Setelah mendapat “tekanan” dari sejumlah pihak, termasuk regulator (dalam hal ini Kementerian Perhubungan), Grab dan Uber tampaknya benar-benar serius untuk mengurus bentuk usaha tetap dan memenuhi aturan perizinan layanan transportasi. Grab telah setuju mengikuti kegiatan uji KIR dan memberikan 2 opsi pajak, sedangkan Uber sudah mendapat lampu hijau dari BKPM untuk mendirikan badan usaha berbasis PMA (modal asing). Keduanya menjalin kerja sama dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PRRI) untuk urusan perizinan transportasi dan pembayaran pajak.
Seperti dikutip dari Tempo, Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis memastikan bahwa Uber sudah mendapatkan perizinan portal web dari BKPM. Uber, seperti halnya Grab, juga bermitra dengan Koperasi Jasa PRRI untuk kemudahan perizinan layanan transportasi, kemudahan perpajakan untuk pembayaran ke pengemudi, dan kemudahan bagi pengemudi mitra untuk memperoleh asuransi dan kredit kendaraaan.
Sebelumnya wacana badan hukum Uber sudah bergulir sejak bulan Juli 2015.
[Baca juga: Bisnis Konvensional, Teknologi, dan Pertentangan yang Berlarut-larut]
Tentu saja hal ini adalah berita baik untuk mengakhiri polemik layanan transportasi, antara layanan taksi konvensional dan layanan transportasi berbasis aplikasi.
Satu hal yang masih menjadi ganjalan adalah perpajakan untuk perusahaan. Grab mengaku akan membayar pajak secara langsung untuk pembayaran menggunakan kartu kredit, sementara Uber sendiri belum menginformasikan hal apapun untuk pendapatan yang diperolehnya. Selama ini, seperti kita ketahui, Uber menggunakan teknik double irish with a dutch sandwich supaya bisa mengalihkan kegiatan keuangan (dan perpajakan) di negara-negara tax haven.