Adaptasi Bisnis di Tengah Pandemi

Pengurangan Gerai Fore Coffee dan Urgensi Adaptasi Bisnis dengan Cepat

Nafas bisnis ritel kini tersengal-sengal harus bertahan di tengah gempuran pandemi Covid-19. Mengandalkan bisnis offline saja, tidak akan cukup mampu menopang operasional, maka perlu berinovasi ke ranah online untuk mengakomodasi pemesanan dan pengantaran.

Pun saat kondisi menuju normal, tidak ada kondisi normal yang biasa dulu terbayang, atau kini lebih familiar disebut “the new normal”. Akan ada banyak penyesuaian strategi yang dilakukan peritel agar tetap relevan dengan kondisi.

“Semua model retail akan berubah dengan adanya pandemi ini. Bakal mengarah ke social distancing, sampai vaksin ditemukan. Dine-in mungkin butuh space lebih besar sehingga tidak efisien, jadi online delivery dan pick-up bakal jadi fokus. Ini akan mengubah landscape dan cost structure semua outlet F&B,” ujar Managing Director East Ventures Willson Cuaca kepada DailySocial, Selasa (19/05).

Pendapat Willson memberikan ramalan yang kurang lebih sesuai dengan apa yang dipaparkan BCG Henderson Institute, implikasi karantina di rumah, bagi sejumlah bisnis ada yang merana ada yang panen untung. Jasa pengiriman makanan akan menjadi layanan yang paling diminati, sementara dine-in paling terdampak.

Kondisi ini tercermin dalam strategi yang dipilih oleh Fore Coffee. CEO Fore Coffee Elisa Suteja mengatakan, manajemen beradaptasi dengan perubahan situasi bisnis selama pandemi, salah satu inisiatifnya adalah optimalisasi layanan toko offline.

Disebutkan ada toko yang ditutup sementara, penggabungan sebagian toko, dan peningkatan sistem untuk meningkatkan layanan penjualan online. Beberapa aset yang tidak akan digunakan lagi akibat dari penggabungan toko diputuskan untuk dijual.

Mengutip dari Tech In Asia, Fore menutup 16 toko secara permanen, 45 toko lainnya ditutup sementara selama Ramadan. Sisanya, 72 toko masih beroperasi saat ini.

Ditegaskan pula, rumor tentang penutupan operasi Fore tidak benar. Salah satu staf, menurut Elisa, telah menyebarkan sebagian informasi internal perusahaan sehingga menimbulkan persepsi yang salah di publik.

“Fore tidak akan tutup dan akan terus beroperasi. Kami menutup beberapa outlet dan sedang dalam proses penjualan aset terkait lokasi-lokasi tersebut. Informasi yang beredar bahwa Fore melakukan penutupan semua lokasi secara permanen adalah tidak benar,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (18/5).

DailySocial menghubungi Elisa untuk menanyakan lebih jauh lokasi mana saja yang digabung atau ditutup dan apakah ada pengurangan jumlah karyawan. Namun hingga berita ini diturunkan belum ada respons.

Semenjak pembatasan sosial berskala besar (PSBB), perusahaan mengikuti aturan yang berlaku dengan membatas layanan melalui pengantaran online dan pick up. Menurutnya, kanal online memberikan kontribusi tinggi untuk bisnis Fore. Diklaim ada kenaikan sebesar 12,8% penjualan online tiap minggunya.

Untuk menjaga permintaan, perusahaan menambah variasi produk minuman kopi dan non-kopi dalam kemasan satu liter yang dapat dibeli di aplikasi Fore, Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Ada sembilan variasi produk yang ditawarkan kepada konsumen dan penjualan terus meningkat hingga 22% tiap minggunya.

Tidak hanya itu, perusahaan menawarkan produk Do It Yourself, konsumen dapat membuat sendiri minuman atau makanan dengan bahan dasar produk Fore dan variasi minuman untuk menunjang kebugaran tubuh konsumen.

Pekan ini, lanjutnya, perusahaan meluncurkan layanan pengantaran dari pesanan aplikasi bertajuk Barista Delivery. Ini hanya berlaku untuk pesanan berjarak kurang dari dua kilometer dari outlet Fore, akan langsung diantarkan oleh Barista Fore.

“Kami percaya ini bisa meningkatkan kenyamanan konsumen yang menerima produknya langsung dari tim yang kami monitor selalu dalam keadaan sehat.”

Persaingan ketat

Peta persaingan new retail seperti Fore Coffee, di tengah pandemi akan semakin sengit, apalagi pesaing terdekatnya Kopi Kenangan baru mengumumkan perolehan pendanaan lebih dari 1 triliun Rupiah. Pendanaan yang diraup Fore sejauh ini belum sebesar itu, baik ditotal secara keseluruhan.

Optimisme untuk melakukan penggalangan berikutnya, menurut Willson, tetap terbuka lebar untuk Fore. Dia beranggapan, prinsip pendanaan adalah menciptakan sebuah nilai. Selama Fore bisa memberikan nilai lebih, pendanaan pasti tersedia.

“Dan ini bukan winner takes all, mana enak sih minum kopi satu jenis doang, Fore punya cukup modal untuk bertahan.” Sebagai catatan, Fore yang berada di bawah portofolio East Ventures. Awalnya Fore merupakan proyek percobaan hingga akhirnya menjadi startup resmi.

Penyesuaian lokasi gerai, sambungnya, adalah bagian dari adaptasi dan relevansi. Toko yang sebaiknya ditutup atau digabungkan dengan lokasi yang jelas punya operasional jauh lebih baik di kondisi seperti ini, tentu akan dipilih daripada memaksakan strategi yang tidak relevan.

Kopi Kenangan pun juga menutup sementara sebagian tokonya. Dari sekitar 300 toko, hanya 47% di antaranya beroperasi normal seperti biasa. Sisanya, mengalami pengurangan jam operasional dan ditutup sementara karena pandemi dan pemberlakuan PSBB.

“Kami tetap ekspansi membuka sekitar 30 gerai per bulan, kemarin April sudah tambah 30 gerai, begitu pun dengan bulan-bulan ke depan,” kata CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata seperti dikutip dari Bisnis.com.

Konsumsi kopi itu sendiri sudah menjadi bagian dari budaya orang Indonesia. Terbukti, selama pandemi, permintaannya tetap ada. Dalam rangkuman GDP Venture bertajuk “The Impact of Covid-19 Pandemic” menambahkan ada perubahan pola konsumsi makanan yang terjadi selama pandemi, menurut Firmenich FAST Survey: Indonesians In Time of Covid-19, W3 Mar20.

Dipaparkan orang Indonesia mengonsumsi makanan lebih sehat, tertanda dari naiknya pembelian tertinggi untuk produk buah-buahan, sayur, nasi dan tepung-tepungan, dan ikan. Lalu disusul produk teh dan kopi, dairy products, dan jus demi menjaga kesehatan mereka. Konsumsi minuman berkarbonasi, alkohol, gula-gula, desserts, makanan olahan cenderung menurun.