validasi ide

Validasi Ide: Sebuah Awal Penting bagi Startup

Melakukan validasi ide merupakan kegiatan fundamental yang penting untuk dilakukan para pelaku startup. Bahkan, dapat dikatakan fase ini merupakan fase krusial dimana founder dapat melihat apakah ide startup yang dimiliki dapat diterima oleh pasar dengan baik atau tidak.

Setiap orang bisa membuat ide bisnis. Akan tetapi, tanpa divalidasi dengan baik ide tersebut belum dapat dibuktikan skalabilitasnya. Hal ini juga yang menjadi topik pertama dalam rangkaian mentoring program akselerasi DSLaunchpad 2.0 bersama Amazon Web Services (AWS). Pada sesi mentoring yang dilakukan sebanyak dua sesi ini, DSLaunchpad 2.0 menghadirkan Pandu Sjahrir (Managing Partner of Indies Capital Partners) dan Willson Cuaca (Co-Founder of East Ventures) sebagai mentor untuk berbagi pengalaman dan pengetahuannya terkait idea validation kepada para peserta.

Dimulai dengan Memastikan Problem Statement

Salah satu unsur penting yang harus diperhatikan oleh para founder ketika melakukan validasi ide adalah memastikan problem yang ingin diselesaikan oleh ide tersebut. Setelah menentukan problemnya, founders harus dapat mem-breakdown apa yang harus diketahui dan dilakukan untuk merealisasi ide bisnis tersebut. “Pertama (untuk melakukan idea validation) kita tau dulu apa yang mau kita address, isunya apa, dari situ berapa besar marketnya, dan apa yang membuat orang pakai barang kita.” ujar Pandu Sjahrir.

Proses menentukan problem statement dalam validasi ini juga berguna untuk membantu Anda melihat beberapa hal seperti:

  • Apakah ide ini nantinya akan berguna di masyarakat,
  • Apakah ide ini dapat meningkatkan efisiensi pada suatu sistem,
  • Melakukan pembentukan formula produk di awal untuk menemukan perbedaan dengan para kompetitor; serta
  • Sebagai bahan untuk meyakinkan investor terhadap scalability.

At the end of the day, kecuali punya dana sendiri, itu pasti (penting untuk melakukan) validasi dulu karena Anda ingin menggunakan dana pihak ketiga. Dia (pihak ketiga) akan meminta apa yang membuat Anda convince dengan hipotesis (bisnis) Anda, di luar presentasi yang bagus.” tambah Pandu Sjahrir.

Interaksi dengan Konsumen untuk Dapatkan Feedback selama Validasi

Untuk melakukan validasi, tentunya sebagai founder Anda perlu berinteraksi dengan para konsumen maupun calon konsumen. Feedback dari konsumen dalam fase ini dapat menjadi acuan untuk iterasi berikutnya hingga ide tersebut benar-benar dapat menyelesaikan problem yang dimiliki oleh konsumen. Terkait hal ini, Willson Cuaca mengatakan, “Tentukan problemnya, bangun produknya, kemudian coba cocokkan apakah problem itu bisa diselesaikan, ngomong ke banyak orang, dapatkan feedback, cocokkan lagi, bener gak problemnya selesai, jadi banyak trial and error. Tapi problem statement itu harus very clear.

Di satu sisi, selain menyelesaikan masalah yang ada, bertanya ke konsumen juga merupakan hal yang krusial untuk mengetahui apakah produk yang dibuat dapat diterima atau tidak oleh pasar. “Tanya ke user apakah problem yang dimiliki bisa diselesaikan dengan baik. Itu baru ide dan validasi pertama: product-market fit, kita belum bicara tentang monetisasi dan lain-lain.” tambah Willson

Berinteraksi untuk mendapatkan feedback langsung dari pengguna juga dapat menghindarkan Anda dari founder bias, dimana para founder merasa bahwa idenya adalah ide yang terhebat, terbaik, terbaru, dan tidak ada founder lain yang dapat meniru idenya. Untuk itu, dalam proses ini sebaiknya founder juga turut mendengarkan hal-hal buruk terkait idenya, sehingga dapat melakukan iterasi dengan lebih baik. Pandu Sjahrir juga menegaskan bahwa hal ini merupakan kesalahan yang banyak dilakukan oleh para founder. “Kesalahan terbesar banyak founders adalah tidak mau mendengarkan orang dan tidak mau mendengarkan customer.” tegasnya.

Eksekusi sebagai Bagian dari Langkah Awal Memvalidasi Ide

Namun, proses validasi ide tidak berhenti sampai disitu saja. Justru hal yang paling penting dilakukan oleh para founder dalam proses ini adalah mengeksekusi ide tersebut. Dalam pembuatan ide, bisa saja seorang founder memiliki ide yang sama dengan founder lainnya. Namun yang akan membedakan ide tersebut adalah bagaimana ide tersebut dieksekusi dan siapa yang mengeksekusinya.

Menurut Willson Cuaca, langkah pertama dalam proses validasi ini adalah melakukan eksekusi. “Jadi langkah pertama dari semua itu adalah eksekusi ide kamu, jangan merasa ide itu adalah ide terbaik, (lalu) coba validasi.” Hal senada juga diutarakan oleh Pandu Sjahrir, Ia berujar bahwa pada akhirnya percuma memiliki ide yang banyak bila tidak bisa dieksekusi. “At the end of the day, bisa punya ide banyak tapi kalau gak bisa eksekusi kan what for.” ucapnya.

Kekhawatiran yang mungkin muncul ketika melakukan eksekusi adalah hasil yang kurang memuaskan atau tidak sesuai ekspektasi. Akan tetapi, dari kekurangan atau kegagalan tersebut masing-masing founder dapat melihat apa yang perlu diperbaiki dan diiterasi dari ide startupnya. “Tidak ada namanya eksekusi 100% baik, tapi yang ada itu adalah eksekusi yang efisien, yang tepat sasaran, pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, problem yang tepat, dan mendapat feedback yang baik dari user. Feedback itu digunakan untuk (selanjutnya) melakukan eksekusi yang baik lagi.” ujar Willson terkait eksekusi kepada para peserta webinar.

Eksekusi adalah hal krusial sebagai bagian dari proses melakukan validasi ide, Willson juga berkata bahwa semakin cepat melakukan eksekusi ide, para founder bisa belajar lebih cepat untuk perbaikan di masa mendatang. “Semakin menunggu, semakin kamu telat dibanding yang lain, dengan semakin cepat mengerjakannya, bukan artinya kamu mendapat first mover advantage saja, tapi kamu bisa belajar dengan lebih cepat dari orang yang mungkin mengeksekusinya besok.” tegasnya.

Dengan melakukan validasi ide, para founder dapat segera mengidentifikasi problem sekaligus menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan problem tersebut. Selain itu, founder juga harus tetap terus memikirkan misi dan mimpi apa yang ingin mereka capai melalui ide bisnis tersebut. Akan tetapi, hal tersebut juga harus dilakukan dengan mengeksekusi ide tersebut. Dengan begitu, para founder dapat terus melakukan iterasi sampai menemukan formula yang tepat dalam penyusunan ide bisnisnya.