Tag Archives: yuneec

Drone Yuneec Typhoon H3 Unggulkan Kamera Hasil Kolaborasinya dengan Leica

Drone yang menarik tidak selalu datang dari DJI. Karya terbaru Yuneec berikut ini adalah contohnya. Dinamai Typhoon H3, daya tarik utamanya terpusat pada kameranya, yang ternyata merupakan hasil kerja sama antara Yuneec dan Leica.

Kamera ini mengemas sensor CMOS 1 inci beresolusi 20 megapixel, dengan kemampuan merekam video pada resolusi maksimum 4K 60 fps dan bitrate 100 Mbps. Pengaturan-pengaturan parameter seperti auto white balance, reproduksi warna, sharpening, de-noising, dan lain sebagainya Yuneec percayakan kepada Leica.

Mode perekaman ‘mentah’ 10-bit Y-Log dan DNG pun juga tersedia, dan lagi-lagi semuanya disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Leica. Kamera ini menyambung ke gimbal 3-axis, dan ia siap memutar 360° untuk mengambil gambar panoramik. Video hyperlapse pun juga dapat dibuat berkat interval pengambilan gambar JPEG yang pendek.

Yuneec Typhoon H3

Typhoon H3 melanjutkan jejak Typhoon H yang diperkenalkan lebih dari tiga tahun silam. Yang dibanggakan kala itu adalah teknologi Intel RealSense untuk mendeteksi sekaligus menghindari berbagai rintangan yang ditemui selama mengudara, dan sekarang Yuneec juga ingin kameranya bisa mencuri perhatian.

Drone berwujud hexacopter ini datang bersama remote control besar yang mengemas layar sentuh 7 inci dan sistem berbasis Android. Live view dari kamera drone dapat dilihat dalam resolusi 720p, dan jarak transmisinya sendiri mencapai 1,6 kilometer.

Yuneec Typhoon H3

Typhoon H3 mendukung penggunaan dua remote control sekaligus, sehingga dua orang bisa berbagi tugas mengendalikan pergerakan drone dan kameranya secara terpisah. Kalau tidak mau pusing, tentu saja Typhoon H3 juga dilengkapi sejumlah mode penerbangan otomatis dengan fungsi yang berbeda-beda: Follow Me/Watch Me, Curve Cable Cam, Orbit, dan Journey.

Dalam sekali pengisian, baterai Typhoon H3 bisa menemaninya mengudara hingga 25 menit. Sejauh ini Yuneec belum mengungkap informasi mengenai perilisannya, akan tetapi kalau menurut rumor yang beredar, harganya diperkirakan berkisar $2.200 untuk bundel standarnya.

Sumber: DPReview.

Yuneec Mantis Q Adalah Rival DJI Mavic Air yang Dapat Dioperasikan dengan Suara

Dua bulan lalu, Parrot membuktikan bahwa kompetitor DJI masih mampu menghadirkan pesaing yang pantas untuk Mavic Air. Dinamai Anafi, keunikan utama drone terbaru Parrot itu terletak pada kemampuan kameranya untuk zooming, meski sayang ia tidak sanggup menghindari rintangan dengan sendirinya.

Sekarang, Yuneec rupanya juga tidak mau ketinggalan dalam upaya membendung dominasi DJI. Mereka memperkenalkan Mantis Q, drone berwujud ringkas yang juga menganut desain foldable, di mana keempat lengannya dapat dilipat ke dalam ketika perangkat sedang tidak digunakan. Selagi terlipat, dimensinya cuma 16,8 x 9,7 x 5,6 cm, sedangkan bobotnya berkisar 480 gram.

Yuneec Mantis Q

Moncongnya dibekali dengan kamera yang sanggup merekam video dalam resolusi maksimum 4K 30 fps. Image stabilization 3-axis (elektronik) juga tersedia, sayangnya hanya untuk perekaman dalam resolusi 1080p saja. Kamera ini bisa diatur tingkat kemiringannya ke atas atau bawah, sedangkan sudut pandang lensanya mencapai angka 117º.

Oke, lalu apa yang istimewa dari Mantis Q yang membuatnya unik jika dibandingkan rival terkuatnya, Mavic Air? Yang paling utama adalah kemampuannya untuk dioperasikan menggunakan perintah suara. Untuk mengambil selfie, cukup ucapkan “take a selfie”, lalu untuk memanggil drone pulang dan mendaratkannya secara otomatis, cukup dengan frasa “return home”, plus masih banyak frasa lainnya.

Selanjutnya, Mantis Q juga unggul perihal performa. Saat pengguna mengaktifkan Sport Mode, drone dapat melesat hingga secepat 70 km/jam. Dalam satu kali pengisian, Mantis Q siap mengudara sampai selama 33 menit, dan ia pun juga mudah diterbangkan di dalam ruangan berkat kehadiran sepasang sensor sonar dan infra-merah.

Yuneec Mantis Q

Mode semi-otomatis yang sudah menjadi standar drone di kelas ini pun juga tersedia, termasuk halnya fitur face detection yang memungkinkan drone untuk mengambil gambar dari jarak sampai sejauh 4 meter ketika diberi aba-aba lambaian tangan. Sayang sekali, sama seperti Parrot Anafi, Mantis Q juga tidak bisa menghindari rintangan secara otomatis.

Di Amerika Serikat, Yuneec Mantis Q saat ini telah dipasarkan seharga $500, sudah termasuk aksesori seperti controller dan baling-baling ekstra. Dibandingkan penawaran sekelas dari DJI dan Parrot, Mantis Q adalah yang paling terjangkau harganya.

Sumber: SlashGear dan PR Newswire.

Yuneec Luncurkan Tiga Drone Baru di CES 2018

Tidak ada drone baru dari DJI di ajang CES tahun ini, hanya stabilizer Osmo Mobile 2 saja. Kedengarannya seperti kesempatan emas bagi para pesaingnya untuk mencuri perhatian? Anggap saja begitu, sebab Yuneec baru saja mengumumkan bukan satu, tapi tiga drone anyar sekaligus di CES 2018.

Drone yang pertama adalah Yuneec Typhoon H Plus, suksesor dari Typhoon H yang diperkenalkan tepat dua tahun silam. Sama seperti sebelumnya, fitur unggulannya adalah kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan dengan sendirinya berkat teknologi Intel RealSense.

Yuneec Typhoon H Plus

Lalu apa yang membuatnya pantas menyandang titel “Plus”? Navigasi dan kualitas kamera yang lebih baik jawabannya. Keenam rotornya berukuran lebih besar, tapi di saat yang sama dapat beroperasi hingga 40% lebih senyap. Lebih lanjut, Yuneec juga mengklaim Typhoon H Plus bisa tetap stabil mengudara meski angin bertiup sekencang 48 km/jam.

Untuk kameranya, Typhoon H Plus mengandalkan sensor berukuran 1 inci, dengan resolusi 20 megapixel untuk foto still. Video tak hanya bisa direkam dalam resolusi 4K, tapi juga dalam kecepatan 60 fps. Di samping itu, Typhoon H Plus juga menjanjikan hasil rekaman di kondisi minim cahaya yang lebih baik.

Yuneec juga bilang bahwa mereka telah mendesain ulang controller uniknya yang berbasis Android dan mengemas layar 7 inci untuk menampilkan hasil rekaman secara real-time dalam resolusi 720p. Soal daya baterai, Typhoon H Plus diyakini mampu mengudara selama 25 menit nonstop dalam cuaca normal.

Sama seperti sebelumnya, Yuneec menarget kalangan profesional untuk Typhoon H Plus. Pemasarannya akan dimulai pada babak pertama 2018, dengan harga $1.800, sama persis seperti pendahulunya.

Yuneec HD Racer / Yuneec
Yuneec HD Racer / Yuneec

Drone yang kedua adalah HD Racer, sebuah quadcopter mini yang, sesuai namanya, ditujukan untuk penggemar balap drone. Dibekali mode yang berbeda untuk pengguna pemula atau yang sudah berpengalaman, HD Racer juga siap mengudara di ‘sirkuit’ indoor berkat konstruksinya yang tahan banting serta baling-baling yang terlindungi.

Sesi balapan bakal diabadikan dalam resolusi 1080p 60 fps, dan tentu saja sang pilot bisa memonitornya secara live dengan latency yang minimal. Yang cukup unik, drone ini bisa ‘bangun’ dengan sendirinya saat menabrak objek dan terbalik

Harganya? $180 saja, akan tetapi konsumen masih harus menunggu sampai babak kedua tahun 2018.

Yuneec Firebird FPV / Yuneec
Yuneec Firebird FPV / Yuneec

Terakhir, ada Firebird FPV yang merupakan drone tipe fixed-wing pertama dari Yuneec. Berbekal satu baling-baling di belakang, pengoperasiannya lebih mirip pesawat ketimbang helikopter. Di ujung hidungnya tertanam sebuah kamera untuk merekam dalam sudut pandang pertama.

Yuneec tak lupa menyematkan sejumlah fitur canggih seperti kemampuan untuk pulang dan mendarat di titik lepas landasnya secara otomatis, plus fitur geofencing dan fitur pengaman yang mencegah drone terbang terlalu rendah. Baterainya sendiri diperkirakan bisa bertahan selama 30 menit waktu mengudara.

Yang sedikit mengejutkan adalah banderol harganya, yakni $700. Yuneec berencana menjualnya di babak pertama tahun ini.

Sumber: The Verge dan Yuneec.

Intel Umumkan Falcon 8+, Drone Pertamanya untuk Bidang Komersial

Nama Intel selalu diasosiasikan dengan prosesor, akan tetapi rival utama AMD tersebut juga punya ketertarikan khusus terhadap drone. Sebelumnya, kita sudah melihat drone Yuneec Typhoon H yang mengadopsi teknologi Intel RealSense. Sekarang, teknologi tersebut hadir dalam drone berlabel Intel sendiri.

Namun RealSense baru sebagian cerita dari drone bernama Intel Falcon 8+ ini. Pasalnya, Intel merancangnya untuk bidang komersial, baik untuk inspeksi di kawasan industri, melakukan survei maupun pemetaan. Pada kenyataannya, Falcon 8+ diproduksi oleh perusahaan ahli drone komersial bernama Ascending Technologies, yang diakuisisi Intel sejak Januari lalu.

Desainnya tidak seperti octocopter pada umumnya, dimana formasi baling-balingnya membentuk huruf V, dan ini diambil dari paten yang ditetapkan Ascending Technologies. Kalau Anda merasa tidak asing dengan wujudnya, yup, ini merupakan suksesor dari AscTec Falcon 8 yang dipakai oleh Airbus untuk mempercepat proses inspeksi pesawat.

Saat diperlukan, drone bisa melesat dengan kecepatan maksimum 56 km/jam. Sistem komunikasi disematkan langsung ke dalam tubuh drone, dan ia juga mengemas baterai cadangan yang sangat krusial dalam aktivitas komersial.

Intel Cockpit / Intel
Intel Cockpit / Intel

Falcon 8+ datang bersama sebuah controller khusus yang jauh dari kata ringkas. Dijuluki Intel Cockpit, bagian depannya dihuni oleh sebuah tablet terintegrasi, disusul oleh sepasang joystick di belakangnya. Intel mengklaim controller ini siap digunakan di cuaca buruk, demikian pula dengan drone Falcon 8+ itu sendiri.

Di titik ini tidak ada yang bisa menyimpulkan apakah Intel nantinya juga bakal merambah ranah consumer dan bersaing langsung dengan DJI maupun yang lain. Intel sendiri merupakan salah satu investor utama Yuneec, jadi kemungkinan persaingannya akan berlangsung di bawah bendera Yuneec.

Sumber: The Verge dan Intel.

Cuma $500, Drone Mungil Yuneec Breeze Usung Kamera 4K dan Mode Penerbangan Semi-otomatis

Salah satu rival terbesar DJI, Yuneec, baru-baru ini memperkenalkan drone yang cukup menarik perhatian. Bernama Breeze, Yuneec sebenarnya lebih sreg menyebutnya sebagai kamera terbang ketimbang drone. Meski demikian, bentuknya tetap seperti quadcopter pada umumnya, hanya saja wujudnya sangat ringkas dan imut-imut.

Dimensi Breeze memang tergolong sangat kecil, berwujud persegi dengan sisi 196 mm dan tinggi 65 mm, plus bobot total 385 gram – bahkan lebih ringan daripada iPad Air 2. Keempat baling-balingnya bisa dilipat ketika sedang tak digunakan, menjadikannya mudah disimpan di dalam tas dan dibawa bepergian.

Tugas mengabadikan gambar diserahkan pada kamera beresolusi 13 megapixel, dengan sudut pandang 117 derajat. Kamera ini juga dapat merekam video dalam resolusi 4160 x 3120 pixel alias 4K. Kendati demikian, kamera ini tidak menancap pada gimbal seperti yang dimiliki drone kelas atas besutan Yuneec maupun DJI, sehingga penggunaannya di segmen profesional mungkin agak kurang relevan.

Dimensi Yuneec Breeze sangat ringkas, bahkan bobotnya lebih enteng daripada iPad Air 2 / Yuneec
Dimensi Yuneec Breeze sangat ringkas, bahkan bobotnya lebih enteng daripada iPad Air 2 / Yuneec

Pada kenyataannya, Yuneec memosisikan Breeze untuk keperluan fotografi dan videografi sosial. Itulah mengapa Breeze telah dibekali dengan fitur pintar macam kontrol via smartphone dan mode penerbangan semi-otomatis. Ya, dalam paket penjualannya, tidak ada unit controller yang disertakan.

Total ada lima mode penerbangan semi-otomatis yang ditawarkan Breeze: Selfie, Follow Me, Orbit, Journey dan Pilot. Breeze memadukan GPS, sensor optik dan infra-merah dalam sistem kendalinya, memungkinkannya untuk terbang dan mempertahankan posisinya baik di dalam maupun luar ruangan. Melengkapi semua itu adalah fitur pendaratan dan kembali ke titik semula secara otomatis.

Selagi mengudara dan mengambil gambar, Breeze dapat meneruskan hasil tangkapannya secara real-time ke ponsel dalam resolusi 720p. Selanjutnya, pengguna tinggal mengunduh foto maupun video yang diambil untuk dibagikan ke media sosial, semuanya melalui satu aplikasi yang sama.

Yuneec Breeze bisa beroperasi selama 12 menit nonstop sebelum baterainya perlu di-charge kembali selama 30 – 40 menit. Drone ini sekarang telah dipasarkan seharga $500.

Sumber: CNET dan Yuneec.

Drone Yuneec Typhoon H Siap Menghindari Rintangan dengan Sendirinya

Berada di bayang-bayang rival yang lebih sukses itu pasti terasa tidak enak. Kira-kira mungkin seperti itu perasaan yang dialami Yuneec, pabrikan drone yang masih satu kampung dengan DJI. Sampai saat ini, drone buatannya masih kalah pamor kalau dibandingkan dengan lini drone besutan DJI.

Tapi semua itu bisa berubah tahun ini. Memanfaatkan kemeriahan acara CES 2016, Yuneec memperkenalkan drone terbaru sekaligus tercanggihnya, Typhoon H. Mengapa Typhoon H bisa mengubah kondisi persaingan antara kedua pabrikan drone tersebut? Karena ada kebesaran Intel di belakangnya.

Yuneec Typhoon H merupakan drone versi konsumen pertama yang ditenagai oleh teknologi Intel RealSense. Sederhananya, teknologi ini memanfaatkan kamera inframerah untuk memindai beragam objek yang ada di hadapannya. Hal itu berarti Typhoon H dapat mendeteksi sekaligus menghindari rintangan yang ia temui selagi mengudara.

Yuneec Typhoon H

Lalu apa nilai praktis dari kemampuan menghindari rintangan ini? Well, seperti drone lainnya, Typhoon H juga mengemas fitur penerbangan otomatis yang dibagi menjadi beberapa mode yang berbeda. Jadi semisal Anda mengaktifkan mode “Follow” dimana drone akan bergerak dengan sendirinya mengikuti pemegang controller, ia tak akan menabrak pohon, tembok atau objek lain yang menghalangi rutenya.

DJI sendiri sebenarnya juga punya drone yang dibekali ‘penglihatan’ macam ini, yaitu Matrice 100. Akan tetapi drone tersebut sejauh ini baru ditujukan untuk kalangan developer saja, sedangkan Typhoon H ini benar-benar menyasar konsumen secara massal.

Menilik fisiknya, ada yang berbeda dari Typhoon H. Ia dilengkapi enam baling-baling ketimbang empat, membuatnya tak bisa disebut sebagai quadcopter. Penambahan dua baling-baling ekstra ini ditujukan supaya drone bisa tetap mengudara dengan stabil sekaligus mendarat meski ada satu atau dua baling-baling yang tiba-tiba berhenti bekerja.

Lebih lanjut, tiap baling-baling ini bisa dilipat ke bawah ketika sedang tidak digunakan, sekaligus memudahkannya untuk dibawa berpergian. Apalagi mengingat Typhoon H banyak melibatkan material serat karbon guna menekan bobot keseluruhan secara drastis.

Yuneec Typhoon H

Soal kualitas gambar, Typhoon H siap merekam video dalam resolusi 4K maupun mengambil foto dalam resolusi 12 megapixel. Tapi yang lebih menarik untuk diperhatikan adalah controller unik milik Typhoon H. Controller ini ukurannya cukup besar, karena tepat di tengahnya Anda akan menjumpai sebuah layar 7 inci, dan Yuneec telah menanamkan sistem operasi Android ke dalamnya.

Dengan demikian, pengguna tak perlu lagi mengandalkan smartphone atau tablet-nya guna menampilkan hasil rekaman secara real-time, seperti yang kita jumpai pada mayoritas drone lain yang mendukung fitur ini. Typhoon H sendiri siap meneruskan hasil rekamannya ke layar controller dalam resolusi 720p.

Menimbang segala kelebihannya, pantas saja apabila Yuneec memosisikan Typhoon H sebagai penantang DJI Inspire 1. Yuneec bahkan tidak segan untuk mematok harga yang lebih agresif untuk Typhoon H, yakni $1.799, atau kurang lebih $800 lebih murah ketimbang Inspire 1.

Sumber: The Verge dan PR Newswire.

5 Drone Terbaik di Tahun 2015

Demam drone begitu mewabah, bukan cuma di negara-negara luar, tetapi juga di Indonesia. Tidak percaya? Lihat saja keputusan 3D Robotics menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di Asia yang disinggahi drone andalannya.

Maka dari itu, sudah merupakan langkah yang alami apabila Anda kami suguhi dengan daftar drone terbaik di tahun 2015. Kelima quadcopter berikut adalah yang terbaik yang bisa Anda beli saat ini juga, dimulai dari nomor 1.

1. DJI Phantom 3 Professional

DJI Phantom 3 Professional

Tidak mengejutkan melihat nama DJI menduduki posisi teratas. Phantom 3 Professional memang amat fenomenal. Seluruh kebaikan pendahulunya dipertahankan, malahan sistem navigasinya semakin canggih berkat kombinasi GPS, GLONASS, plus sensor ultrasonik untuk di dalam ruangan.

Kemudahan navigasi ini makin terasa setelah menggenggam controller barunya yang mempunyai transmisi sinyal hingga 2 km. Dan tentu saja, kualitas videonya kini meningkat menjadi 4K 30 fps. Kalau Anda masih ragu seberapa bagus hasil rekamannya, segera cari sampel videonya yang banyak tersebar di YouTube – favorit saya ini.

Semuanya semakin lengkap berkat fitur semi-autopilot yang diusungnya. Secara keseluruhan DJI Phantom 3 Professional sangat layak dihargai ± Rp 17 juta sekaligus dinobatkan sebagai drone terbaik tahun 2015.

2. 3D Robotics Solo

3DR Solo

Posisi kedua diduduki oleh drone yang sempat kita bicarakan pada awal artikel tadi. Drone ini sangat lain daripada yang lain. Pertama, ia tak punya kamera. Kualitas videonya bergantung pada action cam GoPro Hero4 yang Anda tancapkan ke gimbal istimewanya. Kedua, ia begitu pintar sampai-sampai Anda tak perlu memegang kendali.

Yup, fitur autopilot yang dimiliki Solo merupakan salah satu yang paling canggih saat ini. Ia bisa bergerak mengikuti jalur lurus, mengorbit maupun mengikuti objek dengan sendirinya. Pengguna tinggal mengendalikan gimbal beserta GoPro yang menancap, termasuk halnya mengubah setelan fps kamera secara real-time.

Kalau saja harganya sedikit lebih manusiawi, mungkin posisi teratas yang diduduki DJI bisa direbutnya dengan mudah. 3DR Solo dibanderol seharga Rp 24 juta, sudah termasuk gimbal – tapi belum termasuk kamera GoPro.

3. Yuneec Typhoon Q500 4K

Yuneec Typhoon Q500 4K

Sama seperti DJI, Yuneec berasal dari Tiongkok dan cukup berpengalaman dalam hal merancang drone yang berkualitas. Salah satu yang pantas masuk dalam daftar ini adalah Typhoon Q500 4K. Dari namanya saja kita sudah tahu kalau drone ini sanggup merekam video dalam resolusi 3840 x 2160 pixel, tapi itu baru sebagian dari ceritanya.

Fitur paling uniknya adalah gimbal-nya yang bisa dilepas-pasang dengan mudah. Saat terlepas, gimbal plus kamera tersebut beralih fungsi menjadi sebuah action cam –sangat mirip seperti DJI Osmo.

Terlepas dari itu, kualitas videonya terbukti jagoan. Menurut sejumlah reviewer, ia disebut sebagai salah satu yang paling mendekati DJI Phantom 3 Professional soal kualitas video 4K. Kekurangannya menurut saya cuma satu: harganya agak mahal di angka ± Rp 20,5 juta.

4. Parrot Bebop 2

Parrot Bebop 2

Berusia paling muda, Bebop 2 layak mendapat tempat di sini karena ia membawa sederet penyempurnaan terhadap Bebop orisinil yang potensial tapi punya beberapa kekurangan. Utamanya adalah masalah stabilitas koneksi dengan smartphone atau tablet sebagai controller, dan masalah itu diklaim sudah teratasi sekarang.

Ia memang belum bisa merekam video 4K seperti tiga drone ‘senior’ di atas. Pun begitu, hasil rekaman 1080p-nya masih tergolong bagus, apalagi untuk kebutuhan non-profesional. Belum lagi daya tahan baterainya kini bisa mencapai sekitar 25 menit, setara dengan drone lain yang ukurannya jauh lebih besar ketimbang ia sendiri.

Soal harga, Bebop 2 dipatok $550. Parrot juga menawarkan bundle Bebop 2 bersama SkyController – bisa memperluas transmisi sinyal hingga 2 kilometer – senilai $800.

5. Lily Camera

Lily Camera

Mungkin masih ada banyak drone lain yang lebih baik darinya, tapi saya tak bisa mengabaikan sisi unik Lily Camera begitu saja. Lihat saja namanya. Pihak pengembangnya menyebutnya sebagai sebuah kamera, padahal ia bisa mengudara dengan bebas seperti keempat drone di atas.

Mengapa demikian? Karena Lily sama sekali tak perlu Anda kendalikan. Ia didampingi sebuah tracking device berwujud ringkas yang bisa Anda simpan dalam saku atau dikaitkan ke pergelangan tangan dengan bantuan sebuah strap. Selanjutnya, Lily akan terbang mengikuti ke mana saja Anda bergerak, dan Anda tinggal menekan tombol pada tracking device tadi untuk memulai perekaman video atau sekedar mengambil selfie.

Lily Camera memang bukan seperti drone pada umumnya, tapi toh fungsinya sama, yakni mengabadikan beragam momen dari udara. Konsep tanpa controller yang diusung sangat cocok bagi pengguna-pengguna awam yang keberatan meluangkan waktu untuk belajar mengendalikan drone. Buat orang-orang seperti itu, Lily Camera bisa digaet dengan modal $499.

Gambar header: DJI Phantom 3 via Shutterstock.

Dengan Controller Ini, Anak Kecil Pun Bisa Kendalikan Drone

Ada banyak macam dan merek drone, tapi pada umumnya controller yang menemani mengusung prinsip yang sama, yakni mengandalkan sepasang joystick untuk mengendalikan pergerakan sang robot terbang. Tentunya tidak semua orang piawai mengoperasikan perangkat kendali semacam ini, dan pabrikan drone pun berusaha menawarkan solusi dalam bentuk penerbangan otomatis. Continue reading Dengan Controller Ini, Anak Kecil Pun Bisa Kendalikan Drone

Tak Cuma Merekam 4K, Drone Ini Bisa Berfungsi Sebagai Action Cam

Saat DJI Phantom 3 Professional diperkenalkan April lalu, satu fitur yang paling dibanggakannya adalah perekaman video 4K 30 fps. Ini memang merupakan sebuah prestasi, mengingat drone lain baru bisa melakukannya jika dipasangkan dengan kamera GoPro Hero4 Black. Continue reading Tak Cuma Merekam 4K, Drone Ini Bisa Berfungsi Sebagai Action Cam