Pada 2019, Trinity Optima Production (TOP) terlibat dalam konsorsium pengembangan produk digital. Konsorsiumnya bersama tiga perusahaan label rekaman lain, yakni Musica, Aquarius, dan My Music, menghasilkan kesepakatan joint venture bersama PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) untuk menggarap platform audio on-demand Noice.
Kini, perusahaan menyatakan komitmen penuh untuk membuka peluang investasi dan pengembangan bisnis rintisan atau proyek yang sejatinya dapat memberikan nilai tambah terhadap ekosistem grup. TOP mengumumkan pendirian Corporate Venture Capital (CVC) dengan nama Trinity Ventures (TV) untuk memuluskan transisinya sebagai grup usaha (holding company).
Dalam keterangan resminya, perusahaan menyebut telah memiliki tim manajemen dengan bekal ilmu dan pengalaman solid untuk menuju skala korporasi lebih besar di industri hiburan. Adapun, Trinity Ventures menggaet Jagartha Advisors sebagai penasihat investasi yang berperan dalam melakukan assesment dan due diligence terhadap calon investee.
Berdasarkan wawancara terpisah dengan DailySocial.id, CEO Trinity Optima Production Yonathan Nugroho mengatakan mengambil peran ganda untuk memimpin TV. “Terkait entitas legal, PT sudah ada. Namun, berhubung ini CVC dan baru menggunakan dana internal, kami belum mengajukan izin sebagai perusahaan modal ventura,” tutur Yonathan.
Sekilas informasi, Trinity Optima Production didirikan oleh Adi Nugroho, Handi Santoso, Effendy Widjaja, dan Yonathan Nugroho pada 2003. Perusahaan memiliki rekam jejak kuat di industri hiburan; menaungi sejumlah artis kawakan, termasuk Armand Maulana, Sherina, dan Afgan.
Di luar label rekaman, TOP memperluas skala bisnisnya dengan masuk ke music publishing dan talent marketing melalui Trinity Artist Management (TAM), serta Trinity Creative Technology (Dignitiy) untuk digital content marketing.
Hipotesis investasi
Di awal, peluang investasi pada usaha rintisan sering diukur dari visi/value para founder, competitive advantage sebuah produk/layanan, dan valuasi. Namun, dengan melihat perkembangan industri dan pasar saat ini, TV lebih berfokus pada bisnis yang memiliki keberlanjutan jangka panjang dan fokus terhadap permasalahan di sektor yang digeluti, tak lagi cuma mengejar pertumbuhan.
Yonathan berujar, tidak ada sektor tertentu yang diincar, TV membuka diri seluas-luasnya pada peluang investasi di startup maupun proyek yang memberikan nilai tambah pada ekosistem Trinity Entertainment Group (TEG). Selain itu, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah rencana mitigasi risiko dengan memperhitungkan situasi makro saat ini.
“Pada tahap awal, kami fokus di sektor ekonomi kreatif yang berkaitan dengan industri film, musik, dan direct-to-consumer (D2C). Saat ini, posisi kami sedang mengeksplorasi peluang pada virtual influencer atau meta human. Kami tidak berfokus untuk mendigitalisasi suatu sektor usaha. Kami serahkan [pengembangan] model bisnis dan produk pada pemilik,” jelasnya.
Diungkapkan, TV dibentuk untuk memperluas jangkauan jaringan dan peluang kolaborasi selama itu visioner dan inovasinya disruptif. Artinya, model bisnis atau produk/layanan memiliki pain point, positioning, peluang untuk scale up yang jelas.
Pihaknya berupaya untuk mengkolaborasikan proyek/solusi yang dimiliki startup ke lintas sektor, dan tidak rigid pada idealisme tertentu. Kolaborasi ini dapat dilakukan antar-talent atau pada proyek/portofolio di mana TV berinvestasi.
“Bagaimanapun, kami punya bisnis inti di industri hiburan yang punya spirit mengelola talenta atau orang. Kami terbiasa pada fleksibilitas mengolah program kerja. Karena itu, dalam konteks calon investee, kami harap pemilik bisnis juga terbuka untuk mengkolaborasikan bisnis ke industri hiburan,” tambahnya.
Sumber pendanaan
TV akan menggunakan dua model pendanaan, yakni (1) pemberian modal bagi bisnis yang sudah well-established dan sedang fundraise, serta (2) pendanaan, pendampingan manajerial, dan dukungan dari sisi operasional, campaign, hingga sponsorship. Khusus pada model kedua, TV berfokus pada investasi di sektor riil, seperti brand, komunitas, atau startup dengan proyek spesifik.
“Proses transfer knowledge dan advisory pada pengelolaan bisnis ini adalah pilihan yang kami rasa sangat penting untuk teman-teman pebisnis yang masih merintis,” tutur Yonathan.
Menurut Yonathan, TV tidak memetakan model pendanaan berdasarkan tahapan (stage) startup, melainkan pada kebutuhan dari pemilik bisnis. Adapun, perusahaan induk dapat terlibat dalam pengelolaan manajemen, SDM, atau produk yang dimiliki agar dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan.
“Kami tidak bisa menyebut nilai investasi yang disiapkan. Namun, untuk tahap awal, kami masih menggunakan sumber pendanaan internal dari Trinity Entertainment Group. Kami tidak menutup kemungkinan bakal menggandeng Limited Partner (LP) yang tertarik [berinvestasi] di sektor ekonomi kreatif dan turunannya di masa depan,” ungkapnya.
Pihaknya mengaku tak hanya mengincar sumber pendapatan baru, tetapi juga membuka berbagai pilihan terhadap investasi usaha atau proyek yang dapat menghasilkan nilai tambah strategis.
Ekonomi kreatif
Tren investasi pada perusahaan rintisan turut diminati sektor hiburan Indonesia. Hal ini salah satunya didorong oleh perkembangan teknologi Web3 yang membuka ruang eksplorasi menarik bagi konten kreator, baik musik, film, video, ilustrator hingga karya fiksi.
Famous Allstars adalah salah satunya yang meminati pengembangan konten kreator di era Web2 dan Web3. Salah satunya adalah rencana mendirikan creator venture dengan mengidentifikasi dua pilar menarik di sektor F&B dan beauty. Famous Allstars merupakan entitas yang menaungi channel-channel konten kreatif popular dan platform yang menghubungkan brand dengan influencer.
Kemenparekraf mencatat nilai ekspor ekonomi kreatif di Indonesia mencapai $23,9 miliar pada 2021, naik dari tahun sebelumnya $18,8 miliar. Pemerintah membidik nilai tersebut dapat mencapai $25,14 miliar di 2022.