TKDN dan Upaya Pemerintah Mengokohkan Karya Lokal

Aturan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) untuk perangkat ponsel, khususnya yang berkemampuan 4G/LTE, mulai menjadi perbincangan sejak 2015 lalu. Tujuannya menarik sumbangsih pengembang/ahli lokal untuk ambil bagian dalam penyajian perangkat tersebut di Indonesia. Sejak tahun itu pula berbagai skema terus digodok, untuk terciptanya keseimbangan, dari sisi industri sebagai pemilik manufaktur dan komponen lokal yang ingin dielaborasikan dalam proses produksi.

Secara definitif, TKDN merupakan suatu nilai atau persentase komponen produksi (hardware ataupun software) buatan Indonesia yang digunakan dalam sebuah produk ponsel 4G/LTE. Tujuannya untuk mengurangi defisit perdagangan yang diakibatkan banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia. Ini belajar dari era 3G sebelumnya, ponsel diimpor ke Indonesia tidak ada batasan regulasi khusus dan menggerus nilai yang luar biasa tanpa dampak yang berarti untuk perindustrian di Indonesia.

Inisiatif ini sudah sangat kokoh. Pemerintah tampaknya sangat percaya diri bahwa TKDN akan menjadi pendekatan yang pas untuk menjayakan industri IT dalam negeri. Tiga kementerian meliputi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian ambil bagian dalam perumusan TKDN. Kendati demikian beberapa pengembang ponsel 4G keberatan, dan mengendurkan diri untuk memasarkan produknya di Indonesia. Akan tetapi vendor lainnya masih tetap setia, pasalnya pasar Indonesia menjadi “taruhan” yang berarti.

Aturan TKDN yang telah disepakati

TKDN kini dilandaskan dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet. Dalam aturan tersebut terdiri dari dua rincian pokok skema pemenuhan TKDN, yakni memberikan porsi lebih untuk aspek manufaktur (perangkat keras) atau memberikan porsi lebih untuk aspek aplikasi (perangkat lunak).

Berikut ini rangkuman detil untuk masing-masing aspek yang telah didefinisikan dalam beberapa pasal terkait dalam Permenperin No. 65 tersebut:

  • Jika perusahaan memilih aspek manufaktur

Kandungan dalam negeri 30 persen (untuk tahun ini) yang terdiri dari aspek manufaktur 70 persen, aspek riset dan pengembangan 20 persen dan aspek aplikasi 10 persen.

  • Jika perusahaan memilih aspek aplikasi

Kandungan dalam negeri 30 persen (untuk tahun ini) yang terdiri dari aspek manufaktur 10 persen, aspek riset dan pengembangan 20 persen dan aspek aplikasi 70 persen.

Aturan tersebut turut memberikan tantangan kepada para perusahaan untuk memiliki pre-load aplikasi dan game lokal di setiap ponsel terbitannya hingga mencapai pengguna aktif tertentu (untuk TKDN sisi manufaktur 250 ribu pengguna, sedangkan untuk TKDN sisi aplikasi 1 juta pengguna). Selain itu perusahaan juga diwajibkan untuk memiliki server di dalam negeri dan melakukan injeksi software di dalam negeri. Untuk menghimpun aplikasi dari pengembang lokal perusahaan juga diwajibkan memiliki marketstore aplikasi lokal.

Komitmen investasi turut menjadi bagian dari mekanisme TKDN yang harus dipenuhi perusahaan. Dimuat dalam peraturan yang sama di pasal 25, perhitungan TKDN berbasis nilai investasi hanya berlaku untuk investasi baru, dilaksanakan berdasarkan proposal investasi yang diajukan pemohon dan mendapatkan nilai TKDN sesuai total nilai investasi. Jangka investasi sendiri maksimal tiga tahun, dengan tahun pertama 40 persen dari nilai sudah harus direalisasikan.

Nilai investasi tersebut juga akan menjadi perhitungan TKDN, dengan rincian sebagai berikut:

  • Investasi senilai Rp 250 miliar – Rp 400 miliar setara dengan 20 persen TKDN.
  • Investasi Rp 400 miliar – Rp 550 miliar setara dengan 20 persen TKDN.
  • Investasi senilai Rp 550 – Rp 700 miliar setara dengan 30 persen TKDN
  • Investasi senilai lebih dari Rp 1 triliun setara dengan 40 persen TKDN.
  • Investasi tersebut juga memerlukan alokasi yang jelas dari perusahaan, termasuk tahapan penggelontoran nilainya.

Kesiapan industri menyambut TKDN

Saat ini aturan resmi TKDN belum diluncurkan, draft aturan masih disimpan oleh kementerian. Namun ketika aturan tersebut dirilis, maka pemberlakuannya akan sangat ketat. Produk yang tidak memenuhi TKDN akan dilarang dijual di Indonesia. Sebagai bagian untuk menciptakan keseimbangan industri, pemerintah juga mengusung skema penerapan bertahap untuk TKDN. Contohnya pada tahun ini ditargetkan industri ponsel 4G memenuhi 20 persen kandungan dalam negeri, dapat berupa perakitan di Indonesia atau memiliki kerja sama khusus dengan perusahaan lokal. Setelah itu akan ditingkatkan ke angka 30 persen tahun depan.

Beberapa perusahaan telah mengantisipasinya sejak sekarang, sebut saja Samsung, Lenovo, Advan dan juga Evercoss yang telah siap dengan berinvestasi pada pabrik perakitan ponsel di Indonesia. Beberapa di antaranya juga memproduksi komponen (kecil) di Indonesia, misalnya buku panduan, kardus kemasan, sekrup dan bagian lain yang tidak memiliki kerumitan berarti. ASUS dengan produk Zenfone yang cukup laris di Indonesia juga tengah mempersiapkannya. Saat ini DailySocial juga tengah mengonfirmasi langkah tersebut. Kabarnya ASUS akan banyak menyentuh kandungan di sisi perangkat lunak.

Peluang TKDN untuk akselerasi produk lokal

Sederhananya aplikasi lokal akan mendapatkan tempat yang lebih beragam untuk berkembang. Perangkat 4G/LTE memiliki kewajiban untuk menjadikan aplikasi dan game lokal sebagai pre-installed app, artinya sudah tertanam di ponsel sebelum ponsel sampai ke tangan konsumen. Namun demikian ini juga menjadi tantangan bagi pengembang aplikasi lokal, untuk menciptakan kreasi yang mampu mengimbangi kualitas produk tersebut. Terlebih akan ada marketstore yang mengakomodasi karya lokal. Tanpa konten yang berkualitas, tetap saja tidak akan mendapatkan traksi yang bagus, karena penentuan akhir sangar bergantung dengan ketertarikan konsumen.

TKDN dari sisi manufaktur yang mengisyaratkan pabrik perakitan di Indonesia sebenarnya juga sebagai strategi pemerintah untuk bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak. Namun demikian sebenarnya ada hal fundamental yang tidak boleh terlupa, yaitu bagaimana mendorong individu-individu dan teknisi lokal untuk mampu mempelajari pengembangan arsitektur tersebut, sehingga tidak hanya mengerjakan aktivitas “buruh” saja, melainkan benar-benar mencetak ahli-ahli baru belajar dari proses yang ada di pabrik tersebut.