Platform Perekrutan Sosial Wantedly “Meluncur Kembali” di Indonesia dengan Kearifan Lokal

Di bulan November lalu, kami mengangkat cerita tentang platform perekrutan sosial yang berasal dari Jepang, Wantedly, yang ingin relaunch dengan strategi baru di Indonesia. Perkembangan bisnis Wantedly di Indonesia, yang hadir sejak tahun 2015, dinilai belum memuaskan terutama karena operasional tidak dipegang tim lokal.

Hari ini Wantedly memperkenalkan tim barunya yang dipimpin Country Head Lius Widjaja. Selain Kentaro Adachi yang merupakan perwakilan Wantedly (dari Jepang), direkrut pula Imelda Dharmawi sebagai anggota tim Business Development.

Selain tim lokal, Wantedly berusaha untuk melokalkan berbagai fitur ke dalam bahasa Indonesia, termasuk beberapa hal yang khas Indonesia, misalnya mengkoneksikan fitur messaging (Wantedly Chat) ke beberapa platform messaging populer.

Meskipun terbuka untuk berbagai jenis pekerjaan, Wantedly dikhususkan untuk menjangkau talent pool di kalangan millennial.

Dalam paparannya ke awak media, Lius menjelaskan bahwa titik berat Wantedly, dibanding platform pencarian pekerjaan lainnya, adalah memberikan penjelasan budaya perusahaan ke setiap anggota Wantedly. Lius mengibaratkan matchmaking antara perusahaan dan pegawai layaknya dua insan yang berkencan. Ada fase berkenalan, merasakan kecocokan, hingga akhirnya proses lamaran dan penerimaan.

Saat ini tampilan Wantedly layaknya platform media sosial kerja lainnya, tapi kanal akun perusahaan akan menonjolkan bagaimana nuansa kerja di suatu perusahaan, kegiatan luar kantor yang biasa dilakukan, dan budaya yang diusung. Akun perusahaan didorong untuk memberikan pengenalan awal sebelum seorang calon pegawai benar-benar masuk ke dalam lingkungan kerja perusahaan tersebut.

Co-Founder dan CIO Bizzy Norman Sasono dalam kesempatan yang sama berkomentar, “Sebagai salah satu perusahaan yang telah mencoba menggunakan Wantedly untuk perekrutan pegawai, khususnya untuk tim teknologi, kami percaya bahwa Wantedly mampu menghubungkan kami dengan kandidat yang berkualitas serta memiliki mentalitas yang tepat untuk beradaptasi dengan budaya perusahaan startup.”

Di Indonesia, Wantedly membidik banyak startup sebagai kliennya, mengingat mereka sangat mudah beradaptasi dengan teknologi baru untuk perekrutan.

Mayoritas pekerja mencari perusahaan yang budayanya sesuai

Hasil temuan Research Work Institute menunjukkan hanya 25,5% pekerja yang meninggalkan pekerjaan lama karena isu gaji atau tunjangan. Sisanya (sebagian besar) mencari budaya kerja, visi dan misi perusahaan yang sesuai dengan aspirasinya. Hal tersebut yang mendorong Wantedly menonjolkan budaya perusahaan sebagai “wajah depannya”.

Lius mengatakan, “Berbeda dengan situs lowongan pekerjaan lainnya yang berusaha menarik kandidat dengan iming-iming gaji dan tunjangan, Wantedly mengambil pendekatan yang berbeda terhadap perekrutan. Posting dari perusahaan di platform kami akan lebih berfokus pada penjelasan mengenai budaya kerja serta visi mereka sehingga dapat menarik calon kandidat yang memiliki pemikiran yang sejalan.”

Faktor media sosial

Berbicara soal millennial tidak bisa lepas dari faktor media sosial. Karena banyak millennial yang tidak bergabung ke dalam job board, cara yang dianggap efektif adalah menyebarkan informasi lowongan ke berbagai media sosial. Wantedly mengambil kesempatan itu dengan mempermudah proses berbagi informasi lowongan ke berbagai platform.

Lius menyebutkan, “Kami melihat hanya ada 25% populasi talent pool di platform lowongan kerja tradisional. Sedangkan 75% talent pool adalah passive job seeker yang tidak aktif di platform penarian kerja namun aktif di berbagai media sosial. Mereka adalah orang-orang yang telah memiliki pekerjaan namun sebetulnya terbuka untuk kesempatan kerja yang lebih baik. Wantedly yang mengintegrasikan platform lowongan kerja dengan media sosial memberikan solusi bagi perusahaan untuk memudahkan menjangkau kandidat-kandidat ini.”

Application Information Will Show Up Here