Startup pemula memiliki ruang gerak terbatas untuk membangun bisnis di situasi sekarang. Perlu beberapa cara untuk memastikan bisnis tetap berjalan

Mengatasi Tantangan Produktivitas Startup Pemula di Situasi “New Normal”

Sudah hampir dua bulan terakhir, ekosistem digital di Indonesia mulai beradaptasi terhadap kondisi “new normal” ini. Startup mulai melakukan manuver dengan mengembangkan fitur atau layanan baru demi menyesuaikan diri terhadap perubahan perilaku konsumen.

Dari sisi investasi, DailySocial melihat aktivitas pendanaan masih terlihat cukup normal. Bahkan ada beberapa startup yang mengumumkan pendanaan baru di sepanjang April ini. Namun, kita belum dapat memastikan apakah kondisi ini dapat tetap berlanjut dalam tiga bulan ke depan.

Kami tidak bilang bahwa startup di fase growth atau later stage terdampak minimal dari situasi ini. Namun, kita bisa sepakat bahwa 2020 menjadi tahun yang sulit bagi para pelaku startup tahap awal (early stage) yang baru memulai membangun bisnisnya.

Mengapa demikian? Menurut Founder dan CEO Startup Spider Beatrice Kessler, startup di fase ini umumnya masih mengandalkan pendanaan dari kantong sendiri, dana keluarga, atau dari crowdfunding. Bisnisnya belum stabil karena masih mencari traction dari produk/layanan yang dirilis.

Dengan likuiditas terbatas, sulit bagi pelaku bisnis untuk bertahan dalam beberapa minggu atau bulan ke depan. Malah, founder pemula bisa jadi tidak menggaji diri sendiri demi efisiensi. Ruang gerak startup untuk membangun bisnisnya juga semakin sempit karena minim SDM dan jaringan bisnis.

Paparan di atas juga diperkuat oleh survei yang dirilis 500 Startups bertajuk “The Impact of COVID-19 on the Early-Stage Investment”. Sebanyak 32,2 persen responden melihat dampak negatif akan sangat terasa bagi startup early stage.

Bahkan sebanyak 62,6 persen responden memprediksi pandemi COVID-19 bahkan berdampak pada iklim investasi dan bisnis startup early-stage selama 1-2 tahun, sedangkan 20,1 persen responden meyakini dampaknya bakal terasa hanya 0-1 tahun.

Untuk menghadapi situasi ini, responden merekomendasikan sejumlah strategi bernavigasi bagi startup pemula. Cara yang paling banyak diusulkan adalah (1) mengurangi biaya, diikuti (2) meningkatkan runway, (3) fokus pada customer rentention, (4) membatasi ekspansi pasar, (5) menutup deal pendanaan dalam 3 bulan atau sebelumnya, dan (6) membatasi penggunaan tim non-core.

Langkah mitigasi startup early-stage Indonesia

Cara-cara di atas, sebagian besar juga direkomendasikan oleh Founder dan CEO Qlue Rama Raditya untuk bisa bertahan di situasi saat ini. Meskipun Qlue sudah masuk dalam growth stage, upaya berikut sebetulnya juga berlaku bagi startup di fase apapun.

Paling utama adalah disiplin keuangan. Langkah ini sangat krusial mengingat startup pemula memiliki runway yang pendek. Maka itu, sebaiknya pelaku bisnis jangan terburu- buru menghabiskannya di awal. Sisihkan pendanaan dalam bentuk alokasi bulanan.

Rama juga merekomendasikan diversifikasi produk untuk memudahkan startup melakukan manuver lebih lincah. Pada kasus Gojek dan Grab, mereka tetap dapat mengoperasikan kategori layanan lain meski layanan utamanya, yakni ride-hailing, ditutup sementara.

Lalu, bagaimana soal tantangan produktivitas dengan keterbatasan SDM dan ruang gerak?

Startup early stage Legalku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk meningkatkan efisiensi pendanaan tanpa mengurangi target traction. Langkah mitigasi ini berfokus pada dua hal, yakni pengembangan produk dengan timeline cepat dan deliverable jasa tetap on-time.

Founder dan CEO Legalku Muhamad Philosophi mengungkap, pihaknya memprioritaskan pengembangan produk/layanan yang dapat segera dijual ke konsumen korporasi. Bagi layanan yang bersifat complementary, pihaknya akan menunda pengembangannya hingga beban kerja tim teknologinya berkurang.

“Untuk mengefisiensikan pengelolaan, kami menunda pengembangan beberapa fitur atau layanan yang tidak in line dengan pendapatan,” paparnya kepada DailySocial.

Kemudian, perusahaan juga meningkatkan deliverable jasa supaya tetap on-time karena situasi ini memaksa koordinasi dilakukan secara remote dan banyak institusi pemerintahaan tutup. Dengan pembatasan sosial ini, pihaknya berupaya mengurangi waktu perjalanan dokumen untuk mendapatkan persetujuan dari klien melalui pengembangan fitur e-signature.

“Tadinya kami memprioritas pengembangan aplikasi mobile, baru lanjut pada fitur e-signature yang ditargetkan meluncur bulan Mei ini. Namun, untuk menyesuaikan di situasi ini, akhirnya pengembangan e-signature kami dahulukan,” ujar pria yang karib disapa Philo ini.

Sementara itu, startup early-stage di bidang P2P Lending Akseleran mengungkap bahwa produktivitas pada pengembangan produk tetap berjalan sesuai rencana sehingga perusahaan dapat langsung berlari cepat ketika situasi sudah pulih.

Co-founder dan CEO Akseleran Ivan Tambunan menyebut ada beberapa strategi untuk mendisiplinkan pengeluaran, antara lain selektif dalam menambah SDM baru selama belum ada urgensi, menghentikan layanan yang tidak banyak digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan, dan selektif mengeluarkan budget marketing hanya yang dapat memberikan nilai Customer Lifetime Value to Customer Acquisition (LTV:CAC) yang baik.

“Kami berupaya megefisiensikan operasional dan tetap sustain aktivitas yang kami lakukan. Fokus kami saat ini bukan lagi pada ekspansi, tetapi mempertahankan bisnis,” ujar Ivan.