Twitter yang dikenal sebagai platform social media berbasis micro blogging dengan 140 karakter, baru saja dikabarkan telah merekrut Nathan Hubbard yang merupakan mantan presiden Ticketmaster, sebuah perusahaan penjual tiket online yang berasal dari Amerika Serikat. Kabarnya, perekrutan Hubbard ke dalam salah satu jajaran petinggi Twitter merupakan langkah terbaru Twitter untuk hadirkan fitur commerce di dalam layanannya.
Menurut kabar yang dirilis oleh Bloomberg pada Rabu (28/8) kemarin, Hubbard dilaporkan akan mengisi posisi sebagai Chief Commerce yang notabene merupakan posisi yang dibuka oleh Twitter sejak pertama kali didirikan pada tahun 2006 silam. Nathan Hubbard didaulat untuk fokus dalam menghadirkan fitur layaknya e-commerce langsung via tweet di laman jejaring sosial tersebut. Dilaporkan juga oleh Bloomberg, dalam pengembangan fitur terbarunya tersebut, Twitter memproyeksikan layanan terbarunya ini dapat menjadi sebuah “alat pamungkas” bagi sejumlah brand yang ter-verified untuk dapat lakukan penjualan via Twitter secara langsung.
Dalam hal ini juga, Hubbard dikabarkan akan segera melakukan sejumlah kerjasama dengan merchant terkait dan juga para penyedia layanan pembayaran online sebagai langkah awal menuju layanan commerce dari Twitter. Ia juga sempat mengatakan akan mengajak beberapa orang yang ingin menjual barangnya secara efektif melalui Twitter. “Kami akan mengincar orang yang memiliki beberapa benda untuk dijual dan membantu mereka agar menggunakan Twitter agar lebih efektif,” ujarnya sesuai yang dikutip dari laman Bloomberg.
Dengan dihadirkannya fitur commerce yang juga diklaim tak hanya hadir pada versi desktop namun juga akan hadir pada versi mobile app, Twitter ditengarai tengah melakukan upaya untuk menjamin pengguna agar tetap dapat menggunakan Twitter dengan penggunaan yang lebih lama dan dapat mempelajari lebih lanjut tentang berbagai ketertarikan dengan hanya menggunakan satu platform.
Selain itu, dengan diluncurkannya fitur ini juga dianggap membantu Twitter dalam mengumpulkan sejumlah data dari pengguna Twitter yang kerap melakukan online shopping, dimana hal tersebut dapat menguntungkan bagi sejumlah pengiklan yang dilaporkan telah menyumbang pendapatan terbesar Twitter sebesar USD 582 juta dalam penjualan iklan di tahun 2013 ini menurut laporan eMarketer Inc.
Namun mampukah Twitter mampu mendulang sukses dari layanan terbarunya tersebut jika dilihat dari kesuksesannya sebagai salah satu perusahaan social media terbesar di dunia? Mungkin jawaban dari pertanyaan ini masih terlalu dini untuk dijawab sekarang jika melihat layanan terbaru Twitter ini mungkin masih akan baru diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan.
Namun yang jelas, pengintegrasian platform social media dengan e-commerce bukanlah suatu hal yang baru. Pada beberapa waktu lalu, Facebook juga pernah melakukan hal yang sama namun ternyata dinyatakan gagal dikarenakan beberapa mitranya tidak memperoleh pendapatan yang diharapkan dari platform e-commerce yang diusung oleh Facebook tersebut.
Platform jejaring sosial sejauh ini memang dianggap masih belum mampu membuktikan secara signifikan layanannya tersebut mampu mempercepat layanan e-commerce bagi sejumlah retailers. Namun dengan hadirnya keputusan Twitter dalam membangun ekosistem e-commerce pada platform-nya, tentu diharapkan Twitter dapat membalikkan paradigma tersebut dan membuktikan bahwasanya platform jejaring sosial juga mampu menyediakan fitur berbelanja kepada seluruh pengguna.