Layanan marketplace Tokopedia, melalui pemberitaan Bloomberg, dikabarkan menjajaki potensi go public di Bursa New York melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC) Bridgetown yang didukung investor kenamaan Silicon Valley Peter Thiel (melalui Thiel Capital) dan konglomerat Hong Kong Richard Li (melalui Pacific Century Group). Saham Bridgetown naik 29% pasca penutupan bursa hari ini.
Juru bicara Tokopedia yang kami kontak belum memberikan pernyataannya terkait hal ini.
Melalui keterbukaannya saat IPO tanggal 16 Oktober lalu, perusahaan cek kosong (blank check company) Bridgetown menargetkan membantu perusahaan Asia Tenggara yang beroperasi di sektor teknologi, layanan finansial, atau media untuk go public. Bridgetown mendapatkan dana publik $550 juta (sekitar Rp7,8 triliun) dari IPO itu.
Menurut pemberitaan Bloomberg, penjajakan go public Tokopedia ini masih di tahap awal dan jika benar terjadi, kemungkinan tahun depan, akan memberikan kapitalisasi pasar perusahaan di angka $8-10 miliar (110-150 triliun Rupiah).
Tokopedia saat ini menjadi startup unicorn Indonesia dengan valuasi terbesar kedua setelah Gojek. Pesaing terdekatnya, Sea Ltd yang mengoperasikan Shopee, telah IPO di bursa New York tahun 2017 dan saat ini memiliki kapitalisasi pasar lebih dari $96 miliar atau sekitar 10x lipat Tokopedia.
Pacific Century Group saat ini adalah investor Tokopedia dengan CEO Bridgetown dan SVP Pacific Century Group Daniel Wong menjadi anggota dewan komisaris Tokopedia, menurut data filing SEC S-1 Bridgetown. Di Indonesia bisnis Pacific Century Group adalah perusahaan asuransi FWD.
Popularitas SPAC di tahun 2020
Kehadiran perusahaan cek kosong SPAC membawa nuansa baru cara IPO perusahaan di bursa-bursa negara maju, khususnya Amerika Serikat. Menurut data yang kami peroleh, ada sekitar $78 miliar dana publik yang digelontorkan melalui SPAC sepanjang tahun ini di bursa Amerika Serikat. Sebagai pembanding, hanya $13 miliar dana yang dimasukkan publik dengan metode yang sama tahun lalu atau naik sekitar 6x lipat.
SPAC memberikan kemudahan perusahaan untuk go public, karena proses IPO cenderung panjang dan berliku untuk memastikan data finansial yang akurat dan menilai integritas para eksekutifnya. Kegagalan IPO WeWork tahun lalu adalah salah satu bukti sulitnya startup yang tidak taat asas good governance untuk go public.
SPAC tidak memiliki data finansial kompleks yang perlu diaudit sehingga prosesnya cenderung lebih mudah, dalam hitungan minggu, tidak lagi berbulan-bulan melalui proses IPO.
Setelah go public, SPAC akan dimerger dengan perusahaan privat sehingga perusahaan tersebut otomatis langsung terdaftar (direct listing) di bursa.
Kondisi pandemi tidak menyurutkan euforia listing sepanjang tahun ini. Bursa saham New York, termasuk bursa saham teknologi Nasdaq, telah memecahkan rekor pencatatan indeks sepanjang tahun. Beberapa IPO perusahaan teknologi pun sepanjang tahun ini pun dianggap mendapatkan respon positif dari pasar, misalnya Snowflake, DoorDash, dan yang terbaru Airbnb.
Tokopedia sejauh ini telah mengumpulkan pendanaan dari para investor sebesar $2,8 miliar (sekitar Rp40 triliun) menurut kompilasi DailySocial dan Crunchbase. Perusahaan baru saja memasukkan Google dan Temasek tahun ini ke dalam jajaran investornya.
Kehadiran SPAC sebagai sarana go public memberikan angin besar bagi para investor privat yang ingin exit di bursa saham. Meskipun demikian, skema ini patut terus dicermati untuk mengurangi risiko kegagalan investor berinvestasi, yang mengingatkan pada peristiwa dotcom bubble 20 tahun lalu.
Tahun ini Nikola menjadi salah satu “lulusan” SPAC yang menjadi sorotan karena praktik bisnisnya yang dianggap “membohongi publik”. Hal ini mendorong adanya investigasi Departemen Kehakiman Amerika Serikat dan mundurnya Pendiri Nikola Trevor Milton.
Di Indonesia sendiri skema SPAC belum umum. Pihak Bursa Efek Indonesia (IDX) di beberapa kesempatan terus mendorong startup unicorn untuk go public secara dual listing, di bursa lokal dan asing, agar juga memberikan kesempatan investor lokal menjadi pemilik saham startup anak negeri.
J.P. Morgan di laporan Indonesia Equity Strategy 2021 mengestimasikan Tokopedia berada di posisi #10 untuk perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di LQ45 seandainya go public hari ini di IDX.
Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya sendiri sejak tahun lalu mengisyaratkan perusahaannya bakal melantai dalam 1-2 tahun ke depan.