Ula, startup teknologi untuk modernisasi ritel tradisional, kembali mengumumkan pendanaan Seri A senilai $20 juta (lebih dari 282 miliar Rupiah) yang dipimpin Quona Capital dan B Capital Group. Sequoia Capital India dan Lightspeed India, yang merupakan investor sebelumnya turut berpartisipasi dalam putaran ini.
Lewat pendanaan ini, perusahaan berambisi untuk perluas tim dan ekspansi lokasi agar semakin banyak pengecer kecil yang dapat terbantu lewat teknologi Ula. Di samping itu, Ula akan perluas kategori produk ke fesyen dan elektronik, dari saat ini menjangkau pengecer yang menjual produk FMCG dan sayur mayur.
Ula merampungkan pendanaan tahap awal sebesar $10 juta tepat pada Juni tahun lalu. Jajaran investor yang terlibat dalam putaran ini ada SMDV, Quona Capital, Saison Capital, dan Alter Global. Beberapa angel investor juga turut berpartisipasi, meliputi Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta.
Mengutip dari TechCrunch, Managing Partner Quona Capital Ganesh Rengaswamy mengatakan, “Jika Anda melihat keseluruhan retail value chain, terutama produk-produk esensial, seperti FMCG, bahan pokok, dan produk segar, sangat terfragmentasi. Padahal pasar telah bergerak dalam hal konsolidasi, permintaan, dan penawaran yang lebih efisien.”
Dia melanjutkan, “Ula mencoba untuk mengulang ekosistem distribusi ritel dengan overlay teknologi yang signifikan. Ula menghubungkan beberapa pemain terbesar di sisi supply ke pengecer dan konsumen terkecil.”
Ula menyediakan modal kerja untuk para pengecer mikro, yang biasanya beroperasi di toko-toko kecil di halaman rumah mereka. Dengan demikian, mereka tidak perlu menunggu dibayar oleh pelanggan untuk membeli stok baru. Perusahaan menyadari bahwa ini adalah tantangan serius yang dihadapi pengecer mikro di Asia.
Pemilik usaha mikro ini umumnya memiliki ikatan yang kuat dengan pelanggan, sering kali menjual barang tanpa di bayar di muka. Sementara, mengumpulkan pembayaran ini sering membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkiraan.
“Frictionless payment dan menawarkan kredit kepada pengecer sehingga mereka dapat mengelola arus kas dengan lebih efisien adalah komponen penting dari perdagangan digital modern,” tandas Rengaswamy.
Ula didirikan oleh eks petinggi Flipkart India Nipun Mehra, dan Derry Sakti, yang mengali kariernya di P&G di Indonesia, pada Januari 2020. Mehra menyebut, sebagian besar pasar ritel Indonesia tidak terorganisir, sama halnya dengan India.
Di kategori sayur mayur misalnya, banyak petani yang menjual ke tengkulak, lalu baru masuk ke pasar. “Dari pasar, persediaan masuk ke pedagang grosir kecil dan seterusnya. Ada banyak pemain di dalam rantai ini,” ucapnya.
Sepanjang tahun lalu, diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 20 ribu toko. Ula pertama kali beroperasi di Surabaya, dengan cepat perluas kehadiran di seluruh Jawa Timur dan masuk ke Semarang.