillion Capital and QazTech Ventures from Kazakhstan.

“We deliberately chose investors because we value financial and operational contributions. Before becoming investors, as operators alone, we value what a diverse team can bring. With this fund, we hope to bring a variety of skills, experience, and connections to help our company,” Quest Ventures’ Partner, Yiping Goh said.

Asia Fund II is to focus on startups in the Southeast Asia region and those with development around Asia. Having previously entered Vietnam in Asia Fund II, Indonesia, Myanmar, and the Philippines are on the radar as their targets in the Post Seed and Pre-Series B rounds.

Quest Ventures also plans to launch an accelerator in Kazakhstan to start a digital economy in the region.

“We see founders who have a strong business and operational foundation who solve problems with women to develop significantly,” Goh added.

Quest Ventures was a China-based firm founded by James Tan and Wang Yunming in 2011. They have an office in Singapore with two Partners, namely Yiping Goh and Jeffrey Seah. Goh had previously been involved in the establishment of Matahari Mall.

Indonesia and the pandemic

DailySocial had the opportunity to talk with Quest Ventures about the company’s focus. Indonesia is on the Asia Fund II radar. As one of the countries with a developing technological landscape, Indonesia has succeeded in proving itself by delivering unicorns. Several industries, such as e-commerce, ride-hailing, and fintech, are taking turns becoming widely known and having an impact on society.

The government which includes the digital economy as one of the pillars of growth along with the raw supply, oil, palm oil, and textile industries is also one of the signs that technology is developing in this country.

“We hope that greater impact will be seen in EdTech, Healthcare, maybe Agritech and even the old topic of e-commerce still diverge opportunities in the enabler and trading ecosystem, such as offline to online, omnichannel, and others. We have seen several examples of successful players like that in the sectors mentioned and hope they continue to grow, “explained Yiping.

Nevertheless, there are several things that are of concern to the condition of Indonesia’s startup ecosystem and industry. First, due to Indonesia’s fast-growing startup business, funding is getting along the development. The challenge is to recruit employees in order to grow.

In Indonesia, Goh said, there are a lot of good talents, it’s just that they are yet to acquired by the increasing number of startups. In addition, the limited recruitment of foreign talent and face-to-face culture. It can also be that the same person will move from one startup to another. And the second is a matter of overvaluation.

“We also see a number of startups taking more money than they need. Although there’s nothing wrong raising more to a longer ‘tide over’, we also hope that startups don’t get into the wrong side of the comfort zone for too long and ‘throw fundamentals into the wind’, ” she added.

Just like countries around the world, Covid-19 pandemic also affected many things in Indonesia. Goh thought this pandemic acts like a big reset button for the world. This will return people to the old ways of building a business and with more balanced financial discipline and growth metrics.

“This [Condition] ‘New normal’ will see higher digital service requests from B2G, B2B, and B2C. Starting to make peace with remote collaboration and perhaps more equilibrium of topline vs bottom line,” Goh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Indonesia masuk dalam radar bersama Myanmar dan Filipina untuk dana Asia Fund II yang dikumpulkan Quest Ventures.

Quest Ventures Amankan Pendanaan Tahap Pertama untuk Asia Fund II

Quest Ventures mengumumkan telah penutupan venture capital fund tahap pertama dengan dana terkumpul sebesar $50 juta atau setara dengan Rp778 miliar. Jumlah ini diklaim telah melebihi separuh target pendanaan untuk Asia Fund II.

Sebelumnya, di Asia Fund I, Quest Ventures cukup aktif dalam mencari startup yang berpotensi untuk tumbuh. Nama-nama seperti Carousell, Shopback, 99.co, Carro, StyleTheory, SGAG/MGAG/PGAG, Glife, Xfers, dan lainnya masuk dalam portofolionya. Di Asia Fund II ini Quest Ventures mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Pavillion Capital dari Singapura dan QazTech Ventures dari Kazakhstan.

“Kami sengaja memilih investor karena kami menghargai kontribusi finansial dan operasional. Sebagai operator sendiri sebelum menjadi investor kami menghargai apa yang bisa dibawa oleh tim yang beragam. Dengan dana ini kami berharap dapat menghadirkan berbagai keterampilan, pengalaman, dan koneksi untuk membantu perusahaan kami,” ujar Partner Quest Ventures Yiping Goh.

Asia Fund II ini rencnaanya akan fokus untuk startup yang berada di kawasan Asia Tenggara dan yang sedang berkembang di Asia. Setelah sebelumnya masuk ke Vietnam pada Asia Fund II ini Indonesia, Myanmar, dan Filipina masuk dalam radar dengan target mereka yang ada dalam putaran Post Seed dan Pre-Series B.

Pihak Quest Ventures sendiri juga merencanakan untuk meluncurkan akselerator di Kazakhstan untuk memulai ekonomi digital di kawasan tersebut.

“Kami melihat pendiri yang memiliki landasan bisnis dan operasional yang kuat yang memecahkan masalah dengan kempuan untuk berkembang secara signifikan,” lanjut Yiping.

Quest Ventures didirikan oleh James Tan dan Wang Yunming dan berbasis di Tiongkok di tahun 2011. Mereka memiliki kantor di Singapura dengan dua Partner, yaitu Yiping Goh dan Jeffrey Seah. Yiping sebelumnya sempat terlibat di pendirian Matahari Mall.

Indonesia dan pandemi

DailySocial berkesempatan berbincang dengan Quest Ventures tentang fokus perusahaan. Indonesia masuk dalam radar Asia Fund II ini. Dinilai sebagai salah satu negara dengan lanskap teknologi yang berkembang, Indonesia telah berhasil membuktikan diri dengan melahirkan unicorn. Beberapa industri seperti e-commerce, ride hailing dan fintech secara bergantian mulai dikenal luas dan memberikan dampak di masyarkat.

Pemerintah yang memasukkan ekonomi digital sebagai salah satu pilar pertumbuhan bersama dengan industri bahan baku, minyak, kelapa sawit, dan tekstil juga menjadi salah satu salah tanda bahwa teknologi sedang berkembang dinegara ini.

“Kami berharap dampak yang lebih besar akan terlihat di EdTech, Healthcare, mungkin Agritech dan bahkan topik lama e-commerce masih menyimpang peluang di dalam enabler dan ekosistem perdagangan, seperti offline ke online, omnichannel, dan lainnya. Kami telah melihat beberapa contoh sukses pemain seperti itu di sektor-sektor yang disebutkan dan berharap mereka terus tumbuh,” terang Yiping.

Kendati demikian ada beberapa hal yang menjadi perhatian untuk kondisi ekosistem dan industri startup di Indonesia. Pertama, karena jumlah startup di Indonesia tumbuh cepat, demikian juga dengan pendanaan. Tantangannya adalah untuk merekrut karyawan untuk memenuhi amunisi untuk tumbuh.

Di Indonesia, menurut Yiping, banyak talenta yang bagus, hanya saja kekurangan untuk mengisi jumlah startup yang meningkat. Ditambah lagi dengan terbatasnya perekrutan talenta asing dan budaya tatap muka. Bisa jada orang yang sama akan berpindah dari satu startup ke startup lain. Dan yang kedua soal valuasi yang terlalu berlebih.

“Kami juga melihat sejumlah startup mengambil lebih banyak uang daripada yang mereka butuhkan. Meskipun tidak ada yang salah meningkatkan lebih banyak untuk ‘tide over‘ lebih lama, kami juga berharap bahwa startup tidak terlalu lama masuk ke dalam rasa aman yang salah dan ‘melemparkan fundamental ke dalam angin’,” imbuh Yiping.

Sama seperti negara di seluruh dunia, pandemi Covid-19 juga mengubah banyak hal di Indonesia. Bagi Yiping, pandemi ini ibarat tombol reset yang besar bagi dunia. Ini akan mengembalikan orang ke cara lama membangun bisnis dan dengan disiplin keuangan dan metrik pertumbuhan yang lebih seimbang.

“[Kondisi] ‘New normal‘ akan melihat permintaan layanan digital yang lebih tinggai dari B2G, B2B, dan B2C. Mulai berdamai dengan kolaborasi jarak jauh dan mungkin kesetimbangan yang lebih dari topline vs bottom line,” tutup Yiping.

Diakuisisi Lippo Group, AllDealsAsia akan Ditutup

Situs buying deals aggregator bernama AllDealsAsia mengumumkan finalisasi akuisisi layanannya oleh Lippo Group. Berdiri tahun 2010 di Singapura, AllDealsAsia adalah salah satu situs agregator generasi pertama di Asia yang didirikan oleh kakak-beradik Yiping dan Wayne Goh. Per tanggal 30 April 2016, layanan ini akan resmi ditutup.

Akuisisi ini lebih bersifat acqui-hire karena Yiping Goh merupakan Founding Member MatahariMall dan menyumbang banyak insight tentang bisnis e-commerce di Asia Tenggara. Yiping adalah Chief Product Officer and Co-Lead of CrossBorder Sellers Programme layanan marketplace unggulan Group Lippo ini.

“Sebelumnya saya memang sangat sibuk melakukan persiapan peluncuran MatahariMall, baru saat ini saya bisa mengumumkan secara resmi proses akuisisi tersebut yang telah mencapai tahap final,” kata Yiping kepada e27.

Direktur Lippo Group John Riady menambahkan,  “Hal ini merupakan partnership yang sangat baik, kami melihat saat ini sudah tercipta tim yang terbaik, dan tentunya kami bisa belajar lebih banyak terkait dengan e-commerce di kawasan dengan mereka.”

Saat ini Yiping tengah mengembangkan strategi yang tepat agar pedagang dari Singapura, yang sebelumnya merupakan partner AllDealsAsia, bisa menawarkan produknya di Indonesia melalui MatahariMall. Penjualan cross-border ini diharapkan bisa menambah jumlah konsumen.

Alasan Investor Berinvestasi di Startup Indonesia dari Sudut Pandang Pemain Lokal

CEO BukaLapak Achmad Zaky dan Founding Member MatahariMall Yiping Goh / DailySocial

Dengan pertumbuhan digital yang masif, banyak investor yang ingin mencoba menanamkan modal di Indonesia. Bagi para pemain di industri startup Indonesia sendiri, mendapatkan suntikan dana pun bisa jadi sangat membantu pertumbuhan bisnisnya. Namun, investor pun tak sembarangan menanamkan modalnya ke sebuah startup. Dalam ajang Echelon Indonesia 2015, CEO Bukalapak Achmad Zaky mengungkapkan apa yang sebenarnya dicari oleh para investor ketika ingin menanamkan modalnya di startup.

Continue reading Alasan Investor Berinvestasi di Startup Indonesia dari Sudut Pandang Pemain Lokal